Oleh: Tety Kurniawati
Penulis Lepas
Seorang anak di Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, menusuk ayah, nenek dan ibu dengan sebilah pisau. Peristiwa ini menyebabkan ayah dan nenek tewas. Sedangkan ibu pelaku mengalami luka parah. Peristiwa pembunuhan ini terjadi pada Sabtu (30/11/2024) dini hari. Pelaku dikabarkan masih berusia 14 tahun (suara.com, 30-11-2024).
Kejahatan Sadis Nan Sporadis
Pemeriksaan pihak berwenang terhadap pelaku masih berlangsung untuk mendalami motif pembunuhan. Meski demikian dari hasil pemeriksaan sementara pelaku mengaku mendapatkan "bisikan yang meresahkan" sebelum melakukan tindak kejahatannya.
Kasus anak membunuh orang tua kandung merupakan kejahatan sporadis yang jarang terjadi dalam pembunuhan pada umumnya. Sejumlah riset menunjukkan, kasus ini biasanya hanya berada pada rentang 1,7-4% dari kasus pembunuhan di dunia. Kalangan psikolog menyebut kejahatan ini sebagai parricide.
Dilansir dari Republika.co.id (02-12-2024), ada banyak alasan yang dapat menyebabkan seorang anak membunuh orang tuanya. Menurut dr Khanna, alasan yang paling umum adalah lingkungan keluarga yang penuh kekerasan. Orang tua terkadang tanpa sadar mengganggu kesejahteraan anak melalui perilaku abusive, ketidakhadiran, tekanan emosional, hingga pola asuh yang terlalu dominan dan merendahkan anak.
Sungguh miris, anak yang semestinya menjadi kebanggaan dan investasi akherat bagi kedua orang tuannya. Pada usia belianya justru melakukan tindak kekerasan pada orangtua sendiri, hingga berujung pada hilangnya nyawa. Perilaku tersebut merupakan tindak kedurhakaan yang nyata. Kejahatan sadis nan sporadis yang tak selayaknya dilakukan.
Dampak Sekulerisme
Fenomena anak durhaka dengan tindak kekerasan dan sadistisnya, menjadi bukti kentalnya sekulerisme dalam kehidupan hari ini. Tak tergambar dalam benak kita. Sebesar apa kebencian dan sakit hati yang anak rasa. Hingga tega melakukan tindakan sadis diluar batasan norma. Alih-alih menunjukkan birrul walidain sesuai perintah agama.
Kasus parricide ini tidak terjadi satu dua kali tapi muncul berulang secara sporadis. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena yang ada merupakan persoalan Sistemis. Banyak faktor berkelindan menyebabkan fenomena ini tak jua terhentikan. Semuanya tidak terlepas dari sistem yang berlaku hari ini.
Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, telah merusak fitrah manusia, termasuk mengubah karakter masyarakat. Masyarakat menjadi terbiasa dengan kekerasan. Rapuh dan kosong jiwanya karena miskinnya iman, hingga tak mampu mengontrol emosinya. Relasi anak dan orang tua hanya berdasarkan kemanfaatan semata. Alhasil, saat anak-anak merasa orang tuanya tak berguna. Menghalangi dari mencapai hawa nafsunya. Menghilangkan nyawa orang tua jadi pelampiasan yang memuaskan kondisi emosional mereka. Nauzubillah tsumma na'udzubillah.
Kondisi ini diperparah dengan negara yang tidak menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara sistem pendidikan yang bervisi membina kepribadian dan menjaga kesehatan mental generasi.
Butuh Kembali Kepada Sistem Islam
Islam menjawab persoalan generasi tersebut dengan mengoptimalkan peran tiga pilar. Pertama, ketakwaan individu. Anak mendapatkan didikan dan pengasuhan terbaik dari kedua orang tuanya. Akidah Islam menjadi landasan dalam mendidik anak. Pendidikan inilah yang memastikan anak tumbuh dalam bingkai ketaatan dan memiliki kepribadian Islam. Hal mendasar yang mencegah seseorang melakukan kemaksiatan.
Kedua, kontrol masyarakat. Budaya saling menasehati merupakan pencegah efektif bagi individu melakukan kerusakan. Amar makruf nahi mungkar yang ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat tak memberi ruang bagi tumbuh suburnya kemungkaran. Kontrol masyarakat yang berfungsi optimal meniscayakan ketertiban, kenyamanan dan terjaganya suasana keimanan.
Ketiga, penerapan sistem Islam kaffah oleh negara. Penerapan Islam secara Kaffah dalam segala aspek kehidupan bernegara, khususnya sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam akan memastikan terbentuknya generasi yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi, berkepribadian Islam dan taat terhadap Illahi.
Sementara sistem ekonomi Islam yang diterapkan mewajibkan negara memenuhi kebutuhan setiap individu rakyat. Kesejahteraan terpenuhi, tingkat kejahatan otomatis terminimalisir dan terkendali. Negara wajib menghilangkan tiap potensi perusak keimanan. Antara lain dengan memblokir konten porno dan kekerasan, melarang produksi berbagai konten pornografi dan konten negatif lainnya, dan penindakan tegas atas tiap pelanggaran syariat. Alhasil, generasi akan senantiasa terjaga dari setiap potensi kejahatan, kemungkaran dan hal unfaedah yang berpotensi merusak keimanan.
Wallahu a'lam bishawwab.
0 Komentar