Oleh: Rika Dwi Ningsih
Pengamat Politik dan Aktivis Dakwah
Demokrasi, meski diklaim sebagai sistem terbaik untuk mewakili rakyat, sebenarnya penuh dengan kelemahan yang merugikan banyak orang. Dalam demokrasi, perdebatan tentang benar dan salah sering kali diserahkan kepada rakyat untuk memutuskan, sehingga rakyat saling bertentangan satu sama lain. Pada akhirnya, yang kuat akan mengalahkan yang lemah, entah karena jumlah suara, kekuatan uang, atau kekuasaan.
Misalnya, dalam kasus Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti PIK 2 di Tangerang atau Ibu Kota Negara (IKN) baru, terlihat jelas bahwa kelompok-kelompok besar seperti Agung Sedayu dan Tommy Winata memanfaatkan sistem demokrasi untuk kepentingan mereka. Meskipun jumlah mereka sedikit dibandingkan dengan warga korban yang tanahnya dirampas, akses mereka terhadap kekuasaan dan uang membuat mereka lebih kuat. Mereka menggunakan demokrasi untuk merampas hak rakyat melalui jalur hukum dan pejabat yang mereka kendalikan.
Demokrasi memberikan ruang bagi oligarki untuk bermain, membuat aturan yang seharusnya melindungi rakyat justru digunakan untuk menindas mereka. Jika hukum Islam diterapkan, penguasa tidak akan bisa merampas tanah rakyat dengan dalih apapun, termasuk melalui PSN. Islam melarang penguasa menjadi alat bagi oligarki dan pengusaha untuk menguasai tanah dan kekayaan rakyat.
Contoh serupa terjadi di Rempang, di mana Tommy Winata, pemilik Artha Graha, berhasil menguasai tanah rakyat dengan bantuan sistem demokrasi. Meski kalah jumlah dengan warga lokal, uang dan akses kekuasaan membuatnya menang. Ini menunjukkan bahwa dalam demokrasi, yang sedikit namun kaya dan berkuasa dapat menindas yang banyak namun miskin dan lemah.
Keadilan Menurut Islam vs Keadilan Menurut Demokrasi
Demokrasi sering kali mengklaim dirinya sebagai sistem yang adil, tetapi makna keadilan dalam demokrasi sangat berbeda dengan keadilan menurut Islam. Bagi umat Islam, keadilan adalah mengikuti perintah Allah ï·». Ketika Allah ï·» menentukan hukum waris, misalnya, dengan bagian dua untuk laki-laki dan satu untuk perempuan, itu adalah keadilan sejati. Hakim yang menerapkan hukum ini telah bertindak adil karena dia mengikuti perintah Allah ï·».
Demikian pula, dalam kasus pencurian, ketika syarat-syarat terpenuhi dan hakim menghukum pencuri dengan potong tangan, itu adalah keadilan menurut Islam. Hukuman ini bertujuan untuk menghapus dosa pencuri sehingga dia tidak perlu dihukum di akhirat kelak. Bahkan dalam kasus zina, Islam memandang bahwa hukuman rajam hingga mati adalah bentuk keadilan karena hukuman tersebut menebus dosa sang pezina.
Namun, bagi kaum sekuler yang memandang dunia melalui lensa hawa nafsu, hukum-hukum ini dianggap zalim. Mereka menuduh Islam pilih kasih, bar-bar, dan tidak berperikemanusiaan. Padahal, sistem demokrasi yang mereka junjung justru menghasilkan lebih banyak ketidakadilan dan kejahatan. Pencurian, perzinahan, riba, dan korupsi merajalela di bawah sistem sekuler yang hanya melayani kepentingan para pemilik modal dan penguasa.
Kebutuhan Akan Khilafah untuk Keadilan Sejati
Dalam demokrasi, keadilan hanyalah slogan kosong. Sistem ini memungkinkan para cukong, asing, dan aseng menguasai sumber daya alam yang melimpah di negeri ini. Mereka, meski jumlahnya sedikit, berhasil membeli hukum, undang-undang, dan bahkan pejabat negara untuk melayani kepentingan mereka. SDA kita, mulai dari tambang, minyak, hingga hasil laut, dikuasai oleh mereka yang memanfaatkan demokrasi untuk kepentingan pribadi.
Adil menurut Islam adalah menjalankan perintah Allah ï·» dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam memutuskan perkara. Namun, keadilan ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya Khilafah. Rasulullah ï·º dulu mendirikan negara Islam di Madinah untuk menegakkan keadilan Islam, dan setelah beliau wafat, Khilafah meneruskan tugas ini hingga runtuh pada tahun 1924.
Sejak Khilafah runtuh, dunia tenggelam dalam kegelapan sekulerisme yang dikendalikan oleh ideologi kapitalisme. Manusia menjadi serakah, berzina semaunya, merampas harta, dan bahkan nyawa manusia menjadi sangat murah. Keadilan seperti lenyap dari muka bumi.
Oleh karena itu, jika Anda benar-benar ingin memperjuangkan keadilan, maka Anda harus memperjuangkan tegaknya Khilafah. Tanpa Khilafah, keadilan yang Anda perjuangkan hanyalah omong kosong dan bualan belaka.
بَارَÙƒَ اللهُ Ù„َÙƒُماَ
0 Komentar