KRISIS AIR MELANDA, RAKYAT BUTUH SOLUSI NYATA


Oleh: Tety Kurniawati
Penulis Lepas

Air bersih merupakan sumber daya vital bagi kehidupan. Krisis air bersih menjadi satu dari sekian masalah lingkungan dan sosial yang paling mendesak di berbagai negara dunia, termasuk Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia mengalami krisis air bersih. Salah satunya, kasus kelangkaan air bersih di wilayah Surabaya. Wakil Ketua DPRD Surabaya Laila Mufidah mendorong percepatan pemasangan saluran perusahaan daerah air minum (PDAM) dan paving di wilayah Tanah Kali Kedinding. Bagaimana mungkin sudah 15 tahun, kampung ini belum terakses infrastruktur paving dan layanan PDAM. Apalagi, listrik juga sudah ada. (jawapos.com, 19-11-2024).

Kasus lain juga terjadi, tak kurang dari 10.000 warga Gili Ketapang, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, saat ini tengah menghadapi krisis air bersih. Krisis ini disebabkan oleh putusnya pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang terletak di bawah laut akibat tersangkut jangkar kapal. Masalah ini telah berlangsung sejak 7 November 2024, dan berdampak signifikan pada kebutuhan air bersih masyarakat setempat (kompas.com, 03-12-2024).

Sementara di tempat berbeda, Jarak ribuan kilometer tidak menyurutkan niat Viyata Devi--perempuan berusia 53 tahun--untuk mengayuh sepedanya dari Jakarta menuju Bali, demi mewujudkan harapan membangun akses air bersih di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) (nationalgeographic.grid.id, 07-12-2024).

Kasus diatas hanya bagian kecil dari fenomena gunung es dari krisis air bersih di negeri tercinta. Apalagi krisis tersebut terjadi ditengah isu monopoli sumber-sumber mata air untuk industri, alih fungsi lahan yang merusak daerah resapan khususnya terkait proyek deforestasi, industrialisasi yang menyebabkan pencemaran air karena limbah buangan, buruknya perilaku masyarakat terkait penggunaan air bersih yang berlebihan, maupun pencemaran daerah aliran sungai (DAS) akibat buruknya tata lingkungan. Semuanya butuh solusi nyata.


Problem Sistemik

Krisis air bersih sejatinya buah dari penerapan sistem hari ini. Sistem Kapitalisme yang berorientasi pada pencapaian materi. Sistem ini meniscayakan kondisi-kondisi yang menyebabkan krisis air, kesulitan mengakses air bersih layak minum dan berbiaya mahal.

Negara hanya sebagai fasilitator dan regulator semata. Alih-alih memperbaiki tata kelola air, negara malah menjadikan kebutuhan rakyat tersebut sebagai komoditas ekonomi yang bernilai komersil. Bahkan tata kelola air diprivatisasi, hingga sumber-sumber air besar dikuasai korporasi. Demi cuan, air tersebut mereka jual. Rakyat pun terpaksa mencukupi kebutuhan air dengan membayar harga tertentu.

Dilain sisi, negara membiarkan masifnya deforestasi. Hingga merusak sumber air yang dimiliki masyarakat. Para korporasi pemilik HPH leluasa menggunduli hutan dan merusak ekosistem demi kepentingan sendiri. Resapan air tak lagi terlindungi.

Minimnya peran negara, juga berdampak pada buruknya tata kelola limbah di perkotaan. Limbah industri dan rumah tangga dibuang begitu saja ke saluran air dan sungai. Air pun tercemari, bahkan tak layak untuk sekedar mencuci. Ketergantungan rakyat kepada perusahaan penyedia air bersih pun kian tinggi. Kapitalisasi air inilah yang menyebabkan krisis air terus terjadi.


Islam Menjamin Ketersediaan Air Bersih

Islam memandang air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi dan terlarang untuk diprivatisasi. Ini berdasarkan sabda Rasulullah, "Muslim berserikat dalam tiga hal, padang gembalaan, air dan api" (HR. Abu Dawud). Hadist ini menunjukkan dengan gamblang bahwa air adalah harta milik umum. Maka harta milik umum seharusnya dimiliki seluruh masyarakat, bukan milik perorangan atau badan tertentu.

Negara wajib mengelola dan terlibat langsung dalam proses produksi maupun distribusi air. Serangkaian tindak pengawasan, rutin dilakukan atas berjalannya pemanfaatan air. Baik riset peningkatan kualitas air, perpipaan dan penyaluran air pada masyarakat melalui industri penyedia air. Semua ditujukan agar kebutuhan rakyat atas air bersih terpenuhi dengan sebaik-baiknya.

Negara tidak boleh mengalihkan tanggungjawabnya tersebut kepada individu maupun korporasi. Negara harus memberdayakan para ahli di bidangnya. Supaya masyarakat luas bisa menikmati air bersih dengan mudah dan sebisa mungkin tanpa biaya.

Rehabilitasi dan pemeliharaan konversi lahan hutan diatur sedemikian rupa. Guna memastikan resapan air tetap terjaga. Serangkaian program edukasi masyarakat dilakukan negara, untuk bersama menjaga lingkungan dan melakukan pembiasaan hidup bersih dan sehat. Sanksi tegas dan menjerakan pun diterapkan pada sesiapa saja pelaku pencemaran air dan lingkungan.

Demikianlah suport sistem Islam dalam menjamin ketersediaan air bersih bagi seluruh rakyat. Seharusnya umat sadar, selama kapitalisme mencengkram dunia, selama itu pula krisis air bersih akan tetap ada. Solusi nyata tuntasnya krisis air bersih jawabannya hanya ada pada Islam.

Wallahu a'lam bishawwab.

Posting Komentar

0 Komentar