Oleh: Arslan
Penulis Lepas
Muhammad Said Didu, yang dikenal sebagai "Manusia Merdeka," kembali menjadi sorotan. Ia dijadwalkan menjalani pemeriksaan oleh Penyidik Kepolisian Resort Kabupaten Tangerang pada Selasa, 19 November 2024. Kabar tersebut beredar melalui berbagai platform media sosial dan grup WhatsApp dalam bentuk surat terbuka. Alasan pemeriksaan ini diduga terkait laporan sejumlah pihak yang menggunakan dalih pelanggaran UU ITE, sebuah pasal kontroversial yang sering digunakan untuk membungkam aktivis dan ulama.
UU ITE: Pasal Karet untuk Pembungkaman
Meski Indonesia telah memasuki era pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo, penggunaan UU ITE untuk membungkam kebebasan berpendapat masih terus berlanjut. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa oligarki tetap mencengkeram kuat negeri ini.
Pasal-pasal karet dalam UU ITE kerap dijadikan senjata untuk meredam kritik terhadap penguasa atau pihak yang diuntungkan oleh sistem. Dalam kasus ini, laporan terhadap Said Didu diduga kuat tidak lepas dari tekanan pihak-pihak yang merasa kepentingannya terganggu.
Di Balik Laporan terhadap Said Didu
Ada dugaan kuat bahwa laporan tersebut memiliki kaitan erat dengan pengusaha Sugiyanto Kusuma, atau yang lebih dikenal dengan nama Aguan. Sebagai pengembang utama proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Aguan adalah salah satu pihak yang paling diuntungkan dari proyek ini.
Proyek PIK 2 telah lama dikritik karena caranya merampas tanah rakyat demi keuntungan segelintir elit. Dengan statusnya sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), Aguan dapat dengan mudah menggunakan perangkat hukum dan birokrasi untuk mengamankan kepentingannya. Tak heran jika Said Didu, yang lantang mengkritik kezaliman ini, menjadi target pembungkaman.
Said Didu: Suara Merdeka yang Langka
Said Didu adalah sosok yang tidak hanya pintar, tetapi juga berani. Ia tidak gentar menyuarakan kritik meskipun tahu risikonya besar. Di tengah banyaknya tokoh yang memilih bungkam atas kezaliman, keberanian Said Didu adalah sesuatu yang langka dan istimewa.
Sayangnya, masih banyak orang yang memilih diam, meskipun mereka menyadari kezaliman yang terjadi. Mereka terjebak dalam kenyamanan grup WhatsApp, hanya berani berdiskusi tanpa aksi nyata. Padahal, kezaliman tidak akan berhenti jika tidak ada perlawanan.
Mengapa Kita Harus Bersama Said Didu?
Kita tidak boleh menjadi bagian dari mereka yang hanya puas dengan nasihat motivasi atau hidup di "langit kenikmatan" tanpa menjejakkan kaki di bumi penuh masalah. Membela Said Didu berarti membela kemerdekaan berpikir dan berbicara, serta melawan sistem yang menindas rakyat kecil.
Kezaliman yang terjadi, seperti perampasan tanah di PIK 2, adalah contoh nyata bagaimana oligarki memanfaatkan kekuasaan untuk keuntungan pribadi. Perlawanan terhadap ini bukan hanya tanggung jawab Said Didu, tetapi tanggung jawab kita bersama.
Penutup
Said Didu adalah simbol perlawanan terhadap oligarki dan kezaliman. Mendukungnya berarti mendukung kebebasan, keadilan, dan hak rakyat. Saatnya kita berdiri bersama, menjadi manusia merdeka yang sebenar-benarnya merdeka. Bersama Said Didu, kita lawan kezaliman!
0 Komentar