AIR BERSI LANGKA, HARUS BERHARAP PADA SIAPA?


Oleh: Lathifa Rohmani
Muslimah Peduli Umat

Krisis air bersih masih menjadi masalah serius di berbagai wilayah Indonesia. Di Gili Ketapang, Probolinggo, warga terpaksa berebut air kemasan di pelabuhan karena terbatasnya pasokan air bersih. Krisis ini disebabkan oleh minimnya sumber air tawar di pulau tersebut, sehingga warga sangat bergantung pada distribusi dari luar daerah (Kompas, 3/12/2024).

Di Bengkalis, Riau, distribusi air bersih melalui jaringan PDAM baru mencapai 60 persen dari total kebutuhan masyarakat. Masih banyak warga yang bergantung pada air sumur atau membeli air galon, yang kualitasnya tidak selalu terjamin. Kondisi serupa juga terjadi di daerah Tanah Kali Kedinding, Surabaya, di mana pemasangan saluran air PDAM yang lambat memperburuk akses masyarakat terhadap air bersih (RRI, 3/12/2024; Jawa Pos, 3/12/2024)


Penyebab Krisis Air Bersih

Krisis air bersih yang melanda banyak wilayah di Indonesia bukan hanya disebabkan oleh faktor alam, tetapi juga akibat buruknya tata kelola sumber daya air. Salah satu penyebab utama adalah monopoli sumber mata air oleh industri. Banyak sumber mata air yang dikuasai oleh korporasi untuk tujuan komersial, sehingga akses masyarakat terhadap air bersih menjadi sangat terbatas.

Alih fungsi lahan juga menjadi kontributor besar dalam krisis air bersih. Hutan dan daerah resapan yang seharusnya berfungsi sebagai penyimpan dan penyuplai air tanah telah beralih menjadi kawasan industri, permukiman, atau perkebunan. Hal ini menyebabkan berkurangnya kapasitas tanah untuk menyerap air hujan, sehingga sumber air tanah kian menipis.

Pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) juga semakin memperburuk kondisi. Limbah industri, rumah tangga, dan aktivitas pertanian mencemari sungai yang menjadi sumber utama air bersih bagi masyarakat. Buruknya pengelolaan limbah dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kebersihan lingkungan membuat kualitas air semakin tidak layak konsumsi.

Sistem kapitalisme yang diterapkan merupakan akar masalah penyebab dari krisis air bersih. Dalam sistem ini, pengelolaan air cenderung berorientasi pada keuntungan daripada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Negara sering kali bertindak sebagai pedagang, bukan pelindung rakyat, dengan membebankan biaya tinggi untuk akses air bersih. Selain itu, minimnya pengawasan dan regulasi terhadap eksploitasi sumber daya air oleh korporasi menjadikan krisis ini semakin sulit diatasi.


Solusi dalam Islam

Islam memiliki pandangan yang jelas tentang pengelolaan sumber daya air. Dalam syariat Islam, air termasuk dalam milkiyah 'ammah (kepemilikan umum) yang tidak boleh dikuasai oleh individu atau korporasi untuk tujuan komersial. Rasulullah ï·º bersabda, "Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api." (HR Abu Dawud). Ini menegaskan bahwa air adalah hak dasar setiap individu yang harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat.

Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab penuh sebagai raa’in (pengurus) yang memastikan kebutuhan air bersih rakyat terpenuhi. Negara akan mengelola sumber-sumber air, seperti mata air, sungai, danau, dan laut, serta melarang monopoli oleh pihak swasta. Semua rakyat berhak mendapatkan akses air bersih secara gratis atau dengan biaya yang sangat terjangkau.

Untuk menjaga keberlanjutan pasokan air bersih, negara juga akan menetapkan himma (zona perlindungan) di daerah-daerah hulu dan resapan air. Pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan akan menjadi prioritas utama, dengan menanam kembali hutan yang rusak dan melarang aktivitas yang merusak ekosistem air.

Selain itu, negara Islam akan membangun infrastruktur modern untuk distribusikan air bersih. Sistem perpipaan yang terintegrasi akan dibangun untuk memastikan setiap individu masyarakat, baik di perkotaan maupun pedesaan, mendapatkan akses air bersih kapan saja. Teknologi terbaru, seperti desalinasi air laut atau pengolahan air hujan, akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas pasokan air bersih.

Dalam sejarah peradaban Islam, pengelolaan sumber daya air telah terbukti membawa manfaat besar bagi masyarakat. Pada masa Kekhalifahan, pemerintah membangun saluran irigasi, bendungan, dan sistem perpipaan yang canggih untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Semua ini dilakukan tanpa memungut biaya tinggi dari masyarakat, karena negara mengandalkan pendapatan dari baitul mal (kas negara) yang bersumber dari zakat, kharaj, dan pengelolaan sumber daya alam.


Khatimah

Krisis air bersih yang masih menghantui warga Indonesia merupakan bukti nyata kegagalan sistem kapitalisme dalam mengelola kebutuhan dasar rakyat. Sistem ini lebih memprioritaskan keuntungan daripada kesejahteraan masyarakat, sehingga banyak rakyat yang kesulitan mendapatkan akses air bersih yang layak.

Islam menawarkan solusi komprehensif untuk masalah ini. Dengan menjadikan air sebagai kepemilikan umum dan negara sebagai pengelolanya, kebutuhan air bersih rakyat dapat terpenuhi secara merata. Pengelolaan yang berbasis syariat Islam akan memastikan bahwa setiap individu mendapatkan haknya tanpa diskriminasi, dengan mengutamakan keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat.

Wallahu a'lam bish-shawwab.

Posting Komentar

0 Komentar