Oleh: Irohima
Penulis Lepas
Letak wilayah Indonesia yang merupakan wilayah pertemuan lempeng-lempeng tektonik seperti lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Filipina menjadikan Indonesia memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah, mulai dari kekayaan laut, hutan hingga tanah yang banyak menyimpan cadangan berbagai bahan tambang seperti emas, batu bara, timah, tembaga, intan, minyak bumi, gas, perak dan nikel. Potensi sumber daya alam Indonesia tentu akan sangat berguna dan menguntungkan jika dikelola dengan sebaik-baiknya, namun sayang, akibat pengelolaan dan tata kelola yang tidak tepat Indonesia kerap mengalami berbagai hal buruk seperti kehilangan barang tambang karena dicuri dan juga longsor di lokasi penambangan yang memakan korban.
Terbaru, negeri ini telah mengalami kerugian hingga triliunan rupiah akibat ulah sekelompok warga negara asing China yang melakukan penambangan emas secara ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Aktivitas penambangan ilegal ini diungkap oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) Bareskrim Polri. WNA asal China tersebut telah menggali lubang sepanjang 1.648,3 meter di bawah tanah dengan volume 4.467,2 meter kubik. Mereka melakukan penambangan serta pemurnian emas dan menjualnya dalam bentuk ore (bijih) atau bullion emas.
Sejumlah barang bukti seperti peralatan alat ketok atau labelling, saringan, cetakan, induction smelting, juga alat berat lower loader dan dump truck listrik ditemukan di lokasi tersebut. Dalam persidangan terungkap bahwa tak hanya emas sebanyak 774,27 kg yang berhasil dicuri namun juga perak sebanyak 937,7 kg. Akibatnya negara mengalami kerugian sebanyak Rp 1,02 triliun. Saat ini WNA yang berinisial YH yang ditetapkan sebagai tersangka utama, terancam hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda maksimal 100 miliar (CNBC Indonesia, 15 Mei 2024). Sementara itu, longsor yang terjadi di Nagari Sungai Abu Kecamatan Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat dan menyebabkan 25 orang tertimbun, 3 orang terluka, serta 15 orang meninggal dunia. Para korban merupakan penambang emas ilegal dan warga sekitar lokasi (Liputan6.com, 27/09/2024).
Kasus penambangan ilegal yang menyebabkan hilangnya emas serta longsor di lokasi penambangan yang menelan korban jiwa merupakan bukti adanya karut marut dalam pengelolaan kekayaan negara. Penyebutan ilegal bahkan terkesan seperti cuci tangan atas abainya negara dalam persoalan pengurusan sumber daya alam. Kata Ilegal juga menyamarkan kelalaian dalam memetakan dan mendata kekayaan dan potensi alam di Indonesia. Kasus penambangan ilegal yang berulang juga menunjukkan ketiadaan hukum yang tegas. Selama ini, para pelaku penambangan ilegal makin marak jumlahnya karena hukum yang lunak dan tidak berefek jera. Di sisi lain, kepemilikan serta pengelolaan tambang yang banyak diserahkan kepada swasta juga terkadang membuat lahan tambang dieksploitasi dengan kalap tanpa memikirkan dampak terhadap lingkungan ataupun terhadap masyarakat, wajar jika kemudian terjadi longsor ataupun bencana yang lainnya.
Sejatinya karut marut pengelolaan kekayaan alam merupakan salah satu buah dari diterapkannya sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, adanya kebebasan dalam hal kepemilikan dalam berbagai hal termasuk tambang membuat negara tidak memiliki kedaulatan dalam mengelolanya, padahal negara berkewajiban mengelola sendiri sumber kekayaan alam tanpa intervensi asing maupun swasta. Dengan diserahkannya pengelolaan kekayaan alam kepada swasta maka hasil pengelolaan pun tentu hanya akan dinikmati oleh pengelola. Aturan dalam kapitalisme membuat negara mandul dalam perannya sebagai periayah umat, kapitalisme membuat negara terikat dengan berbagai kesepakatan dan kepentingan yang memprioritaskan para kapitalis atau pemodal besar dari pada rakyat, tidak mengherankan jika kebijakan yang terkait dengan pengelolaan kekayaan alam tidak memihak rakyat sedikitpun. Pun dengan hukum, meski telah banyak merugikan negara, namun hukuman yang diputuskan kerap tak sebanding dengan akibat yang telah ditimbulkan oleh pelaku.
Negara harusnya memiliki bigdata terkait kekayaan /potensi alam di wilayah Indonesia, menjaga juga mengelolanya sendiri, dengan begitu tak akan terjadi peristiwa hilangnya emas yang baru terungkap setelah sekian lama. Peran negara yang tidak maksimal dalam sistem kapitalisme juga membuat negara abai akan pengawasan dan penjagaan hingga membuat banyak potensi kekayaan sumber daya alam yang tak terdeteksi dan menjadikannya rentan dicuri. Keadaan ini makin diperparah oleh sistem pengaturan tambang ala kapitalisme.
Dalam Islam, negara memiliki pengaturan yang jelas terkait kekayaan alam dan pengelolaannya. Mulai dari status kepemilikan, pihak yang bertanggung jawab, produksi, dampak terhadap lingkungan, hingga keamanan dalam proses pengelolaan. Dalam Islam, tambang termasuk dalam salah satu harta kekayaan milik umat, dan menurut syara, harta yang menjadi milik umat tidak bisa dimiliki oleh individu atau sebuah kelompok. Pengelolaan kekayaan alam dalam Islam sepenuhnya diatur sesuai syara dan hasil dari pengelolaan juga akan digunakan untuk kemaslahatan umat.
Wallahualam bis shawab
0 Komentar