GURITA KORUPSI BUAH DARI DEMOKRASI


Oleh: Titin Surtini
Muslimah Peduli Umat

Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam pidato pertamanya menyampaikan bahwa masih terlalu banyak kebocoran penyelewengan korupsi yang terjadi di negeri ini. Itu sangat membahayakan generasi mendatang. Ia berkomitmen untuk mengurangi tindak korupsi secara cepat.

Merespons pidato tersebut, publik mengingatkan Prabowo atas kasus korupsi Gateway Kementerian Hukum dan HAM agar segera diusut.

Selain itu, sejumlah menteri di Kabinet Merah Putih 2024—2029 diduga tersandung kasus korupsi. Di antara mereka adalah Menteri Energi dan SDM Bahlil Lahadalia, Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto, hingga Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo.


Korupsi merebak di semua lembaga

Korupsi bukan hanya terjadi di lembaga eksekutif. Lembaga legislatif dan yudikatif pun tidak lepas dari kasus korupsi. Gurita korupsi sudah mencengkeram semua lembaga. Seluruh kebijakan yang ditetapkan tidak bisa dilepaskan dari praktik korupsi. Penguasa dalam hal ini presiden berkomitmen memberantas korupsi pada awal masa jabatannya tetapi tidak ada hasilnya. Adapun hal-hal yang mempengaruhi masalah itu adalah :

Pertama, sistem sekulerisme kehidupan yang menjadikan manusia hidup jauh dari agama. Mereka tidak memiliki kontrol internal untuk mencegah dirinya dari perbuatan dosa.

Kehidupan sekuler pun menghilangkan kontrol eksternal. Kehidupan yang individualistik menjadikan masyarakat fokus pada kehidupannya sendiri tanpa peduli pada kehidupan orang lain.

Kedua, sistem politik demokrasi. Sistem ini memerlukan biaya yang sangat mahal sehingga akan menumbuhsuburkan politik transaksional. Seseorang yang mencalonkan dirinya untuk masuk parlemen akan membutuhkan banyak biaya. Maka lahirlah orang-orang yang memberikan dana untuk pemenangan salah satu calon. Sistem politik demokrasi yang sekuler hanya akan menjaring para politisi yang bervisi bisnis.

Ketiga, sanksi bagi koruptor tidak menciptakan efek jera sebab lahir dari akal manusia yang lemah. Para pelaku korupsi hanya dihukum rata-rata dua tahun oleh pengadilan. Belum lagi sel tahanan koruptor yang mewah.

Oleh karena itu, dalam sistem demokrasi, korupsi tidak akan mampu diberantas. Justru demokrasi yang menyebabkan tindak korupsi makin subur.

Korupsi adalah persoalan yang sistemis maka pemberantasannya pun harus bersifat sistemis. maka sangat cocok untuk kaum muslim memperjuangkan sistem politik Islam sebab Islam memiliki sejumlah mekanisme agar negara bebas dari korupsi, diantaranya adalah :

Pertama, sistem kehidupan berlandaskan akidah. Akidah akan melahirkan takwa pada diri seseorang sehingga ia akan melakukan sesuai dengan perintah Allah ï·». Inilah yang menjadi jaminan adanya kontrol internal. Para pejabat akan memperhatikan perilakunya agar sesuai dengan perintah Allah ï·».

Kedua, sistem politik Islam hanya akan menghimpun pejabat-pejabat yang bervisi pelayanan umat. Motivasi menjadi penguasa adalah semata untuk mengabdi kepada Allah ï·». Ia akan amanah dan hanya mengharapkan ridho-Nya.

Sistem politik Islam juga simpel dan berbiaya murah. Kepemimpinannya bersifat tunggal. Pengangkatan dan pencopotan semua pejabat negara adalah wewenang khalifah.

Ketiga, sistem sanksi menjerakan. Sanksi bagi pejabat yang korupsi adalah takzir. Bentuk dan kadar sanksinya didasarkan pada ijtihad khalifah atau kadi. Di antaranya adalah penyitaan harta sebagaimana yang Khalifah Umar bin Khaththab ra. lakukan; ataupun diekspose (tasyhir), penjara, hingga hukuman mati jika itu menyebabkan dharar bagi umat dan negara.

Umar bin Abdul Aziz menetapkan sanksi koruptor adalah dicambuk dan ditahan dalam waktu yang lama (Mushannaf Ibn Abi Syaibah, 5/528). Zaid bin Tsabit menetapkan bentuk hukuman yang bisa menjadi pelajaran bagi orang lain dan diberi sanksi tegas. Sedangkan Qatadah mengatakan hukumannya adalah penjara.

Semua itu akan bisa diwujudkan hanya jika Daulah Islam tegak dengan sistem pemerintahan Khilafah, sehingga seluruh aturan Islam dapat terimplementasikan secara Kaffah.

Wallahu alam bissowab.

Posting Komentar

0 Komentar