Oleh: Arslan
Jurnalis Lepas
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, menilai bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak perlu melakukan kampanye pencitraan positif di akhir masa jabatannya jika kinerjanya sudah terbukti baik.
Menurut Ujang, jika pemerintahan Jokowi berprestasi, rakyat akan menilai secara objektif. "Kalau kerjanya bagus, rakyat akan menilai dengan sendirinya. Mungkin karena banyak masalah yang muncul, akhirnya perlu ada pencitraan kembali," ujar Ujang pada Rabu (15/10/2024).
Berbagai narasi positif tentang pemerintahan Jokowi telah ditayangkan di media sosial dan media massa sejak 1 Oktober 2024 hingga Jokowi lengser, termasuk ucapan terima kasih atas kepemimpinannya.
Ujang menegaskan, di era keterbukaan informasi seperti saat ini, masyarakat sudah mampu menilai baik atau buruknya kinerja pemerintah tanpa perlu pencitraan.
"Ini era pencitraan, mungkin karena itu Jokowi merasa perlu melakukan pencitraan ulang untuk membangun kesan sukses di akhir masa jabatan," katanya.
Terkait dana Rp15 miliar yang dikeluarkan Istana untuk kampanye pencitraan tersebut, Ujang mengkritik penggunaannya. Ia menyatakan, dana sebesar itu seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat yang masih menghadapi kesulitan, seperti pengangguran dan kemiskinan.
"Sejatinya, uang sebesar itu mestinya digunakan untuk rakyat, terutama mereka yang sedang dalam kesusahan," ungkapnya.
Ujang juga tidak menutup kemungkinan bahwa kampanye pencitraan ini bertujuan untuk menutupi sejumlah kegagalan selama masa pemerintahan Jokowi. Namun, menurutnya, di zaman sekarang, kinerja pemerintah tidak bisa ditutup-tutupi.
"Kalau bagus ya bagus, kalau buruk ya buruk, semua bisa terlihat dengan jelas," pungkas Ujang.
0 Komentar