KEBANGGAN ANAK BANGSA DARI PINDAD MAUNG, FAKTA ATAUKAH ILUSI?


Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik 

Mobil Pindad Maung, yang rencananya akan dijadikan kendaraan bagi para menteri dan pejabat, tengah menjadi sorotan tajam. Kendaraan yang dielu-elukan sebagai produk asli karya anak negeri ini ternyata menggunakan komponen dari beberapa produsen mobil terkenal, termasuk Mercedes-Benz. Namun, pernyataan dari Kariyanto Hardjosoemarto, Sales and Marketing Director PT Inchcape Indomobil Distribution Indonesia, menimbulkan tanda tanya besar. Beliau mengklarifikasi bahwa hingga saat ini belum ada skema kerja sama apapun antara Mercedes-Benz Indonesia dan Pindad terkait penyediaan komponen untuk Maung Pindad.


Pertanyaan Tentang Legalitas Komponen Mercedes-Benz pada Maung Pindad

Pernyataan dari pihak Inchcape ini memunculkan pertanyaan serius tentang bagaimana komponen-komponen Mercedes-Benz bisa digunakan pada Maung Pindad. Apakah Pindad memperoleh komponen ini secara resmi, ataukah melalui jalur pasar gelap, loakan, atau dari suku cadang bekas pasca kecelakaan?

Sebagai produsen kendaraan berkelas, Mercedes-Benz memiliki standar proteksi yang ketat terhadap komponen-komponen mereka. Biasanya, suku cadang yang diproduksi eksklusif hanya untuk kendaraan Mercedes-Benz sendiri, bukan untuk digunakan di kendaraan umum lainnya. Oleh karena itu, bila memang tidak ada kerja sama legal antara Pindad dan Mercedes-Benz, penggunaan komponen ini bisa dianggap sebagai tindakan ilegal.


Citra “Karya Anak Negeri” yang Dipertanyakan

Sejak awal peluncurannya, Maung Pindad disanjung sebagai kendaraan hasil karya anak bangsa dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi, mencapai 70 persen menurut Kepala Staf Kepresidenan (KSP) AM Putranto. Namun, seiring munculnya informasi bahwa 30 persen komponen lainnya berasal dari produsen seperti Mercedes-Benz dan Ssangyong dari Korea Selatan, klaim ini mulai dipertanyakan.

Bagi masyarakat yang awalnya bangga, fakta ini justru meruntuhkan citra Maung Pindad. Jika komponen diambil tanpa kerja sama legal dari produsen kelas dunia seperti Mercedes-Benz, apakah produk ini masih bisa disebut sebagai “karya anak negeri”? Sebagian pihak bahkan menyebut proses perakitannya tak jauh berbeda dengan karoseri yang sekadar merakit berbagai komponen dari produsen lain tanpa inovasi yang berarti.


Maung Pindad vs. Esemka: Mengulang Kisah yang Sama?

Maung Pindad yang digadang-gadang memiliki TKDN tinggi ternyata menampilkan sisi lain yang memalukan. Hal ini mirip dengan kisah mobil Esemka yang dulunya dipromosikan dengan klaim serupa sebagai kendaraan asli buatan Indonesia. Namun, alih-alih membanggakan, kedua produk ini malah menunjukkan bahwa ada “Tingkat Kebohongan Dalam Negeri” yang terlibat. Bedanya, mungkin kandungan komponen luar negeri pada Maung Pindad tak setinggi Esemka, namun ketidakjelasan legalitas komponen asing tetap merusak citra Maung sebagai produk buatan anak bangsa.


Pentingnya Transparansi dan Kepastian Legalitas

Kritik terhadap penggunaan komponen asing tanpa dasar kerja sama yang jelas perlu menjadi bahan evaluasi bagi para pemangku kebijakan dan pihak-pihak yang mempromosikan produk lokal. Jika Maung Pindad memang menggunakan komponen dari Mercedes-Benz tanpa izin resmi, maka langkah ini bukan hanya memalukan, tapi juga bisa dikategorikan sebagai tindakan ilegal.

Sebagai produk yang diklaim karya anak bangsa, Maung Pindad seharusnya menjunjung tinggi standar etika dan legalitas. Kebanggaan nasional yang ditujukan pada produk ini hendaknya bukan sekadar citra semu, namun benar-benar mencerminkan kualitas produk yang lahir dari kemampuan dan inovasi bangsa sendiri, tanpa perlu bergantung pada komponen asing yang tidak jelas asal-usulnya.


Penutup

Pada akhirnya, transparansi dan akuntabilitas adalah hal mutlak dalam mengembangkan produk yang ingin dianggap sebagai kebanggaan nasional. Tanpa keduanya, produk seperti Maung Pindad hanya akan menjadi simbol kebanggaan yang rapuh, yang sewaktu-waktu bisa runtuh saat fakta-fakta di balik produksinya terungkap. Sudah saatnya kita tidak hanya mempromosikan “karya anak bangsa” dengan gembar-gembor, namun juga memastikan bahwa klaim tersebut didukung dengan praktik yang sesuai dan legal.

Posting Komentar

0 Komentar