Oleh: Ummu Haidar
Penuis Lepas
Ratusan peternak sapi perah, peloper, hingga pengepul susu sapi di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, menggelar aksi membuang susu buat mandi di Tugu Patung Susu Tumpah Kota Boyolali, Sabtu (9/11).
Aksi tersebut sebagai bentuk protes mereka lantaran banyaknya susu yang ditolak masuk industri pengolahan susu (IPS) dengan dalih adanya pembatasan masuk susu mentah ke pabrik (kumparan .com, 09-11-2024).
Sebuah Ironi
Aksi tersebut dipicu adanya dugaan bila industri pengolahan susu (IPS) lebih suka impor bubuk susu atau skim daripada menyerap susu segar dari peternak lokal. Alhasil produksi susu segar dari peternak lokal tidak terserap maksimal.
Susu skim harganya lebih murah dibandingkan susu segar yang dihasilkan peternak lokal. Banjir susu impor disebabkan karena produk susu tidak dikenakan bea masuk dan pajak PPN. Kondisi ini membuat peternak rentan lantaran tidak diproteksi pemerintah.
Menurut data Kementan, ketersediaan susu untuk konsumsi nasional selama 2012-2021 ditopang oleh susu sapi lokal 2,96kg/kapital dan susu impor 11,23kg/kapital. Setara dengan pasar susu nasional 20% dipenuhi oleh lokal dan 80% dipenuhi impor. Alasannya susu lokal belum memenuhi standar.
Sungguh kondisi yang ironis. Mengingat komoditas susu digadang-gadang masuk dalam program strategis nasional yakni makan bergizi gratis (MBG), Tapi bukannya jadi komoditas andalan. Pasokan susu program MBG justru dikabarkan akan diisi oleh investor Vietnam sebanyak 1,8 juta ton dan perusahaan Qatar yang siap memproduksi 2 juta ton susu per tahun di Indonesia.
Dampaknya hilirisasi susu yang dianggap sebagai solusi, justru makin membuat peternak susu lokal kian terpuruk. Karena dipaksa bertarung ketat dengan para pemodal besar. Kebijakan negara yang ada kian mengukuhkan betapa susu impor disayang, sedang susu lokal dibuang-buang untuk sekedar mendapat perhatian.
Problem Sistemik
Kebijakan negara yang tidak berpihak pada para peternak susu, sebaliknya lebih berpihak pada kebijakan impor yang melibatkan para pemburu rente yang ingin menghasilkan keuntungan dari impor susu. Merupakan wujud dari buruknya penerapan sistem ekonomi kapitalisme, yang senantiasa berpihak pada pemilik modal.
Dilain sisi, hilirisasi susu yang ditujukan untuk mencapai swasembada secara penuh dalam memenuhi kebutuhan susu nasional. Namun sejatinya justru merupakan wujud liberalisasi susu. Perusahaan asing bisa langsung mendirikan pabrik maupun memiliki lahan produksi di negeri kita. Persaingan dengan peternak lokal dipastikan kian ketat.
Stabilitas harga susu akan sulit tercapai. Melimpahnya stok susu impor di pasaran akan membuat harga susu lokal tertekan. Hingga peternak lokal kian sulit bertahan di bisnis susu.
Sistem ekonomi Kapitalisme-liberal melahirkan penguasa yang abai, dzalim dan senantiasa berhitung untung rugi saat menjalankan amanat kekuasaannya. Aksi buang susu membuktikan ketersediaan susu dari peternak lokal melimpah. Namun muncul klaim bahwa 80% kebutuhan susu, justru dipenuhi dari impor. Hal yang menegaskan bahwa, negara enggan mengakomodasi produksi susu lokal dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya membuka kran impor sebesar-besarnya dengan kebijakan bea masuk 0%. Tak perduli meski peternak lokal berpotensi gulung tikar. Asal ada keuntungan yang didapatkan.
Islam Menjamin Ketahanan Pangan
Islam memandang susu sebagai kebutuhan pokok. Negara wajib menjamin agar rakyat bebas dan mudah mengaksesnya. Kebutuhan akan susu merupakan bagian dari ketahanan pangan yang menjadi tanggung jawab negara untuk mengakomodasinya. Khilafah akan senantiasa memberikan solusi terbaik sesuai dengan syariat. Demi terwujudnya kemaslahatan umat. Dalam hal ini para peternak sapi perah lokal.
Negara menjamin nasib peternak lokal, khilafah akan mewujudkan stabilitas harga susu. Meskipun ada keberadaan susu impor di pasar dalam negeri. Khilafah akan menjamin bahwa keberadaan susu impor tidak akan berdampak negatif bagi harga susu lokal. Caranya dengan membatasi kuota impor ataupun menghentikan impor saat kebutuhan dalam negeri telah tercukupi. Pada waktu yang bersamaan negara akan berusaha merevitalisasi di sektor peternakan dalam negeri. Guna mencegah ketergantungan pada impor dan menghadirkan kesejahteraan rakyat.
Perekrutan pejabat negara dipilih berdasarkan kualifikasi amanah, taat dan berintegritas. Mereka paham benar bahwa jabatan adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan. Mencurahkan kemampuan terbaik bagi kejayaan Islam dan umat akan senantiasa jadi semangat yang tak pernah padam.
Khilafah bertanggungjawab juga dalam peningkatan kesejahteraan rakyat individu per individu. Sehingga rakyat memiliki daya beli yang baik dalam memenuhi kebutuhannya menurut standar kecukupan gizi optimal. Rakyat secara otomatis terhindarkan dari kerawanan pangan dan kelaparan.
Wallahu a'lam bish shawab.
0 Komentar