Oleh: Rika DN
Penyumbang Pajak Negara
Baru-baru ini, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani, menyatakan bahwa kebijakan tax holiday atau pembebasan pajak korporasi diperpanjang oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Rosan mengklaim bahwa kebijakan ini berdampak besar pada peningkatan investasi hingga 25%. Dalam pandangan pemerintah, tax holiday diharapkan menarik minat investor untuk menanamkan modal di Indonesia, sehingga mempercepat laju investasi dalam sektor-sektor strategis.
Namun, kebijakan ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Mereka menilai bahwa kebijakan tax holiday hanya menguntungkan para pengusaha besar dan investor asing yang ingin menguasai sumber daya alam (SDA) Indonesia dan meraup keuntungan dari pasar yang sangat besar. Padahal, rakyat kecil justru semakin terbebani dengan kebijakan pajak yang tidak adil.
Rakyat Terhimpit Pajak, Pengusaha Besar Mendapatkan "Libur Pajak"
Kisah yang dialami oleh Pramono, seorang pengepul susu perah dari Boyolali, adalah salah satu contoh nyata ketidakadilan dalam sistem perpajakan di Indonesia. Akibat kebijakan pajak yang keras bagi rakyat kecil, rekening Pramono diblokir oleh bank atas permintaan otoritas pajak karena ia dinilai memiliki tunggakan pajak. Di sisi lain, para pengusaha besar justru mendapatkan kebebasan pajak melalui tax holiday. Kontras ini menunjukkan bahwa kebijakan pajak yang berlaku saat ini sangat tidak adil bagi masyarakat kecil yang justru harus berjuang keras dalam keseharian mereka.
Pajak Sebagai Tulang Punggung
APBN 2025 ditetapkan dengan pendapatan negara sebesar Rp3.005,12 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp2.490,91 triliun atau mayoritas pendapatan negara, bersumber dari penerimaan sektor perpajakan, sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak hanya Rp513,64 triliun. Di sisi lain, belanja negara mencapai Rp3.621,31 triliun, dengan defisit sebesar 2,53% atau sekitar Rp616,2 triliun. Defisit ini biasanya ditutup dengan utang yang pada akhirnya akan dibebankan kepada rakyat melalui pembayaran pajak di tahun berikutnya. Jika model ini terus berlangsung, pajak akan selalu menjadi beban utama masyarakat tanpa ada solusi yang berpihak pada rakyat.
Potensi Pendapatan dari Sumber Daya Alam
Jika negara mengelola sumber daya alam (SDA) yang dimiliki dengan baik sesuai prinsip-prinsip syariah, maka potensi pendapatan yang sangat besar bisa dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan APBN tanpa harus mengandalkan pajak dari rakyat. Berdasarkan data, Indonesia memiliki cadangan SDA yang melimpah, di antaranya:
1. Batubara: Cadangan hingga 37,6 miliar ton dengan harga jual saat ini bisa menghasilkan pendapatan potensial sebesar Rp167.840,57 triliun. Dari produksi tahunan yang mencapai 687 juta ton, potensi pendapatan per tahun sebesar Rp3.007 triliun.
2. Gas Alam: Cadangan gas alam Indonesia mencapai 62 miliar MMbtu dengan potensi pendapatan total sebesar Rp5.635 triliun. Dari produksi tahunan sebesar 2,1 miliar MMbtu, diperoleh pendapatan per tahun Rp483 triliun.
3. Emas: Dengan cadangan 2.600 ton dan harga jual yang tinggi, Indonesia memiliki potensi pendapatan dari emas sebesar Rp167.840,57 triliun. Dari produksi emas sebesar 70 ton per tahun, potensi pendapatan mencapai Rp63 triliun per tahun.
4. Nikel: Indonesia memiliki cadangan nikel sebesar 81 juta ton dengan potensi pendapatan total Rp20.568,64 triliun. Dari produksi tahunan sebesar 1,6 juta ton, potensi pendapatan per tahun mencapai Rp659 triliun.
Total potensi pendapatan dari empat sektor tambang saja mencapai Rp356.255,42 triliun dari cadangan keseluruhan, sementara potensi pendapatan per tahun dari produksi mencapai Rp4.212 triliun. Jumlah ini sangat cukup untuk menutup kebutuhan APBN 2025 yang hanya Rp3.621,31 triliun, bahkan lebih dari cukup untuk surplus.
Pengelolaan SDA Sesuai Syariah
Andai saja negara menerapkan syariah Islam dalam pengelolaan SDA, pajak tidak perlu lagi menjadi instrumen utama APBN. Berdasarkan prinsip syariah, SDA yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara sebagai wakil umat dan dimanfaatkan hasilnya untuk kepentingan seluruh rakyat. Ini juga sejalan dengan masukan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang menyarankan agar negara fokus pada pengelolaan tambang dan sektor vital lainnya untuk memastikan kesejahteraan rakyat.
Dengan pendekatan ini, pengusaha dan rakyat bisa terbebas dari beban pajak yang berlebihan. Ekonomi negara akan berkembang pesat karena roda ekonomi bisa bergerak lebih dinamis tanpa hambatan pajak yang membebani. Dalam jangka panjang, kesejahteraan rakyat akan meningkat, pengusaha pun dapat beroperasi dengan lebih leluasa, dan stabilitas ekonomi negara terjaga.
Kesimpulan
Kebijakan tax holiday untuk investor besar dan pajak yang membebani rakyat kecil menunjukkan adanya ketimpangan dalam sistem ekonomi saat ini. Negara lebih mengutamakan kepentingan investor asing dan korporasi besar, sementara rakyat kecil terus menjadi korban kebijakan yang tidak adil. Melalui pengelolaan SDA yang mengikuti prinsip syariah, negara sebenarnya bisa memenuhi kebutuhan APBN tanpa perlu membebani rakyat dengan pajak. Model ini menawarkan solusi alternatif untuk menciptakan keadilan ekonomi yang sejati bagi seluruh rakyat Indonesia.
0 Komentar