Oleh: Darul Iaz
Jurnalis Lepas
Pada tanggal 7 November 2024, protes terhadap proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 di Banten kian menguat. Tidak hanya sejumlah tokoh nasional di Jakarta yang menyuarakan penolakan, namun masyarakat sekitar lokasi proyek di Kabupaten Tangerang pun menggelar aksi protes atas dampak negatif yang dirasakan langsung oleh mereka. Proyek raksasa yang digadang sebagai simbol kemajuan ini kini menjadi sumber konflik antara masyarakat dan pengembang.
Pada hari yang sama, sebuah insiden tragis terjadi di Jl. Salembaran, Kecamatan Teluknaga. Seorang anak perempuan berusia 9 tahun terlindas truk pengangkut material proyek PIK 2. Kejadian ini sontak memicu kemarahan warga sekitar. Aksi protes spontan pun pecah, dengan warga yang merusak truk dan alat berat lainnya milik proyek. Peristiwa ini mencerminkan puncak kekesalan masyarakat yang telah lama merasa dirugikan oleh aktivitas proyek tersebut.
Konflik Proyek dan Kepentingan Masyarakat
Aktivitas truk pengangkut tanah untuk proyek PIK 2 berlangsung tanpa henti, 24 jam setiap hari, melanggar aturan jam operasional yang seharusnya hanya berlaku pada malam hingga dini hari. Berdasarkan Peraturan Bupati Tangerang Nomor 12 Tahun 2022, truk hanya diizinkan beroperasi mulai pukul 22.00 hingga pukul 05.00. Namun, aturan ini dilanggar, mengakibatkan masyarakat sekitar menderita polusi, kerusakan jalan, kemacetan, hingga kecelakaan.
Tindakan yang dilakukan pengembang proyek untuk mengejar target pembangunan PIK 2 dianggap tidak memperhatikan aspek keselamatan dan hak masyarakat. Keberadaan truk-truk besar di jalan-jalan kecil dan padat penduduk bukan hanya mengganggu kenyamanan, tapi juga menciptakan ancaman nyata bagi kehidupan warga sekitar.
Seruan Pembatalan PSN untuk PIK 2
Ahmad Khozinudin selaku Advokat, bersama sejumlah tokoh masyarakat seperti Letjen TNI (Purn) Fachrur Razi, Mayjen TNI (Purn) Soenarko, Letjen TNI (Mar) (Purn) Suharto, serta para aktivis nasional seperti Edy Mulyadi, Marwan Batubara, dan Refly Harun, menyatakan bahwa status Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk PIK 2 sebaiknya dicabut. Mereka menilai bahwa proyek ini hanya berfokus pada keuntungan komersial tanpa mempertimbangkan dampak terhadap masyarakat lokal dan lingkungan. Apabila status PSN dicabut, maka proyek tidak lagi dapat menggunakan UU No. 2/2012 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan publik, yang selama ini digunakan untuk mempercepat akuisisi lahan.
Tanpa dukungan hukum tersebut, masyarakat yang memiliki tanah di sekitar proyek akan lebih leluasa mempertahankan hak mereka, yang selama ini kerap ditekan oleh dalih kepentingan nasional. Jika proyek ini tidak dibatasi, ketidakpuasan publik bisa berujung pada ketidakstabilan sosial yang lebih luas.
Dampak Sosial dan Budaya Mengancam Identitas Banten
Proyek PIK 2 bukan hanya berisiko merugikan negara dari segi potensi pajak, namun juga mengancam budaya masyarakat setempat. Banten, sebagai daerah dengan sejarah panjang dan kental dengan budaya Islam, terancam kehilangan identitasnya akibat proyek-proyek besar yang didorong oleh motif keuntungan semata. Banyak masjid dan mushola yang terancam tergeser untuk lahan baru, sementara kehidupan kampung dan kebersamaan masyarakat terancam tergantikan oleh kawasan elit yang eksklusif dan bercorak hedonis.
Tradisi lokal seperti sholat berjamaah, pengajian, dan peringatan-peringatan keagamaan yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, kini berisiko punah digantikan oleh budaya konsumerisme.
Tuntutan Keadilan Terus Disuarakan
Dengan dampak yang begitu besar, baik secara ekonomi, sosial, maupun budaya, masyarakat bersama tokoh-tokoh nasional menyerukan agar proyek PIK 2 dihentikan sementara dan dievaluasi. Tragedi yang menimpa seorang anak tidak boleh diabaikan begitu saja. Pengembang proyek diharapkan memiliki empati dan kesadaran sosial, bukan sekadar mengejar keuntungan. Ini adalah momen bagi pemerintah dan pengembang untuk berkomitmen kembali pada kesejahteraan rakyat dan memastikan bahwa pembangunan tidak menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat setempat.
Sebagaimana diutarakan para tokoh, proyek ini harus dipertimbangkan kembali agar tidak menjadi simbol keserakahan, tetapi justru menjadi contoh bahwa pembangunan bisa selaras dengan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat.
0 Komentar