Oleh: Hamzah Al-Fatih
Penulis Lepas
Pada 4 November 2024, di area Patung Kuda, Jakarta, berlangsung aksi damai 411 yang mengenang peristiwa heroik 4 November 2016 sekaligus membawa dua tuntutan utama. Awalnya, massa aksi yang bergerak dari Masjid Istiqlal berencana berkumpul di depan Istana Negara, namun akses menuju lokasi tersebut ditutup. Akibatnya, aksi terpusat di Patung Kuda, yang menjadi saksi seruan tuntutan keadilan dan penegakan hukum syariah untuk Indonesia.
Dua Tuntutan dalam Aksi 411
Aksi 411 kali ini membawa dua tuntutan penting yang menjadi tema utama:
- Pertama, Adili Presiden Jokowi: Massa aksi menuntut agar Presiden Jokowi diadili atas berbagai dugaan pelanggaran, kesalahan, dan kezaliman selama masa kepemimpinannya. Dengan mengajak masyarakat mengingat rekam jejak panjang kepemimpinan Jokowi, peserta aksi percaya bahwa daftar kesalahan dan kejahatan tersebut sudah terlampau banyak dan berdampak negatif bagi rakyat. Mereka menyerukan perlunya pertanggungjawaban atas kebijakan-kebijakan yang dianggap merugikan rakyat dan menguntungkan segelintir elite saja.
- Kedua, Tangkap “Fufufafa”: Tuntutan ini merujuk pada Gibran Rakabuming Raka, yang akrab dijuluki “Fufufafa.” Dalam aksi tersebut, peserta menuntut agar Gibran segera dimakzulkan dari jabatannya. Menurut para peserta aksi, langkah ini diperlukan sebagai upaya membersihkan politik Indonesia dari pengaruh keluarga penguasa yang dianggap terlalu dominan.
Saat mendapatkan kesempatan untuk orasi dari atas mobil komando, Ahmad Khozinudin menyampaikan seruan penting: tangkap dan adili Jokowi serta makzulkan Gibran. Ahmad juga menekankan bahwa perjuangan untuk menegakkan keadilan bukan sekadar melawan ketidakadilan, tetapi juga mengembalikan hukum yang adil, yakni hukum Islam. Dalam pandangannya, hukum sekuler yang diterapkan saat ini justru menjadi akar dari ketidakadilan dan penderitaan rakyat.
Menolak Pajak untuk Rakyat, Mendukung Syariah sebagai Solusi
Salah satu kritik utama yang disampaikan dalam orasi Ahmad adalah kebijakan pajak yang dianggap berat sebelah. Di bawah hukum sekuler saat ini, rakyat kecil setiap hari dibebani pajak, sementara investor besar diberi keringanan atau bahkan pembebasan pajak (tax holiday) demi memajukan investasi.
Kasus Pramono di Boyolali, seorang peternak sapi yang rekeningnya diblokir, menjadi bukti bahwa rakyat hanya dijadikan sapi perah. Sementara itu, sosok seperti Ruslan Roeslani berupaya membebaskan pajak bagi para investor besar, yang dianggap bertentangan dengan prinsip keadilan. Menurut Ahmad, kondisi ini hanya akan merugikan rakyat kecil yang terpaksa menanggung beban pajak setiap hari.
Syariah Islam sebagai Solusi Pengelolaan Sumber Daya Alam
Jika sistem keuangan negara diatur berdasarkan syariah Islam, negara akan mampu mengelola APBN tanpa perlu menarik pajak dari rakyat. Hal ini karena sumber daya alam (SDA) yang melimpah di Indonesia dapat dijadikan sumber pendapatan negara yang cukup untuk menyejahterakan rakyat. Kekayaan alam seperti batubara, nikel, gas alam, dan emas memiliki potensi pendapatan hingga Rp4.212 triliun per tahun. Sayangnya, dalam sistem yang ada, kekayaan alam ini hanya dinikmati oleh segelintir pihak, baik swasta, asing, maupun pengusaha besar.
Contoh nyata dari ketimpangan ini adalah sektor tambang batubara, yang hanya menguntungkan beberapa individu, seperti Luhut Binsar Pandjaitan. Padahal, batubara adalah kekayaan alam yang diberikan Allah ï·» untuk seluruh rakyat Indonesia. Seharusnya, pengelolaan sumber daya ini dilakukan sesuai syariah Islam, sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh rakyat, bukan hanya sekelompok elite penguasa.
Ajakan untuk Nasionalisasi Tambang demi Kesejahteraan Rakyat
Dalam orasi tersebut, Ahmad juga mengajukan seruan kepada Presiden Prabowo Subianto agar melakukan nasionalisasi sektor tambang agar dikelola oleh BUMN, dan hasilnya dialokasikan untuk membiayai APBN. Dengan demikian, negara tidak perlu berutang atau membebani rakyat dengan pajak yang mencekik. Kebijakan ini diyakini akan membebaskan rakyat dari beban ekonomi sekaligus memastikan kekayaan alam negeri ini dikelola demi kesejahteraan bersama.
Kesimpulan
Aksi 411 bukan sekadar peringatan sejarah, tetapi juga sebuah panggilan untuk menghadirkan solusi bagi Indonesia. Seruan untuk mengadili pemimpin yang dianggap gagal, memakzulkan keluarga penguasa yang terlalu dominan, serta mendorong pengelolaan kekayaan alam sesuai syariah adalah langkah konkret yang diharapkan mampu membawa perubahan. Di tengah kegelisahan rakyat yang semakin terbebani oleh kebijakan yang tidak adil, syariah Islam hadir sebagai solusi yang menawarkan keadilan, keberkahan, dan kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat.
0 Komentar