Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Kisah pilu Pramono, seorang pengusaha susu dari Boyolali, Jawa Tengah, menyuarakan jeritan rakyat kecil yang terjerat pajak. Pramono terpaksa menghentikan usahanya setelah rekening usahanya diblokir oleh otoritas pajak, menghambat akses dana senilai Rp670 juta yang sebagian besar milik 1.300 peternak sapi perah mitranya. Kejadian ini menggambarkan beban berat yang dipikul oleh rakyat kecil akibat sistem pajak yang diterapkan saat ini.
Seperti yang dialami Pramono, rakyat dipaksa menanggung beban pajak, sementara kekayaan alam yang melimpah dikuasai oleh swasta, bahkan pihak asing. Pajak yang seharusnya menjadi sumber pendapatan negara justru sering kali menjadi beban bagi rakyat, menciptakan relasi kontradiktif antara negara dan rakyatnya. Saat pendapatan pajak negara meningkat, penderitaan rakyat pun ikut meningkat, karena rakyat menjadi pihak yang dipungut pajak.
Potensi Kekayaan Alam Sebagai Solusi
Indonesia memiliki sumber daya alam (SDA) yang sangat besar, terutama di sektor pertambangan. Cadangan tambang Indonesia sangat besar dan cukup untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa perlu memberatkan rakyat melalui pajak. Berikut adalah beberapa potensi pendapatan negara dari sektor tambang:
- Batubara: Indonesia memiliki cadangan batubara sebesar 37,6 miliar ton, dengan potensi pendapatan tahunan mencapai Rp3.007 triliun.
- Gas Alam: Dengan cadangan gas alam mencapai 62 miliar MMbtu, pendapatan dari gas alam per tahun diperkirakan mencapai Rp483 triliun.
- Emas: Cadangan emas Indonesia yang sebesar 2.600 ton dapat menghasilkan pendapatan tahunan sekitar Rp63 triliun.
- Nikel: Cadangan nikel mencapai 81 juta ton dengan pendapatan tahunan sekitar Rp659 triliun.
Secara total, potensi pendapatan dari sektor-sektor ini mencapai Rp4.212 triliun per tahun. Ini cukup bahkan berlebih untuk membiayai APBN yang berjumlah sekitar Rp3.000 triliun per tahun.
Pemanfaatan SDA untuk Kesejahteraan Rakyat
Sayangnya, kekayaan dari SDA Indonesia ini justru dikelola oleh swasta dan asing, sehingga rakyat tidak merasakan langsung manfaatnya. Keuntungan dari sektor tambang dinikmati oleh korporasi besar dan elit tertentu. Kondisi ini bertolak belakang dengan konsep syariat Islam, di mana SDA yang termasuk dalam kategori milik umum (Al Milkiyatul Ammah) seharusnya dikelola oleh negara melalui BUMN. Dengan demikian, hasil pengelolaan SDA ini akan digunakan untuk kesejahteraan rakyat tanpa perlu membebani rakyat dengan pajak.
Syariat Islam Sebagai Solusi Kesejahteraan Tanpa Pajak
Jika Indonesia menerapkan syariat Islam dalam pengelolaan SDA, sektor tambang bisa menjadi sumber utama pemasukan APBN. Pendapatan negara akan meningkat tanpa memungut pajak, dan kesejahteraan rakyat dapat ditingkatkan karena banyaknya program negara yang bisa dibiayai oleh APBN. Dalam sistem ini, negara bertindak sebagai pengelola yang mewakili umat, dan hasil SDA dikelola sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat.
Dengan mengalihkan sumber pemasukan negara dari pajak ke SDA, pemerintah bisa mengurangi beban pajak rakyat dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Kasus Pramono dan banyak kisah serupa lainnya bisa dihindari jika pendapatan negara tidak bergantung pada pajak yang memberatkan rakyat.
Penutup
Kisah seperti yang dialami Pramono menyadarkan kita tentang perlunya solusi alternatif dalam mengelola sumber pemasukan negara. Pemanfaatan SDA sebagai sumber utama APBN, sebagaimana diatur dalam syariat Islam, menawarkan jalan yang tidak hanya menguntungkan negara tetapi juga meringankan beban rakyat. Sudah saatnya kita mempertimbangkan perubahan sistemik demi tercapainya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
0 Komentar