FENOMENA PENJARAHAN DALAM KECELAKAAN TRUK, CERMIN EMPATI MULAI HILANG?


Oleh: Diaz
Penulis Lepas

Kecelakaan truk tangki yang mengangkut minyak goreng di Mojokerto baru-baru ini kembali memperlihatkan fenomena penjarahan, di mana warga yang hadir justru mengambil barang muatan truk yang terguling. Bukannya membantu, warga malah membawa ember hingga galon untuk menampung minyak yang tumpah. Hal ini bukan kejadian pertama. Beberapa tahun belakangan, insiden serupa terjadi pada truk pengangkut lele di Subang, buah-buahan di Gempol, dan minyak goreng di Makassar. Fenomena ini menunjukkan bahwa empati yang seharusnya muncul dalam situasi kecelakaan, justru terabaikan, digantikan oleh kepentingan pribadi.


Mengapa Penjarahan Terjadi?

Penjarahan dalam situasi kecelakaan kendaraan bermuatan bisa dijelaskan melalui beberapa faktor menurut ilmu psikologi, di antaranya:

1. Efek Bystander dan Deindividuasi
Dalam psikologi sosial, fenomena ini dikenal dengan efek bystander, di mana semakin banyak orang yang ada di tempat kejadian, semakin kecil kemungkinan seseorang akan menolong. Setiap individu cenderung menganggap bahwa orang lain akan bertindak, sehingga dirinya merasa tidak bertanggung jawab. Hal ini diperparah oleh deindividuasi, di mana identitas pribadi seakan menghilang di tengah keramaian, sehingga warga tidak merasa terikat oleh norma pribadi, tetapi ikut-ikutan apa yang dilakukan orang banyak.

2. Perilaku Oportunistik dan Rasionalisasi Ekonomi
Di masyarakat yang mengalami tekanan ekonomi, kecenderungan untuk bersikap oportunistik bisa meningkat. Truk terguling yang membawa barang berharga sering dianggap sebagai “kesempatan” untuk memperoleh keuntungan instan. Ini berkaitan dengan konsep rasionalisasi, di mana orang mencari pembenaran untuk tindakannya meskipun tahu bahwa tindakan tersebut salah. Pembenaran ini sering dikaitkan dengan kondisi ekonomi, di mana pelanggaran kecil yang dianggap menguntungkan untuk kebutuhan hidup akan lebih mudah diterima.

3. Kurangnya Edukasi Hukum dan Moral Licensing
Tindakan mengambil barang dari kecelakaan sebenarnya melanggar hukum, sebagaimana diatur dalam KUHP Pasal 362 tentang pencurian. Namun, kurangnya sosialisasi mengenai aspek hukum ini sering menyebabkan masyarakat tidak memahami bahwa barang yang berserakan tetap merupakan milik orang lain. Ada juga fenomena moral licensing, di mana seseorang merasa sah melakukan tindakan yang kurang etis karena merasa sudah sering berbuat baik sebelumnya.

4. Pengaruh Media Sosial dan Bias Konformitas
Komentar di media sosial yang cenderung memaklumi atau mendukung tindakan mengambil barang dari kecelakaan turut memperkuat persepsi masyarakat. Ketika mayoritas menganggap mengambil barang yang “tak bertuan” sebagai tindakan wajar, ini menciptakan bias konformitas. Fenomena ini membuat warga merasa tindakan tersebut dapat diterima.

5. Kondisi Ekonomi dan Kebutuhan Dasar
Dalam masyarakat yang masih bergelut dengan kemiskinan, kebutuhan akan barang sehari-hari menjadi alasan utama yang mendorong mereka mengambil barang-barang dari kecelakaan. Masyarakat mungkin merasa bahwa kondisi ekonomi yang mendesak dapat membenarkan tindakan mengambil barang dari truk terguling.


Membangun Rasa Empati dan Pentingnya Pendidikan Sosial

Dalam konteks fenomena ini, empati tampaknya semakin luntur. Empati adalah kemampuan untuk merasakan penderitaan orang lain dan memberikan respon yang sepatutnya. Kecelakaan adalah situasi yang seharusnya memunculkan kepedulian, bukan mengeksploitasi keadaan.

Dalam Islam, empati adalah nilai dasar yang dianjurkan oleh Rasulullah ï·º. Rasul bersabda, “Perumpamaan orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh tubuhnya juga akan merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR Bukhari dan Muslim). Hadis ini mengajarkan bahwa setiap Muslim seharusnya merasakan penderitaan saudaranya.

Selain itu, keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai empati. Orang tua perlu menjadi contoh bagi anak-anaknya, terutama dalam situasi yang membutuhkan kepedulian terhadap sesama. Mengajarkan anak untuk menunjukkan kepedulian, mendoakan, atau bahkan memberikan bantuan bagi yang membutuhkan adalah langkah penting yang dapat memperkuat karakter empati pada anak dan masyarakat pada umumnya.


Solusi: Edukasi Hukum dan Pembinaan Mentalitas Empati

Penjarahan barang dari truk terguling atau barang yang berserakan adalah bentuk pelanggaran hukum dan etika. Oleh karena itu, perlu ada edukasi hukum yang lebih menyeluruh kepada masyarakat tentang hak kepemilikan dan aturan terkait barang temuan. Edukasi ini bisa dilakukan melalui kampanye oleh pemerintah atau melalui tokoh agama yang memiliki pengaruh dalam masyarakat.

Selain itu, pembinaan mentalitas empati melalui pendidikan agama juga harus diperkuat. Islam sangat mengedepankan empati sebagai bagian dari akhlak seorang Muslim. Masyarakat perlu didorong untuk memahami bahwa membantu korban kecelakaan adalah perbuatan yang terpuji, dan mengambil keuntungan dari musibah orang lain adalah tindakan yang tidak bermoral.


Kesimpulan

Fenomena penjarahan terhadap truk yang mengalami kecelakaan menunjukkan kompleksitas masalah sosial yang melibatkan faktor ekonomi, psikologis, dan kurangnya pemahaman tentang hukum serta nilai empati yang disebabkan paham kapitalisme-sekuler.

Edukasi yang tepat tentang empati, hukum, dan norma sosial sangat penting dalam membangun masyarakat yang lebih peduli, dan hal tersebut sangat kental ditemukan dalam Islam yang berkebalikan dengan kapitalisme-sekuler yang justru mendorong rasa individualisme serta semakin menjauhkan kesadaran umat akan dosa dan balasan kelak di akhirat.

Islam mengajarkan bahwa empati adalah bentuk kesalehan sosial yang harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan meningkatkan pendidikan moral dan keagamaan, diharapkan masyarakat dapat membangun kepedulian yang tulus terhadap sesama, dan menjadikan empati sebagai karakter yang melekat dalam kehidupan mereka. Karena itu penerapan Ideologi Islam dalam kehidupan merupakan perkara yang sangat penting dalam membangun masyarakat yang memiliki empati dan tanggung jawab yang tinggi, dimana hal tersebut tidak ditemukan pada sistem selain Islam.

Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar