Oleh: Alex Syahrudin
Penulis Lepas
Langkah Google untuk memblokir hingga 17 saluran YouTube pro-Rusia berujung pada denda besar senilai USD 20 desilion atau USD 20 miliar triliun. Keputusan ini menunjukkan bahwa teknologi saat ini tak terlepas dari keberpihakan ideologi tertentu. Hal ini ditegaskan oleh Analis Media Sosial dan Islamic Inspirator, Rizqi Awal, yang menyatakan bahwa kondisi realita teknologi hari ini sangat dipengaruhi oleh ideologi tertentu. “Ini menunjukkan betapa kondisi realita kehidupan teknologi kita hari ini tidak terlepas dari ideologi tertentu,” ujarnya dalam wawancara dengan Media Umat, Senin (4/11/2024).
Google, sebagai perusahaan teknologi asal Amerika Serikat, dikenal berpegang pada prinsip-prinsip kapitalisme. Keberpihakan Google semakin terlihat dalam konflik Rusia-Ukraina, di mana AS, negara asal Google, secara terbuka mendukung Ukraina. Wakil Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, menyatakan bahwa dukungan negaranya terhadap Ukraina bukanlah bantuan amal, melainkan demi kepentingan strategis AS. “Amerika Serikat mendukung Ukraina, bukan karena alasan amal. Namun karena hal tersebut merupakan kepentingan strategis kami,” ujar Harris pada konferensi pers bersama Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Gedung Putih, Kamis (26/9).
Ketidaknetralan Google juga terlihat dari kebijakan platformnya, seperti YouTube, yang sering menghapus konten pro-Palestina. Langkah ini semakin intensif sejak serangan mendadak Hamas dalam Operasi Badai al-Aqsha pada Oktober 2023, yang merupakan aksi terbesar melawan Israel sejak Perang Yom Kippur pada 1973. Di sisi lain, platform sosial media seperti Facebook, Instagram, dan Twitter (X) lebih condong mendukung narasi pro-Israel. Situasi ini menunjukkan bahwa teknologi yang dibangun oleh Barat cenderung berpihak kepada kepentingan mereka. “Teknologi yang dibangun oleh Barat, apa pun itu, tentu tidak akan bersifat netral,” tambah Rizqi.
Menurut Rizqi, dalam konteks Khilafah Islam yang diprediksi akan tegak kembali berdasarkan janji Allah ï·» dan kabar gembira dari Rasulullah ï·º, kemungkinan besar mesin pencarian seperti Google tak akan lagi digunakan. Sebaliknya, Khilafah akan mengembangkan teknologi yang lebih canggih dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Seiring berkembangnya kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), teknologi masa depan di bawah naungan Khilafah diperkirakan akan mencakup sistem yang mampu meniru kecerdasan manusia. AI berpotensi menjadi teknologi yang memungkinkan komputer untuk belajar dari pengalaman, mengidentifikasi pola, dan menyelesaikan tugas-tugas kompleks dengan cepat dan efisien.
“Di masa mendatang, teknologi tentu akan semakin berkembang, bukan sekadar mesin pencarian, tetapi juga mungkin lebih maju seperti AI sekarang. Siapa yang bisa tahu?” pungkas Rizqi.
Teknologi di bawah Khilafah diproyeksikan akan membawa perubahan signifikan, mengembangkan alat yang lebih bersahabat dengan umat dan selaras dengan prinsip-prinsip keadilan, independen dari pengaruh ideologi kapitalis atau kepentingan politik negara tertentu.
0 Komentar