Oleh: Alex Syahrudin
Penulis Lepas
Imam Malik rahimahullah dikenal sebagai salah satu ulama yang sangat memuliakan ilmu, menjadikannya sesuatu yang berharga dan mulia. Kisah ini tercermin dalam peristiwa ketika Khalifah Harun ar-Rasyid dari Dinasti Abbasiyah, tertarik mengikuti kajian kitab Al-Muwaththa’, karya monumental Imam Malik, saat berkunjung ke Madinah untuk berziarah ke makam Rasulullah ï·º.
Khalifah kemudian mengutus Yahya bin Khalid al-Barmaki untuk memanggil Imam Malik agar datang langsung mengajarkan kitab tersebut. Namun, Imam Malik menolak, dengan mengatakan, “Al-‘Ilmu yuzâr wa lâ yazûr, yu’tâ wa lâ ya’tî (Ilmu itu dikunjungi, bukan mengunjungi. Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi).” Pernyataan ini menunjukkan betapa Imam Malik menjunjung tinggi martabat ilmu yang tak seharusnya tunduk pada kemauan seorang penguasa sekalipun (Al-‘Ashami, Samth an-Nujûm al-‘Awâlî, II/2014).
Inilah salah satu bentuk pengabdian Imam Malik terhadap ilmu, yang memposisikannya pada kedudukan mulia, tak ternilai. Beliau bahkan rela menempuh perjalanan jauh dan mendatangi lebih dari 900 ulama di berbagai majelis untuk mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah ï·º, melambangkan ketekunan dan pengorbanan dalam menuntut ilmu.
Kedudukan Ulama dalam Islam
Tidak hanya Imam Malik, banyak ulama yang mencontohkan betapa pentingnya menghargai ilmu. Allah ï·» telah memuliakan orang-orang berilmu, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an surat Al-Mujadilah [58] ayat 11 yang artinya, “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
Meski tidak semua Muslim bisa mencapai derajat ulama, Allah menghendaki agar setiap Muslim memiliki komitmen dalam menuntut ilmu. Dalam hal ini, Abu ad-Darda’ RA menekankan pentingnya mencari ilmu dengan penuh kecintaan dan penghormatan kepada ahli ilmu. Jika kita tidak mampu mencintai mereka, janganlah sampai membenci mereka, sebagaimana pesannya yang diriwayatkan dalam Az-Zuhd oleh Imam Ahmad rahimahullah.
Ketekunan dalam Menuntut Ilmu
Generasi salafus-shalih memiliki sikap tekun, bersungguh-sungguh, dan pantang menyerah dalam menuntut ilmu. Mereka paham bahwa proses belajar tidak selalu mudah, dan butuh kesabaran. Seperti yang diungkapkan oleh para ulama salaf, “Barang siapa yang tidak sabar dalam menghadapi kesulitan dalam belajar, maka umurnya akan dihabiskan dalam kesesatan kebodohan. Sebaliknya, barang siapa yang sabar, dia akan meraih kemuliaan dunia dan akhirat” (Ibnu Jamaah, Tadzkirah as-Saami’ wa al-Mutakallim, hlm. 91).
Imam Syafi’i rahimahullah juga pernah menyampaikan, “Barang siapa yang belum pernah merasakan kepahitan dalam menuntut ilmu meskipun hanya sesaat, dia akan menelan pahitnya kebodohan sepanjang hidupnya” (Diiwan al-Imaam asy-Syaafi’i, hlm. 33-34). Ini menunjukkan bahwa seseorang perlu merendahkan diri di hadapan ilmu dan mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran untuk meraihnya.
Memuliakan Guru dan Ulama
Memuliakan ilmu juga berarti memuliakan para guru dan ulama. Kehormatan ilmu yang didapat tidak akan bermakna tanpa adanya penghormatan kepada guru. An-Nawawi dalam Salaalim al-Fudhala menyatakan, “Barang siapa yang merendahkan gurunya, Allah akan menimpakan tiga musibah: (1) lupa atas ilmu yang telah dihapal; (2) kesulitan dalam menyampaikan ilmu; (3) hidup dalam keadaan faqir di akhir hayatnya.”
Para pencari ilmu harus menjadikan kata-kata Imam Ali RA sebagai pengingat, “Aku adalah hamba sahaya dari siapapun yang mengajari aku meski hanya satu huruf.” Hal ini menekankan bahwa menghormati guru dan ulama adalah bagian dari akhlak seorang Muslim yang menuntut ilmu, sebagaimana tertulis dalam Ta’liim al-Muta’allim oleh Az-Zarnuji.
Kesimpulan
Dengan memahami kedudukan mulia ilmu dan pentingnya menghormati ulama, kita diingatkan untuk menuntut ilmu dengan adab, kesungguhan, dan semangat. Pengorbanan yang kita berikan dalam menuntut ilmu tidak akan sia-sia, melainkan membawa berkah dan kemuliaan di dunia dan akhirat. Sikap ini adalah warisan yang ditinggalkan oleh para ulama terdahulu yang menunjukkan bahwa ilmu adalah pelita yang harus dicari dan dihormati, bukan semata pengetahuan, melainkan bagian dari ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah ï·».
0 Komentar