Oleh: Alex Syahrudin
Jurnalis Lepas
Beirut, Lebanon — Hizbullah untuk pertama kalinya melancarkan serangan ke pangkalan laut Ashdod di Israel selatan pada Minggu (24/11/2024). Kelompok tersebut mengklaim menyerang "target militer" di Tel Aviv menggunakan rudal canggih dan drone serang. Serangan ini menandai eskalasi baru dalam konflik antara kedua pihak.
Tentara Israel melaporkan sirene serangan udara terdengar di wilayah pusat dan utara wilayah itu, termasuk pinggiran Tel Aviv. Mereka menyatakan berhasil mencegat beberapa proyektil dari arah Lebanon. Menurut laporan radio tentara Israel, Hizbullah meluncurkan lebih dari 340 rudal dari Lebanon dalam serangan tersebut, yang melukai setidaknya 11 orang. Salah satu korban berada dalam kondisi "sedang hingga serius," menurut lembaga medis Israel.
Serangan ini terjadi sehari setelah Israel melancarkan serangan udara di Beirut tengah, yang menewaskan sedikitnya 29 orang dan melukai 66 lainnya, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon. Perdana Menteri sementara Lebanon, Najib Mikati, mengecam serangan tersebut sebagai "pesan berdarah" yang menghambat upaya gencatan senjata yang sedang dibahas oleh Amerika Serikat.
"(Israel) sekali lagi menulis dengan darah Lebanon penolakan terang-terangan terhadap solusi yang sedang dibahas," ujar Mikati dalam pernyataan resmi yang dikutip Al Jazeera pada Senin (25/11/2024).
Di sisi lain, diplomat tertinggi Uni Eropa, Josep Borrell, menyerukan tekanan terhadap Israel dan Hizbullah untuk segera menyepakati gencatan senjata. Uni Eropa juga menawarkan dana sebesar 200 juta euro untuk membantu militer Lebanon memperkuat kehadirannya di selatan sesuai Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701.
Tentara Lebanon melaporkan serangan udara Israel di al-Amriyeh menewaskan seorang tentara dan melukai 18 lainnya. Namun, Israel mengklaim serangan itu sebagai insiden tidak disengaja.
Hingga kini, lebih dari 3.500 orang di Lebanon tewas akibat serangan Israel, dengan sekitar 1,2 juta orang menjadi pengungsi. Sementara itu, di pihak Israel, korban tewas mencapai 90 tentara dan hampir 50 warga sipil, dengan lebih dari 60.000 penduduk di wilayah utara negara itu mengungsi.
Konflik ini terus menimbulkan kerusakan luas, dengan kedua pihak saling melakukan serangan balasan meskipun ada tekanan internasional untuk mencapai kesepakatan damai.
0 Komentar