PENCABULAN ANAK MAKIN MARAK, SOLUSI TUNTAS ADA PADA ISLAM


Oleh: Muhar
Pengamat Sosial

Kasus kekerasan seksual atau pencabulan terhadap anak makin marak dan meresahkan di berbagai wilayah di Indonesia.

Dikutip dari Kompas.com, Komisi Pelindungan Anak Indonesia (KPAI) pernah mengungkap bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak mengalami peningkatan. Dari 1.800 pengaduan pada 2023 terkait Pemenuhan Hak Anak (PHA) dan Perlindungan Khusus Anak (PKA), tercatat kasus kekerasan seksual menjadi yang tertinggi untuk klaster PKA.

"Kasus kekerasan seksual itu yang tertinggi atau hampir 60 persen dari jumlah seluruh anak yang membutuhkan perlindungan khusus," kata Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah usai acara serah terima jabatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (22/5/2024).


Rentetan Kasus Terbaru

Sebagai bukti penguat makin maraknya kasus asusila ini, berikut penulis beberkan beberapa di antara rentetan kasus terbaru (yang terkuak dalam kurun waktu hanya hitungan satu minggu saja, di Bulan Oktober 2024) yang pelakunya diketahui kebanyakan adalah orang terdekat di lingkungan sekitar korban, mulai dari pemilik panti asuhan, tetangga, hingga guru.

1. Panti Asuhan Tangerang
Kasus pencabulan terjadi di sebuah panti asuhan di daerah Kunciran Indah, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang.

Menurut keterangan Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Zain Dwi Nugroho kepada wartawan, pada Selasa (8/10), sudah terungkap delapan laki-laki yang menjadi korban, lima di antaranya merupakan anak-anak dan tiga lainnya dewasa. Bahkan diduga data korbannya ada kemungkinan akan bertambah karena keberadaan panti asuhan tersebut yang sudah berdiri selama 18 tahun (sejak 2006).

Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan tiga tersangka, yakni Sudirman (49) selaku pemilik panti asuhan, lalu Yusuf (30) serta Yandi Supriyadi (28) selaku pengurus.

"Motif pelaku melakukan penyimpangan atau melakukan perbuatan tersebut karena memang ada orientasi penyimpangan seksual sesama jenis," terangnya.

2. Guru Ngaji di Tangsel
Seorang guru mengaji berinisial M (39) di Ciputat, Tangerang Selatan, ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka karena mencabuli delapan muridnya. Dalam aksinya, M berdalih bisa membuka aura hingga mata batin korban. Ini dilakukan oleh tersangka untuk merayu para korbannya.

"Dengan mengatakan bahwa tersangka dapat membuka aura dan mata batin para korban sehingga para korban tersebut dapat melihat makhluk gaib dan terlihat lebih cantik apabila bertemu dengan lawan jenisnya," ungkap Kasat Reskrim Polres Tangerang Selatan AKP Alvino Cahyadi, Kamis (3/10).

Usai melakukan perbuatan cabulnya, tersangka lanjut berupaya menutupi kejahatannya dengan cara memberikan uang tutup mulut kepada korban sebesar Rp200 ribu-Rp500 ribu. Hal itu dilakukan agar korban tak menceritakan perbuatan yang dilakukan tersangka ke orang lain. Tersangka juga mengancam korban tak bisa memiliki keturunan apabila menceritakan tindakannya ke orang lain. Untuk lebih menguatkan lagi upayanya, maka para korban juga disumpah oleh pelaku menggunakan kitab suci.

3. Guru SMK 56 Jakarta
Di Jakarta, seorang guru seni budaya di SMK 56 diketahui dinonaktifkan sementara waktu karena diduga melecehkan 15 siswi. Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara masih menyelidiki kasus tersebut. Para korban telah menjalani visum untuk jadi barang bukti untuk penyelidikan lebih lanjut.

"Kemarin kan baru bikin LP, habis itu kan langsung visum di RSCM semua, kurang lebih 15 orang," kata Kanit PPA Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara AKP Girhat Sijabat, Rabu (9/10).

4. Tukang Sampah di Jakut
Tukang sampah berinisial FM (34) menjadi sasaran amukan warga karena diduga memperkosa siswi SMP di daerah Koja, Jakarta Utara.

Awalnya, pelaku yang merupakan tetangga korban itu datang ke rumah korban. Karena situasi sepi, pelaku masuk menyelinap ke dalam rumah saat korban sedang tidur. Saat itu, ibu korban sedang berada di luar rumah.

"Kemudian tersangka menggerayangi korban dan menggesek-gesekan kemaluannya ke paha korban sehingga pelaku mengeluarkan cairan putih di celana korban," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi, Rabu (9/10).

