MENYOAL TUNJANGAN RUMAH DINAS BAGI ANGGOTA DPR


Oleh: Rina Herlina
Muslimah peduli umat

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan bahwa negara saat ini boros hingga Rp 2 triliun jika rumah dinas DPR diganti dengan tunjangan perumahan.

Dilansir dari Kompas.com, ICW menyampaikan bahwa kebijakan pemberian tunjangan perumahan untuk anggota DPR periode 2024-2029 ini merupakan bentuk pemborosan uang negara. ICW juga menilai kebijakan tersebut sebagai salah satu bentuk pemborosan yang tidak memihak kepentingan rakyat. Hal ini disampaikan oleh peneliti ICW, Seira Tamara, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (11/10/2024).

Seira menyampaikan bahwa total pemborosan anggaran yang dikeluarkan untuk tunjangan perumahan anggota DPR berkisar antara Rp 1,36 triliun hingga Rp 2,06 triliun dalam jangka waktu lima tahun ke depan.

ICW menduga bahwa pemberian tunjangan perumahan bagi anggota DPR tersebut hanya untuk memperkaya anggota dewan. Pasalnya, tunjangan tersebut akan ditransfer langsung ke rekening pribadi masing-masing anggota dewan. ICW melakukan kalkulasi dengan perkiraan tunjangan sebesar Rp 50 juta hingga Rp 70 juta per anggota DPR, yang berjumlah 580 orang, selama 60 bulan (5 tahun) ke depan.

Sungguh sangat mencengangkan melihat fakta pemberian tunjangan rumah dinas untuk anggota DPR yang mencapai sekitar Rp 2 triliun. Ini menambah panjang daftar fasilitas yang diterima oleh anggota dewan. Dengan tunjangan yang begitu fantastis, rakyat berharap fasilitas tersebut dapat mempermudah peran anggota dewan sebagai wakil rakyat dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur aspirasi rakyat.

Namun, melihat realitas sebelumnya, mungkinkah harapan rakyat dapat terwujud? Apakah mereka dapat optimal menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat? Terlebih lagi, dengan fasilitas yang diberikan berupa uang tunjangan yang besar, banyak yang beranggapan bahwa ini hanya menjadi pemborosan anggaran negara. Apalagi, dana tersebut ditransfer langsung ke rekening pribadi masing-masing anggota dewan, sehingga wajar jika ada anggapan bahwa tunjangan tersebut hanya untuk memperkaya mereka.

Di sisi lain, tunjangan tersebut sangat ironis jika dibandingkan dengan keadaan yang dihadapi rakyat saat ini. Banyak rakyat yang menghadapi masalah besar, seperti kesulitan dalam memperoleh tempat tinggal. Tak sedikit rakyat yang hidup dalam kemiskinan, bahkan ada yang tinggal di kolong-kolong jembatan. Mereka yang ingin memiliki rumah harus menabung dalam jangka waktu yang lama, mengingat harga rumah yang semakin mahal, ditambah dengan biaya bahan bangunan yang juga terus meningkat.

Keadaan masyarakat saat ini semakin sulit dengan perekonomian yang tidak mendukung. Gaji UMR yang tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari, ditambah dengan harga sembako yang mahal, membuat kehidupan semakin berat. Biaya pendidikan yang tinggi juga menambah beban masyarakat. Selain itu, banyak pekerja pabrik yang di-PHK, yang semakin memperburuk kondisi ekonomi mereka. Banyak dari mereka yang tinggal di kontrakan dengan penghasilan yang sangat terbatas.

Ironis sekali, di tengah kesulitan hidup yang dialami oleh rakyat, anggota dewan justru tampak menghamburkan uang negara dengan alasan untuk mendukung kinerja mereka. Padahal, rakyat sangat membutuhkan perhatian dan bantuan.

Inilah potret sistem demokrasi kapitalis yang lebih mementingkan kepentingan segelintir orang daripada kepentingan rakyat banyak. Seharusnya, negara hadir untuk mengayomi rakyat, namun kenyataannya, yang terjadi justru sebaliknya.

Jika sistem Islam diterapkan, maka berbeda halnya. Dalam Islam, ada Majelis Ummah yang merupakan wakil rakyat. Namun, peran dan fungsinya berbeda dengan anggota dewan dalam sistem demokrasi. Di dalam sistem Islam, anggota Majelis Ummah benar-benar mewakili umat dan menjalankan tugasnya dengan dasar keimanan dan kesadaran sebagai wakil rakyat yang bertanggung jawab untuk menyampaikan aspirasi rakyat.

Mereka melaksanakan tugas ini dengan penuh amanah karena mereka sadar bahwa tugas ini adalah tanggung jawab yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah ï·». Mereka berusaha semaksimal mungkin untuk menciptakan kesejahteraan dan kedamaian bagi rakyat tanpa memanfaatkan posisi mereka untuk kepentingan pribadi.

Dalam sistem Islam, juga ada aturan yang jelas mengenai pengelolaan harta, kepemilikan, dan pemanfaatannya. Semua ini akan terwujud jika Daulah Islam diterapkan kembali.

Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar