Oleh: Diaz
Penulis Lepas
Keputusan pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai Januari 2025 memicu gelombang kritik. Kebijakan ini dinilai memberatkan rakyat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya pasca-pandemi COVID-19.
Selama Januari hingga Agustus 2024, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 46.240 pekerja terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selain itu, daya beli masyarakat terus mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir. Kenaikan PPN yang terus terjadi dapat dipastikan akan memukul semua lapisan masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah yang akan semakin terpuruk.
Dalam sistem kapitalisme, pajak sering menjadi solusi utama untuk menutup defisit anggaran akibat beban utang negara. Akibatnya, rakyat dipaksa menanggung beban tambahan melalui berbagai jenis pungutan pajak, termasuk PPN.
Pandangan Islam tentang Pajak
Dalam Islam, memungut pajak dari rakyat, apalagi saat mereka dalam kesulitan, adalah tindakan zalim yang dilarang. Allah ﷻ berfirman:
...وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Janganlah kalian memakan harta di antara kalian dengan jalan yang batil...” (QS. Al-Baqarah [2]: 188).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini melarang segala bentuk kezaliman dan perampasan harta, termasuk oleh penguasa . Rasulullah ﷺ bahkan menegaskan:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ
“Tidak akan masuk surga pemungut pajak (cukai)” (HR Ahmad, Abu Dawud, dan Al-Hakim).
Sebagai pelayan rakyat, pemimpin dalam Islam seharusnya mengurus rakyatnya dengan amanah, bukan malah memalak mereka. Rasulullah ﷺ bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Solusi Ekonomi Islam
Sistem Islam melalui Khilafah memiliki mekanisme untuk mengelola perekonomian tanpa membebani rakyat dengan pajak. Sumber pemasukan negara berasal dari harta milik umum, zakat, dan aset negara lainnya yang dikelola sesuai syariat.
Harta milik umum, seperti tambang, minyak, dan sumber daya alam lainnya, wajib dikelola oleh negara demi kemaslahatan rakyat. Rasulullah ﷺ bersabda:
النَّاسُ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ: الْمَاءِ، وَالْكَلَأِ، وَالنَّارِ
“Manusia berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api (energi)” (HR Abu Dawud).
Potensi Kekayaan Indonesia Jika Dikelola Syariah
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Jika dikelola optimal sesuai syariah, potensi penerimaan negara sangat besar:
- Minyak Mentah: Laba potensial Rp183 triliun;
- Gas Alam: Laba potensial Rp136 triliun;
- Batubara: Laba potensial Rp2.002 triliun;
- Emas: Laba potensial Rp29 triliun;
- Tembaga: Laba potensial Rp159 triliun;
- Nikel: Laba potensial Rp189 triliun;
- Hutan: Laba potensial Rp1.000 triliun;
- Kelautan: Laba potensial Rp1.040 triliun.
Total potensi laba dari delapan sektor ini mencapai Rp5.510 triliun, jauh melebihi kebutuhan APBN yang hanya sekitar Rp3.000 triliun.
Kesimpulan
Kebijakan pajak yang menindas rakyat mencerminkan kegagalan sistem kapitalisme. Islam menawarkan solusi dengan sistem ekonomi yang berbasis syariah, menjadikan negara mampu memenuhi kebutuhan rakyat tanpa harus memalak mereka dengan pajak.
Sejarah Khilafah Islam selama lebih dari 13 abad menjadi bukti nyata keberhasilan sistem ini dalam menciptakan kesejahteraan. Saatnya umat kembali kepada syariat Islam sebagai solusi hakiki untuk mengatasi berbagai permasalahan bangsa.
Footnote:
- Kementerian Ketenagakerjaan, Satudata.kemnaker.go.id, 20 September 2024.
- Tempo.co, 17 Oktober 2024.
- Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Jilid 1, Halaman 521.
- HR Ahmad, Abu Dawud, dan Al-Hakim.
- HR al-Bukhari dan Muslim.
- Syaikh Abdul Qadim Zallum, Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah, Halaman 30.
- HR Abu Dawud.
- Shanghai Metal Market, 16 Juli 2023; www.fahmiamhar.com.
- Muis, Al-Waie, Edisi Maret 2024.
0 Komentar