HUKUM IKUT SERTA PILKADA DALAM PERSPEKTIF ISLAM


Oleh: Muhammad Al-Fatih
Aktivis Dakwah

Pemilukada (Pemilihan Umum Kepala Daerah) merupakan proses pemilihan langsung oleh penduduk di daerah administratif untuk memilih kepala daerah seperti gubernur, bupati, atau wali kota. Sistem ini mulai diterapkan di Indonesia sejak tahun 2005 berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004. Sebelumnya, kepala daerah dipilih oleh DPRD. Dalam perjalanannya, regulasi ini terus diperbarui, termasuk dengan pengesahan UU No. 15 Tahun 2011 yang mengatur penyelenggaraan pemilu kepala daerah.

Namun, bagaimana pandangan Islam terhadap Pemilukada/Pilkada dalam sistem demokrasi? Berikut ulasan hukum dan dalilnya.


Hukum Pemilukada dalam Islam

Dalam pandangan Islam, menyelenggarakan atau ikut serta dalam Pemilukada dianggap haram dan tidak sah (batil) berdasarkan beberapa alasan syar’i:


1. Bertentangan dengan Tata Cara Pengangkatan Kepala Daerah dalam Islam

Islam menetapkan bahwa kepala daerah diangkat oleh kepala negara (Imam/Khalifah), bukan dipilih langsung oleh penduduk daerah setempat. Contoh pengangkatan kepala daerah ini dilakukan oleh Rasulullah ﷺ dan para khalifah setelahnya:
  • Rasulullah ﷺ mengangkat Muadz bin Jabal sebagai gubernur di Yaman.
  • Ziyad bin Labid ditunjuk menjadi gubernur di Hadhramaut.
  • Abu Musa Al-Asy’ari diangkat sebagai gubernur Zabid dan ‘Adn.

Dalil ini menunjukkan bahwa pengisian jabatan kepala daerah dalam Islam melalui pengangkatan oleh Imam/Khalifah, bukan melalui pemilihan langsung sebagaimana diterapkan dalam sistem demokrasi. Oleh karena itu, Pemilukada/Pilkada bertentangan dengan tata cara yang diajarkan Islam.

Firman Allah ﷻ:

...وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ...
... Dan apa saja yang diberikan Rasul kepadamu maka ambillah dia, dan apa saja yang dia larang bagimu, maka tinggalkanlah dia...” (QS Al-Hasyr [59]: 7)

Sabda Rasulullah ﷺ:

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa melakukan suatu perbuatan yang tidak ada tuntunan kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak.” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)


2. Sarana Memilih Pemimpin yang Tidak Menjalankan Syariah Islam

Pemilukada/Pilkada dalam sistem demokrasi bertujuan memilih penguasa yang akan menerapkan hukum berdasarkan undang-undang buatan manusia, bukan Syariah Islam. Padahal, kewajiban utama penguasa dalam Islam adalah menerapkan hukum Allah secara menyeluruh.

Firman Allah ﷻ:

وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ عَمَّا جَاۤءَكَ مِنَ الْحَقِّۗ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًا ۗوَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَآ اٰتٰىكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَۙ
Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah  engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan,” (QS Al-Maidah [5]: 48)

وَاَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ اَنْ يَّفْتِنُوْكَ عَنْۢ بَعْضِ مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ اِلَيْكَۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ اَنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّصِيْبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوْبِهِمْ ۗوَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ النَّاسِ لَفٰسِقُوْنَ
“dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Maidah [5]: 49)

Sebaliknya, Allah melarang penguasa menjalankan hukum selain Syariah:

وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكٰفِرُوْنَ...
“... Barang siapa tidak memutuskan menurut apa yang Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS Al-Maidah [5]: 44)

Dengan demikian, ikut serta dalam Pemilukada/Pilkada berarti mendukung terpilihnya penguasa yang tidak menerapkan hukum Allah. Hal ini tidak diperbolehkan dalam Islam.


Kesimpulan

Berdasarkan dalil-dalil syar’i, ikut serta dalam Pemilukada/Pilkada hukumnya haram, karena:
  • Menyalahi tata cara pengangkatan kepala daerah dalam Islam.
  • Berpotensi memilih pemimpin yang menjalankan hukum selain Syariah Islam.

Sebagai umat Islam, kita diwajibkan mengikuti tata cara yang telah dicontohkan Rasulullah ﷺ dan menjauhi sistem yang bertentangan dengan Syariah. Solusi Islam terhadap persoalan ini adalah dengan kembali pada sistem pemerintahan Islam, yaitu Khilafah, yang akan memastikan penerapan hukum Allah secara menyeluruh di semua lini kehidupan.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Posting Komentar

0 Komentar