Oleh: Diaz
Penulis Lepas
Donald Trump dari Partai Republik berhasil kembali ke Gedung Putih setelah memenangkan Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) 2024. Berpasangan dengan JD Vance, ia mengantongi 277 suara elektoral, unggul jauh dari pesaingnya, Kamala Harris, yang hanya meraih 223 suara elektoral. Dengan kemenangan ini, Trump resmi menjadi Presiden ke-47 AS.
Kemenangan ini tidak lepas dari kondisi pemerintahan sebelumnya di bawah Presiden Joe Biden (Partai Demokrat), yang dinilai gagal. Masalah ekonomi, lonjakan imigrasi, dan dukungan tanpa henti terhadap Zionis Yahudi yang bertanggung jawab atas genosida di Gaza dan serangan ke Lebanon, Suriah, serta Yaman menjadi amunisi utama Trump untuk menjatuhkan lawannya. Ia bahkan meraih simpati pemilih Muslim dengan janji menghentikan peperangan dan memulihkan perdamaian global.
Realitas Dukungan AS pada Zionis Yahudi
Namun, sejarah mencatat bahwa dukungan AS kepada Zionis Yahudi tetap menjadi kebijakan lintas presiden, baik dari Partai Demokrat maupun Republik. Faktor utama di balik kebijakan ini adalah:
1. Lobi Yahudi yang Kuat
Organisasi seperti American Israel Public Affairs Committee (AIPAC), Anti-Defamation League, dan media besar yang dikuasai Yahudi memiliki pengaruh signifikan dalam politik AS. Penelitian Benjamin Ginsberg dari University of Chicago menunjukkan bahwa meskipun Yahudi hanya 2% dari populasi AS, mereka menguasai sektor ekonomi, media, dan politik secara dominan.
2. Kepentingan Strategis AS
AS memanfaatkan Zionis Yahudi untuk menjaga kepentingannya di Timur Tengah, seperti mengendalikan minyak, menekan negara-negara Arab, dan melawan kelompok Islam yang dianggap ancaman.
Selama ini, presiden AS termasuk Trump telah membuktikan loyalitasnya kepada Zionis melalui berbagai kebijakan, seperti mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, mendukung pendudukan Dataran Tinggi Golan, serta mempromosikan “Deal of the Century” yang menguntungkan Zionis.
Islam dan Kebijakan Trump
Donald Trump sendiri memiliki rekam jejak kebijakan anti-Islam, termasuk menerapkan “Muslim Ban” pada 2017, yang melarang masuknya warga dari sejumlah negara Muslim. Bahkan, dia menyebut kelompok perjuangan seperti Hamas sebagai teroris, dan terus memandang Islam sebagai ancaman.
Islamofobia juga meningkat tajam selama masa kepemimpinannya. Data Council on American-Islamic Relations (CAIR) menunjukkan bahwa kejahatan berbasis kebencian terhadap Muslim naik hingga 91% pada 2017. Dengan fakta-fakta ini, sulit membayangkan perubahan berarti dalam kebijakan luar negeri AS terkait Islam dan Palestina.
Tugas Umat Islam
Allah ﷻ telah mengingatkan bahaya memberikan loyalitas kepada kaum kafir:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصٰرٰٓى اَوْلِيَاۤءَ ۘ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاِنَّهٗ مِنْهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(mu); mereka satu sama lain saling melindungi. Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-Ma'idah Ayat 51)
Kaum Muslim harus memahami bahwa AS, sebagai negara kafir penjajah, tidak akan berhenti memusuhi Islam. Dukungan AS terhadap genosida di Gaza, yang telah menewaskan puluhan ribu warga sipil, menjadi bukti nyata.
Solusinya adalah kaum Muslim wajib membangun kekuatan mandiri dengan bersatu di bawah satu kepemimpinan Islam global, yakni Khilafah. Persatuan ini akan memanfaatkan seluruh potensi umat populasi, sumber daya alam, hingga kekuatan militer untuk melawan penjajahan dan menegakkan keadilan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
لاَ يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ
Tidak selayaknya seorang Mukmin dipatuk ular dari lubang yang sama sebanyak dua kali. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Kesimpulan
Kemenangan Trump tidak akan membawa perubahan berarti dalam kebijakan AS terhadap Islam. Oleh karena itu, umat Islam tidak boleh lagi berharap kepada negara-negara Barat penjajah seperti AS. Hanya dengan bersatu di bawah naungan Khilafah, umat Islam dapat melindungi diri dari berbagai konspirasi dan kembali menjadi umat terbaik di dunia.
0 Komentar