Oleh: Alex Syahrudin
Penulis Lepas
Pada 8 Desember 2024, oposisi Suriah mengumumkan pembebasan Damaskus dan penggulingan rezim Bashar al-Assad yang telah berkuasa selama 24 tahun. Dalam pernyataan di televisi pemerintah, pihak oposisi menyatakan, "Dengan rahmat Allah, kota Damaskus telah dibebaskan dan tiran Bashar al-Assad telah digulingkan." Serangan besar-besaran yang dimulai pada akhir November 2024 ini melibatkan berbagai kelompok oposisi dan mengubah dinamika politik di Suriah.
Kronologi Serangan: Dari Idlib Hingga Damaskus
Serangan terhadap rezim Bashar al-Assad dimulai pada 27 November 2024, dipimpin oleh Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) melalui operasi "Pencegahan Agresi". Operasi ini disusul oleh Tentara Nasional Suriah dengan nama "Fajar Kebebasan" pada 30 November 2024. Dalam waktu hanya sepuluh hari, oposisi berhasil menguasai Aleppo, Idlib, Hama, Homs, dan akhirnya Damaskus.
Keberhasilan ini terjadi akibat melemahnya dukungan internal terhadap Bashar al-Assad. Pasukan rezim yang kehilangan kepercayaan terhadap kepemimpinannya memilih mundur, sementara rakyat yang lama tertindas oleh rezim bergerak bersama oposisi, melampaui target awal zona de-eskalasi di sekitar Idlib.
Faksi-Faksi yang Terlibat
Menurut laporan BBC, operasi militer ini dipimpin oleh "Ruang Operasi Fatah al-Mubin" yang terdiri dari HTS, Front Nasional Pembebasan, dan Tentara Nasional Suriah, semuanya memiliki hubungan erat dengan Turki. HTS, meskipun dianggap independen, berada di bawah pengawasan Ankara, sementara Tentara Nasional Suriah adalah koalisi faksi pemberontak yang dibentuk dan didukung Turki.
Motivasi Turki dan Eskalasi Konflik
Turki memainkan peran penting dalam serangan ini. Ketegangan antara Ankara dan Bashar al-Assad meningkat setelah Assad menolak upaya Turki untuk memulai negosiasi damai. Presiden Recep Tayyip Erdogan sebelumnya meminta Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memediasi dialog normalisasi hubungan antara Ankara dan Damaskus. Namun, Assad tetap kukuh menuntut penarikan pasukan Turki dari Suriah utara.
Keengganan Assad untuk merespon membuat Erdogan mencari dukungan dari Amerika Serikat untuk memberikan tekanan militer. Lampu hijau dari Ankara memungkinkan faksi-faksi oposisi untuk melancarkan serangan, yang bertujuan untuk memaksa Assad menerima negosiasi dalam kerangka solusi politik yang dirancang AS.
Respon Regional dan Internasional
Iran dan Rusia, sekutu utama rezim Assad, terkejut dengan perkembangan ini. Rusia segera memperkuat pangkalan militer di Hmeimim dan Tartus, sementara Iran bergerak diplomatis untuk meredakan situasi, termasuk mengadakan dialog dengan Turki dan AS.
Turki ingin menyelesaikan konflik melalui jalur politik, tetapi tindakan Assad yang dianggap lamban membuat Ankara menggunakan pendekatan militer untuk mendesak normalisasi. Erdogan menyebut situasi ini sebagai "fase baru" bagi Suriah, menunjukkan bahwa operasi ini dirancang untuk menata ulang peta politik Suriah.
AS memantau situasi dengan tenang. Gedung Putih menegaskan bahwa solusi politik adalah prioritas utama, merujuk pada Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254 yang menyerukan pembentukan pemerintahan transisi dan pemilu di bawah naungan PBB. Washington mendukung de-eskalasi dan perlindungan warga sipil.
Israel, yang terlibat dalam konflik melalui operasi anti-Iran, memperingatkan Assad untuk tidak bermain api. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyampaikan keprihatinan atas pengaruh Iran di Suriah dan mengadakan pertemuan keamanan khusus untuk membahas situasi.
Kesimpulan
Penggulingan Bashar al-Assad mencerminkan kerumitan konflik Suriah yang melibatkan banyak aktor regional dan internasional. Peran Turki sebagai katalisator serangan menunjukkan bagaimana kepentingan geopolitik mendikte jalannya perang. Dibalik itu semua, kondisi politik yang terjadi di Suriah tidak lepas dari persetujuan AS sehingga AS dapat mengendalikan ke arah mana perubahan itu akan berhembus.
Namun, meskipun rezim Assad telah jatuh, tantangan bagi oposisi untuk membangun pemerintahan transisi yang inklusif dan stabil tetap besar. Perjalanan menuju perdamaian di Suriah masih panjang, dan keterlibatan internasional akan terus memainkan peran krusial dalam menentukan masa depan negara ini.
0 Komentar