PAJAK TINGGI INDIKATOR TATA KELOLA YANG BURUK?


Oleh: Darul Al-Fatih
Penulis Lepas

Topik pajak sering menjadi perbincangan hangat di berbagai kesempatan, terutama ketika pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif pajak. Namun, tahukah kita bahwa ketergantungan pada pajak mencerminkan kondisi tertentu dalam tata kelola sebuah negara? Berikut ini akan kami uraikan mengapa Indonesia sangat mengandalkan pajak sebagai sumber pendapatan, serta implikasi dari kebijakan tersebut.


Pajak sebagai Cerminan Keterbelakangan Ekonomi

Dalam simulasi game strategi, seperti Crusaders, pajak sering menjadi sumber pendapatan utama di awal permainan. Hal ini karena negara yang masih berkembang atau belum stabil bergantung pada populasi untuk menghasilkan dana melalui pajak. Namun, hal ini memiliki konsekuensi: semakin tinggi pajak, semakin rendah tingkat kepuasan masyarakat, yang akhirnya dapat memengaruhi produktivitas dan stabilitas negara.

Realitas di dunia nyata tidak jauh berbeda. Negara yang sangat bergantung pada pajak sering kali menunjukkan keterbatasan dalam mengelola sumber daya lainnya. Di Indonesia, sekitar 75-85% pendapatan negara berasal dari pajak, sedangkan pendapatan non-pajak hanya sekitar 15-25%. Hal ini menunjukkan ketergantungan besar pada pungutan wajib yang dibebankan kepada masyarakat.


Indonesia Minim Pendapatan Non-Pajak

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, seperti minyak, batu bara, dan tambang lainnya. Namun, anehnya, kontribusi sektor non-pajak terhadap pendapatan negara masih kecil dibandingkan negara-negara lain, seperti Arab Saudi, yang lebih mengandalkan sektor sumber daya alamnya.

Jika pengelolaan sumber daya alam dioptimalkan, Indonesia seharusnya bisa mengurangi ketergantungannya pada pajak. Namun, kenyataannya, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal, sehingga rakyat menjadi penanggung beban terbesar melalui pajak.


Kenaikan PPN: Solusi atau Beban Baru?

Pemerintah Indonesia baru-baru ini menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, yang menjadikan tarif ini salah satu yang tertinggi di ASEAN. Sebagai perbandingan, tarif PPN di Singapura hanya 9%, dengan pendapatan per kapita yang jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia.

Meskipun kenaikan 1% tampak kecil, dampaknya sangat besar dalam praktiknya. Kenaikan tersebut tidak hanya memengaruhi barang dan jasa mewah, tetapi juga kebutuhan dasar yang menjadi bagian dari keseharian masyarakat. Akibatnya, rakyat kecil yang sudah terhimpit beban ekonomi akan semakin kesulitan.


Pajak Tinggi sebagai Indikator Pengelolaan yang Tidak Efisien

Ketergantungan besar pada pajak menunjukkan bahwa negara tidak memiliki sumber pendapatan lain yang cukup. Padahal, jika sumber daya alam dan aset negara dikelola dengan baik, pajak tidak perlu menjadi andalan utama. Sebaliknya, negara dapat memanfaatkan pendapatan non-pajak untuk menutupi kebutuhan anggaran.

Kondisi ini semakin diperburuk oleh tingginya utang Indonesia yang telah mencapai lebih dari Rp8.500 triliun. Dengan beban utang yang sangat besar, pemerintah cenderung mencari jalan pintas dengan menaikkan pajak, yang ironisnya justru semakin membebani rakyat.


Penutup

Ketergantungan pada pajak menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah dalam pengelolaan ekonomi Indonesia. Pemerintah harus mencari solusi yang lebih berkelanjutan, seperti mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam dan menciptakan sumber pendapatan baru yang tidak membebani rakyat.

Sebagai rakyat, penting bagi kita untuk terus mengawasi dan memberikan masukan kepada pemerintah agar kebijakan yang diambil tidak hanya fokus pada jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan kesejahteraan jangka panjang seluruh masyarakat.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Posting Komentar

0 Komentar