Oleh: Darul Al-Fatih
Penulis Lepas
China telah menjadi salah satu negara kreditor terbesar di dunia, memberikan pinjaman besar kepada negara-negara berkembang melalui Belt and Road Initiative (BRI). Namun, negara ini kerap menghadapi kritik dari negara-negara Barat, yang menuduhnya menerapkan apa yang disebut "perangkap utang." Klaim ini menyebut bahwa China memberikan pinjaman dengan syarat-syarat ketat, yang jika gagal dibayar, memaksa negara peminjam menyerahkan kendali atas aset strategis mereka kepada China. Meski demikian, China terus menyangkal tuduhan ini.
Peningkatan Pinjaman China
Selama satu dekade terakhir, pinjaman China kepada negara-negara berpendapatan rendah dan menengah meningkat tiga kali lipat, mencapai US$170 miliar pada akhir 2020. Namun, beberapa riset, termasuk dari AidData, menunjukkan bahwa sekitar 50% dari pinjaman tersebut tidak tercatat dalam statistik resmi. Ini disebabkan oleh pinjaman yang disalurkan ke perusahaan-perusahaan milik negara atau usaha patungan, bukan langsung melalui pemerintah. Pinjaman ini kerap digunakan untuk proyek infrastruktur besar seperti pelabuhan, jalan, dan jalur kereta api.
Contoh nyata adalah proyek pelabuhan Hambantota di Sri Lanka, yang gagal dibayar dan akhirnya diserahkan kepada perusahaan China. Sri Lanka kini terjebak dalam krisis ekonomi dan politik yang memburuk, memperkuat narasi bahwa negara-negara berkembang dapat jatuh dalam "perangkap utang" jika tidak mampu melunasi pinjaman mereka.
Kritik dari Barat
Barat, termasuk Badan Intelijen Inggris (MI6), menyebut pinjaman China sebagai alat politik. Mereka berpendapat bahwa China memanfaatkan kegagalan pembayaran utang untuk mengambil alih aset strategis, seperti pelabuhan, jalur kereta, dan bahkan bandara. Selain Sri Lanka, Uganda dan Kenya juga disebut terancam kehilangan aset berharga mereka karena kesulitan melunasi utang ke China.
Uganda, misalnya, sedang berusaha mengubah ketentuan perjanjian utangnya dengan China untuk menghindari penyerahan Bandara Internasional Entebbe. Situasi ini memicu kekhawatiran internasional tentang sejauh mana China dapat memperluas pengaruh geopolitiknya melalui pinjaman.
Tanggapan China
China dengan tegas membantah tuduhan "perangkap utang." Dalam pernyataannya, China menyebut bahwa tidak ada satu pun negara yang jatuh dalam situasi tersebut karena meminjam dari mereka. Beijing juga menegaskan bahwa klausul kerahasiaan dalam kontrak pinjaman adalah praktik umum dalam utang internasional, tidak berbeda dengan pemberi pinjaman komersial lainnya. Profesor Lee Jones dari Queen Mary University menyatakan bahwa pinjaman China lebih bersifat komersial dibanding pinjaman pembangunan.
Dampak Terhadap Negara Peminjam
Meski China menolak tuduhan tersebut, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa beberapa negara mengalami kesulitan berat untuk melunasi utang. Selain Sri Lanka, negara-negara seperti Djibouti, Laos, Zambia, dan Kyrgyzstan menghadapi utang yang setara dengan lebih dari 20% dari PDB tahunan mereka. Dengan bunga pinjaman China yang lebih tinggi (sekitar 4%) dan periode pembayaran yang lebih singkat dibanding pinjaman dari lembaga Barat, negara-negara ini rentan terhadap kegagalan pembayaran.
China dan Kapitalisme Global
Beberapa pihak menyatakan bahwa China, dengan strategi pinjamannya, telah beralih menjadi kekuatan kolonial baru yang meniru negara-negara Barat dalam mengeksploitasi negara-negara berkembang. Situs Hizbut Tahrir menyoroti bahwa China kini menggunakan pengaruh ekonominya untuk menjarah kekayaan negara-negara Selatan atau Dunia Ketiga, sekaligus memperluas pasar bagi komoditasnya. China tampaknya menggunakan pola-pola kapitalisme global untuk mengamankan posisinya sebagai kekuatan ekonomi utama.
Kesimpulan
China telah berhasil memperluas pengaruhnya melalui pinjaman infrastruktur besar, tetapi kritik terus berdatangan terkait dampak jangka panjangnya. Banyak negara yang memanfaatkan pinjaman ini kini menghadapi risiko kehilangan kendali atas aset penting mereka jika tidak mampu membayar. Meski China membantah tuduhan "perangkap utang," kekhawatiran global tentang peran geopolitiknya terus meningkat.
0 Komentar