Setelah melakukan aksi bejatnya, pelaku kemudian berdiri dan memberikan hadiah kepada korban berupa satu sachet kopi kemasan. Selanjutnya pelaku meninggalkan lokasi. Tak berselang lama, ibu korban pulang ke rumah. Korban langsung menceritakan peristiwa yang dialaminya ke sang ibu. Alhasil, pelaku pun langsung diamankan oleh warga sekitar. Kini, pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

5. Guru Les di Sleman
Seorang guru les seni di Godean, Sleman, DIY berinisial EDW (28) ditangkap karena diduga telah mencabuli puluhan siswanya. Total, ada 19 anak dan tiga dewasa yang menjadi korban pencabulan sesama jenis ini. Kasus ini terungkap setelah salah satu orang tua korban mendapati video yang merekam anak mereka tengah dicabuli oleh pelaku. Orang tua korban sebelumnya sudah menaruh curiga terhadap perubahan perilaku anaknya.

Berdasarkan pemeriksaan, pelaku mengaku melakukan aksi bejat itu untuk memenuhi hasrat seksualnya. Dalam aksinya, EDW memancing para korban dengan mengajak mampir ke rumah dan diiming-imingi fasilitas Wi-Fi hingga makan.

"Pelaku ini pada kejadian tersebut dia sering mengajak main ke rumahnya kemudian dikasih makan. Kadang juga dari anak-anak tersebut bawa makanan ke rumah pelaku, kadang beras dan lain sebagainya, kemudian dimasakin di situ, sampai terjadilah kegiatan (pencabulan) tersebut," kata Kapolsek Gamping, AKP Sandro Dwi Rahadian, Rabu (9/10/2024).

Yang anehnya lagi, tak hanya mencabuli siswanya pelaku juga merekam sebagian aksinya itu demi kepuasan pribadi. Kini, pelaku pun telah menyandang status sebagai tersangka.


Anggota Keluarga

Selain itu, yang lebih sangat membuat miris, kasus pencabulan anak ini juga ada yang dilakukan oleh anggota keluarga sendiri. Sebagaimana kasus yang menimpa seorang anak perempuan di Surabaya Jawa Timur yang kasusnya baru terbongkar, setelah selama empat tahun kejahatan seksual itu dilakukan oleh ayah, kakak dan dua pamannya sendiri.

Dalam keterangannya, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono mengatakan, korban yang kini berusia 13 tahun mengalami pencabulan yang dilakukan oleh ayah kandungnya berinisial ME, kakak kandung dan dua pamannya yang berinisial I dan MR.

"Sejak tahun 2020, korban mengatakan mengalami pencabulan dari para pelaku, berawal dari kakak kandung, yang mana saat ia berusia 16 tahun, menyetubuhi korban saat kelas 3 SD," kata Hendro dalam siaran persnya, pada Senin (22/01/2024). [BBC]


Gawat dan Darurat

Berbicara makin maraknya kasus pencabulan anak, mestinya kita tidak cukup hanya membatasi pembicaraan sebatas penyelesaian kasus per kasus. Sebab pada faktanya, kasus-kasus yang serupa selalu saja berulang dari tahun ke tahun bahkan frekuensinya makin meningkat. Maka, yang harus dijadikan persoalan besar yang sesungguhnya adalah mengapa kini begitu banyak predator seksual layaknya pengikut iblis yang bergentayangan?

Pemerintah mungkin saja memang telah melakukan beragam upaya. Seperti menetapkan undang-undang perlindungan anak, penyuluhan dan pembukaan posko laporan. Akan tetapi, nyatanya sejumlah regulasi itu tidak dapat menangkal derasnya arus gelombang kejahatan ini. Itu artinya terdapat kesalahan dalam merumuskan akar permasalahan, sehingga regulasi yang ada gagal menyolusi persoalan pencabulan anak yang kini menjadi sedemikian gawat dan darurat.

Lantas di mana letak kesalahannya? Bagaimana solusi yamg tepat untuk menuntaskan kasus pencabulan terhadap anak yang sangat mengancam generasi kita ini?


Akar Masalah?

Mencermati makin maraknya kasus pencabulan terhadap anak, tentu kita harus melihat kasus-kasus tersebut secara holistik dan komprehensif. Tak cukup sekadar dipandang persoalan hukuman per individu bagi pelaku atau nasib korban yang nantinya mengalami trauma berkepanjangan meskipun hal yang demikian tetap perlu menjadi perhatian. Akan tetapi, lebih dari itu persoalan ini juga berkaitan dengan persoalan kehancuran masyarakat dan masa depan generasi dikarenakan jumlahnya yang sedemikian banyak dan terus berulang.

Fenomena makin maraknya kasus pencabulan terhadap anak ini sejatinya sangat jelas menjadi bukti bahwa tidak adanya perlindungan berlapis bagi anak-anak. Hal itu disebabkan tereduksinya pemahaman tentang kewajiban negara, masyarakat dan keluarga, serta tidak diberlakukannya aturan pengamanan yang kokoh sebagai aturan baku di tengah-tengah masyarakat.

