BANSOS DAN SUBSIDI, TIDAK EFEKTIF ATASI DERITA RAKYAT AKIBAT KENAIKAN PPN


Oleh: Vivi Nurwida
Penulis Lepas

Kenaikan PPN menjadi 12% resmi akan diberlakukan per tanggal 1 Januari 2025, meskipun berbagai penolakan telah dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat. Pemerintah pun terus mematangkan skema penerimaan bansos, terutama bagi kelas menengah yang terdampak kenaikan PPN (katadata.co.id, 02-12-2024).

Selain itu, Pemerintah juga memutuskan untuk memberikan diskon listrik sebesar 50% selama 2 bulan untuk kelompok menengah ke bawah dengan daya 450-2.200 VA. Diskon ini diberikan guna meredam dampak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 (viva.co.id, 16-12-2024).


Bersifat Temporer dan Tidak Efektif

Pemerintah memberikan bantuan sosial (bansos) dan subsidi berupa diskon biaya listrik kepada masyarakat menengah ke bawah untuk meredam dampak kenaikan PPN menjadi 12%. Namun, langkah ini sejatinya tidak benar-benar meringankan beban rakyat.  

Kebijakan bansos dan subsidi ini memang tampak seperti angin segar bagi masyarakat. Sayangnya, bantuan ini hanya bersifat sementara (temporer), bukan solusi yang berkelanjutan (sustainable).  

Sebagai contoh, bansos hanya diberikan selama 2-3 bulan, sedangkan dampak kenaikan PPN akan dirasakan masyarakat dalam jangka panjang. Selain itu, penyaluran bansos tidak dapat menjangkau seluruh masyarakat kelas menengah ke bawah, karena jumlahnya melebihi separuh populasi Indonesia.  

Data BPS tahun 2024 menunjukkan bahwa gabungan kelas bawah dan kelas menengah mencapai 66,35% dari total penduduk Indonesia.  

Hal serupa terjadi pada subsidi listrik yang hanya berlaku selama dua bulan. Setelah itu, bagaimana nasib masyarakat pada bulan-bulan berikutnya? Dengan pendapatan yang tidak mengalami peningkatan signifikan, beban kenaikan PPN akan terus dirasakan.  

Di tengah kebutuhan pokok yang terus melonjak, rakyat dipaksa untuk berhemat lebih ketat. Ini menunjukkan bahwa pemberian bansos dan subsidi tidak cukup efektif untuk mengatasi penderitaan rakyat akibat kebijakan ini.


Akar Permasalahan

Sistem ekonomi Kapitalisme yang berasaskan sekulerisme (pemisahan antara agama dengan kehidupan) merupakan akar permasalahan kesejahteraan yang sebenarnya. Dalam sistem ini, penguasa hanya memposisikan diri sebagai regulator dan fasilitator saja. Artinya, negara tidak menjalankan fungsinya untuk mensejahterakan rakyat. Negara justru memberikan kebijakan yang berpihak kepada swasta. Akhirnya, swasta lah yang berperan mengurusi kebutuhan rakyat. Jika swasta yang turun tangan, maka orientasinya adalah profit/keuntungan belaka.

Jika kebutuhan pokok dan publik dikuasai oleh swasta, maka yang mampu memenuhi kebutuhan hanyalah segelintir orang yang mampu membayar. Sedang, rakyat kecil harus mengelus dada karena kebutuhan mereka tidak terpenuhi. Sistem ini membuat ketimpangan yang nyata antara si kaya dan si miskin.

Karenanya, bansos dan subsidi merupakan solusi tambal sulam dalam sistem Kapitalisme untuk menyelesaikan masalah yang sebenarnya dibuat sendiri oleh penguasa. Dengan demikian, solusi pemberian bansos dan subsidi ala sistem ekonomi Kapitalisme tidak bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyat. Karenanya, negara harus mencampakkan sistem ini, sebab telah terbukti menjadi biang kerok banyaknya permasalahan di negeri ini.


Jaminan Kesejahteraan dalam Islam

Islam merupakan agama yang sempurna dan paripurna. Aturan terkait masuk kamar mandi saja ada dalam Islam, apalagi terkait jaminan kesejahteraan. Sistem Islam juga telah terbukti mampu menyejahterakan rakyat selama berabad-abad lamanya.

Islam menempatkan seorang pemimpin atau khalifah sebagai pengurus dan penjaga urusan umat. Khalifah mengurus dan mensejahterakan rakyat dengan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Prioritas akhirat menjadikan seorang pemimpin dalam Islam menjadi pribadi yang takut jika ia berbuat zalim kepada rakyatnya.

Negara yang menerapkan Islam kaffah menjamin kesejahteraan masyarakat berupa kebutuhan pokok, sandang, pangan, papan secara tidak langsung dan menjamin kebutuhan pokok publik berupa kesehatan, pendidikan dan keamanan secara langsung. Pembiayaan pemenuhan kesejahteraan masyarakat ini diambilkan dari sumber pemasukan baitul mal yang didapatkan dari pendapatan tetap seperti zakat, fa'i, ghanimah, kharaj, jizyah, 'usyr, hingga pengelolaan harta kepemilikan umum seperti sumber daya alam dan energi (SDAE).

Tinta emas kejayaan Islam telah mencatat kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mampu menyejahterakan rakyatnya hingga tidak didapati ada seorangpun yang berhak menerima zakat. Hal ini terjadi karena penerapan sistem Islam yang kaffah oleh negara yang di dalamnya terdapat sistem ekonomi yang berfokus pada umat.

Begitu juga kisah Khalifah Umar bin Khattab yang mau memanggul sendiri sekarung gandum dan bahan makanan lainnya untuk diberikan kepada seorang ibu dan dua orang anaknya yang tengah kelaparan. Ini ia lakukan sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai penguasa dan rasa sayang kepada rakyatnya.

Tidakkah kita merindukan sosok-sosok pemimpin sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab dan Khalifah Umar bin Abdul Aziz? Pemimpin seperti ini hanya akan lahir pada sistem atau kepemimpinan Islam. Sosok pemimpin seperti ini lah yang akan mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Karenanya, sudah semestinya kita memperjuangkan tegaknya Islam kembali dalam sebuah institusi negara.

Wallahu a'lam bisshowab

Posting Komentar

0 Komentar