Oleh: Rika Dwi Ningsih
Penulis Lepas
Indonesia, negara dengan tanah pertanian yang subur dan luas, seharusnya mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, terutama beras. Namun, sayangnya potensi tersebut tidak sepenuhnya dimanfaatkan. Krisis pangan, terutama beras, kembali menghantam Indonesia di tahun 2024 akibat musim kering yang diperparah fenomena El-Nino. Akibatnya produksi beras dalam negeri menurun drastis, sehingga pemerintah terpaksa mengimpor beras dari negara lain seperti Thailand dan Vietnam.
Dari sisi produksi, sektor pertanian Indonesia menghadapi kendala serius. Biaya produksi yang tinggi mengurangi daya tarik bagi petani. Berdasarkan data BPS (2017), komponen biaya terbesar adalah tenaga kerja (48,95%), diikuti oleh sewa lahan (26,36%), pupuk (9,4%), pestisida (4,3%), dan benih (3,8%). Dengan biaya yang terus meningkat, banyak petani terpaksa beralih menjadi buruh tani atau bahkan menjual lahannya.
Kesulitan mendapatkan pinjaman dengan suku bunga yang wajar juga menambah beban petani. Banyak petani akhirnya terjerat pinjaman rentenir dengan bunga tinggi yang justru makin memberatkan mereka. Dari segi harga, Bank Dunia mencatat bahwa harga beras di Indonesia 20 persen lebih mahal dibandingkan harga beras di pasar global, padahal keuntungan petani terbilang tipis dari jerih payah yang dikeluarkan.
Di sisi lain, ketidakstabilan harga beras di pasaran juga menjadi masalah. Daya beli masyarakat masih lemah, sekitar 40% penduduk Indonesia berada dalam kategori miskin menurut standar Bank Dunia. Akibatnya, tengkulak dan pedagang memiliki ruang untuk memanipulasi harga dengan menimbun barang, sementara solusi pemerintah yang hanya menetapkan batas atas harga pangan yang masih belum efektif mengatasi masalah ini.
Pendekatan Negara Islam dalam Mengelola Pangan
Islam memiliki panduan ekonomi yang komprehensif dan berkeadilan. Dalam negara Islam, negara memiliki kewajiban untuk memastikan kebutuhan dasar rakyat terpenuhi dengan harga terjangkau. Berikut beberapa kebijakan yang dapat diterapkan untuk mewujudkan kesejahteraan pangan:
1. Dorongan Produksi Pertanian
Dalam negara Islam, produksi barang kebutuhan pokok, khususnya pangan, sangat ditekankan. Pemerintah bertanggung jawab menyediakan insentif dan dukungan produksi yang mengurangi beban petani, seperti meniadakan biaya sewa lahan yang tidak sesuai syariah, menyediakan modal dari Baitul Mal, serta mendorong penggunaan teknologi pertanian modern. Misalnya, pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, produktivitas tanah pertanian ditingkatkan dengan membiarkan tanah taklukan dikelola penduduk asli, yang memiliki kemampuan dalam mengolah lahan.
2. Pengawasan Pasar oleh Qaadhi Hisbah
Di negara Islam, lembaga hisbah bertugas memastikan keadilan dalam pasar. Mereka bertanggung jawab mencegah praktik penipuan, manipulasi harga, dan penimbunan. Qaadhi hisbah dapat memaksa pedagang menjual barang dengan harga wajar. Praktik seperti riba, perjudian, dan jual-beli yang mengandung ketidakpastian (gharar) juga dilarang keras.
3. Larangan Penimbunan Barang Kebutuhan Pokok
Islam melarang penimbunan barang yang dapat menyebabkan kelangkaan dan harga naik tidak wajar. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi ï·º yang menyatakan, “Tidak ada yang menimbun kecuali orang yang bersalah.” (HR Muslim). Penguasa berhak memaksa penimbun menjual barangnya dengan harga normal ketika masyarakat membutuhkan.
4. Larangan Intervensi Harga yang Tidak Wajar
Dalam Islam, harga barang diatur oleh mekanisme pasar yang sehat, tanpa intervensi yang menimbulkan ketidakadilan. Harga yang terlalu tinggi maupun rendah yang merugikan konsumen atau pedagang dianggap tidak sesuai syariah.
5. Penyediaan Informasi Pasar yang Valid
Negara berkewajiban menyediakan informasi harga pasar yang benar sehingga mencegah kecurangan dan membantu petani serta produsen mendapatkan nilai yang adil. Ini mengurangi praktik manipulasi harga oleh tengkulak yang kerap terjadi di pasar.
6. Bantuan Pangan bagi Masyarakat Kurang Mampu
Negara Islam bertanggung jawab dalam menyediakan bantuan pangan ketika kondisi sulit. Contoh yang menginspirasi adalah kebijakan Khalifah Umar ra. pada masa paceklik. Beliau menggunakan dana Baitul Mal untuk mengurus kebutuhan pangan penduduk yang mengalami kesulitan, termasuk membagikan makanan dan kebutuhan lainnya secara teratur.
7. Peningkatan Pasokan untuk Menjaga Kestabilan Harga
Ketika produksi dalam negeri tak mencukupi, negara dapat mengadakan pasokan dari wilayah atau negara lain, seperti yang dilakukan Umar bin Khattab yang meminta bantuan dari wilayah Hijaz dan Mesir selama masa paceklik. Hal ini menjaga agar harga pangan tetap terjangkau di tengah kondisi sulit.
Kesimpulan
Negara Islam menyediakan solusi yang komprehensif untuk mengatasi krisis pangan dan menjamin kesejahteraan rakyat. Tidak hanya berfokus pada aspek produksi, tetapi juga memperhatikan distribusi dan pengawasan pasar agar terhindar dari praktik manipulasi harga dan penimbunan. Melalui penerapan kebijakan yang adil dan sesuai syariah, krisis pangan dapat diatasi dengan lebih efektif, memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, serta mencapai ridha Allah ï·».
0 Komentar