Persoalan kasus pencabulan terhadap anak juga adalah akibat karena kesalahan dalam menemukan akar masalah.

Padahal, jika kita benar-benar mau mengkaji secara obyektif maka akan sangat nampak jelas dan mudah kita simpulkan bahwa akar masalah dari persoalan makin maraknya kasus pencabulan terhadap anak yang sesungguhnya adalah karena buah dari penerapan sistem sekuler liberal di negeri ini yang memisahkan agama dari aturan kehidupan, baik itu sebagai aturan kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan juga negara.

Sistem sekuler liberal ini dengan jahatnya telah mengikis pondasi paling mendasar dalam kehidupan manusia, yaitu keimanan serta pemberlakuan syariat Islam di dalam kehidupan. Menghilangkan rasa takut kepada Allah ï·» dan azab-Nya.

Akibat pemahaman dan penerapan sekularisme membuat kaum muslim kehilangan gambaran nyata tentang kehidupan Islam yang sesungguhnya. Islam pun kemudian dipahami hanya terbatas pada ibadah ritual semata. Dampaknya, aturan Islam akhirnya tergantikan dengan hukum sekuler buatan manusia. Aturan inilah yang kemudian mendominasi tata pergaulan sosial di masyarakat. Padahal, Islam sesungguhnya sudah memiliki solusi yang sangat tepat dalam mengatasi maraknya kejahatan kekerasan seksual.


Solusi Islam

Setelah memahami sumber masalahnya ada pada sistem sekuler liberal, maka perlu solusi tepat untuk menuntaskan tindakan pencabulan terhadap anak ini. Untuk itu, Islam memiliki sejumlah perlindungan berlapis. Di antaranya yaitu:

Pertama, lapisan preventif, yaitu pencegahan. Islam mengatur secara terperinci batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, yakni:
  • Mewajibkan perempuan menutup aurat dengan berhijab syar’i (kewajiban memakai jilbab dan kerudung di ruang publik);
  • Kewajiban menundukkan pandangan bagi laki-laki dan perempuan;
  • Larangan berkhalwat, tabaruj (berhias di hadapan nonmahram), dan berzina;
  • Islam memerintahkan perempuan didampingi mahram saat melakukan safar (perjalanan lebih dari sehari semalam) dalam rangka menjaga kehormatannya; dan
  • Islam memerintahkan untuk memisahkan tempat tidur anak.

Kedua, lapisan kuratif, yaitu penanganan. Dalam hal ini, penegakan sistem sanksi Islam wajib terlaksana. Terdapat dua fungsi hukum Islam, yakni sebagai zawajir (memberikan efek jera) dan jawabir (penebus dosa) bagi pelaku tindak kejahatan. Ketika hukum Allah berjalan, tidak ada istilah tawar-menawar bagi manusia untuk menangguhkan hukuman tersebut. Hukum Islam sangat adil memberi ganjaran dan balasan pada pelaku maksiat.

Ketiga, lapisan edukatif, yaitu pendidikan dan pembinaan melalui sistem pendidikan dengan kurikulum berbasis akidah Islam. Individu dan masyarakat akan terbina dengan Islam. Syariat Islam sebagai standar perbuatan. Ketika individu bertakwa, masyarakat berdakwah, aktivitas amar makruf nahi mungkar menjadi tabiat mereka, maka angka kejahatan dan kriminalitas termasuk pencabulan terhadap anak akan bisa terminimalisasi dengan baik.

Keempat, peran negara. Semua lapisan tersebut tidak akan bisa berjalan tanpa peran negara. Negaralah pihak yang paling bertanggung jawab melaksanakan dan mewujudkan perlindungan dan keamanan bagi rakyat. Sistem pendidikan dan tata pergaulan Islam tidak bisa terlaksana tanpa kehadiran negara sebagai pelaksana dan penerap syariat secara kaffah.

Negara bisa melakukan kontrol dan pemblokiran terhadap media serta propaganda yang merangsang dan mengajak pada kemaksiatan. Sebab, tugas negara adalah menjaga generasi agar memilik kepribadian Islam serta mencegah mereka melakukan kemaksiatan baik dalam skala individu maupun komunitas.


Khatimah

Demikianlah solusi Islam mengaktivasi semua fungsi lapisan perlindungan, mulai dari individu, masyarakat, dan negara serta menerapkan sistem secara menyeluruh berbasis syariat Islam. Selama 13 abad, sistem Islam mampu menciptakan masyarakat yang berbudi luhur, beradab, berakhlak mulia, dan berkepribadian unggul. Dengan syariat, generasi selamat. Bersama sekularisme, generasi tidak aman dari tindakan kriminal, termasuk tindakan pencabulan.

Wallahu a’lam.

Posting Komentar

0 Komentar