Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat
Pada hari Selasa, 15 Oktober 2024, Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H., seorang akademisi dan advokat senior dari Surakarta, melalui Pengadilan Negeri Solo, mengajukan judicial review terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Aturan ini menjadi dasar legalisasi ekspor pasir laut dari Indonesia ke Singapura, yang dinilai merugikan lingkungan, mematikan mata pencaharian nelayan, dan mengancam kedaulatan wilayah Indonesia.
Meski dengan label "sedimentasi," substansi dari ekspor pasir laut ini tetap sama, yaitu merusak lingkungan laut. Selain itu, kegiatan ini berpotensi memicu masalah serius bagi nelayan dan memperlemah posisi kedaulatan RI atas wilayah lautnya.
Kritik Hukum Terhadap Kebijakan Jokowi
Dr. Taufiq bukanlah satu-satunya pihak yang menggugat kebijakan pemerintahan Joko Widodo. Dalam ranah perdata, Habib Rizieq Shihab juga telah mengawali gugatan terhadap Presiden Jokowi dengan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kini, Dr. Taufiq melanjutkan perlawanan tersebut melalui gugatan tata usaha negara terkait ekspor pasir laut.
Tuntutan yang diajukan melalui judicial review ini jelas: meminta pembatalan PP Nomor 26 Tahun 2023 yang dianggap melegitimasi perusakan lingkungan dan mengorbankan kehidupan nelayan demi kepentingan komersial. Menurut Dr. Taufiq, aturan tersebut juga bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, yang seharusnya mengutamakan pelestarian dan perlindungan ekosistem laut.
Dampak PP Nomor 26/2023 Terhadap Ekosistem Laut
Salah satu poin kritis yang diajukan Dr. Taufiq adalah ketidakjelasan antara pasir laut alami dan sedimentasi lumpur yang diatur dalam PP Nomor 26/2023. Kedua material ini memiliki dampak yang sangat berbeda terhadap ekosistem laut. Dengan adanya peraturan ini, eksploitasi pasir laut bisa dilakukan tanpa kendali yang tepat, yang akhirnya dapat menimbulkan kerusakan lingkungan yang lebih parah.
Langkah Hukum Terhadap Kebijakan Jokowi
Tindakan Dr. Taufiq melalui kuasa hukumnya, Nael Tiano Marbun, SH, sejalan dengan aspirasi rakyat yang ingin Presiden Jokowi diadili atas kebijakan-kebijakan yang dinilai merugikan negara. Gugatan ini merupakan bagian dari tuntutan yang lebih besar, yakni meninjau seluruh kebijakan Jokowi yang dianggap sarat dengan kebohongan, pengkhianatan, dan kezaliman, seperti Proyek Ibu Kota Negara (IKN), ekspor pasir laut, dan proyek strategis nasional lainnya.
Ikhtiar Hukum: Seret Jokowi ke Pengadilan
Pasca lengsernya Jokowi pada 20 Oktober 2024, upaya untuk menuntut Jokowi secara hukum di berbagai sektor harus terus digalakkan. Hal ini termasuk tuntutan perdata, pidana, maupun tata negara. Beberapa langkah yang dapat ditempuh meliputi:
1. Gugatan Perdata: Segenap rakyat yang merasa dirugikan oleh kebijakan Jokowi dapat mengajukan gugatan di pengadilan negeri. Salah satu contohnya adalah gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang sudah dimulai oleh Habib Rizieq di Jakarta. Dalam gugatan ini, Jokowi dapat langsung dijadikan tergugat karena setelah lengser, ia akan berdomisili di Solo.
2. Gugatan Pidana: Beberapa kasus pidana seperti dugaan penggunaan ijazah palsu dan tindak pidana korupsi dinasti politik Jokowi dapat dilaporkan ke Polri dan KPK. Tuntutan penahanan dan penyidikan terhadap Jokowi dan dinasti politiknya juga bisa diajukan untuk memastikan keadilan ditegakkan.
3. Gugatan Tata Negara: Tuntutan ini bertujuan membatalkan seluruh peraturan negara yang dikeluarkan di era Jokowi yang merugikan rakyat. Presiden baru diharapkan dapat mengeluarkan regulasi yang membatalkan peraturan-peraturan tersebut, baik melalui eksekutif review, legislatif review, maupun judicial review.
Penutup
Langkah hukum yang diawali dari Solo ini diharapkan dapat menginspirasi daerah lain untuk mengikuti jejak yang sama. Ikhtiar untuk menuntut keadilan dan menyeret Jokowi ke pengadilan adalah bagian dari perjuangan besar rakyat Indonesia untuk menyelamatkan masa depan bangsa. Seluruh elemen masyarakat diimbau untuk terlibat aktif dalam perjuangan ini, agar kejahatan dan kebijakan yang merugikan tidak lagi terulang di masa mendatang.
0 Komentar