NELAYAN KARIMUN KAGET DENGAN DATANGNYA KAPAL SEDOT PASIR


Oleh: Rika DN
Jurnalis Lepas

Karimun, Kepulauan Riau — Nelayan di Karimun, Kepulauan Riau, dibuat kaget oleh kehadiran kapal sedot pasir yang tiba-tiba masuk ke wilayah perairan tangkap mereka pada akhir Agustus 2024. Beredar kabar bahwa kapal tersebut diperintahkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengambil sampel pasir sedimentasi laut. Namun, para nelayan protes terhadap aktivitas itu, karena sejak awal mereka telah menolak kegiatan penyedotan pasir atas nama pemanfaatan sedimentasi laut.

Pada Sabtu, 14 September 2024, sejumlah nelayan menyuarakan penolakan mereka terhadap aktivitas kapal tersebut. Mereka menilai kegiatan itu tidak melalui proses musyawarah dengan masyarakat setempat. Ketua Kelompok Pengawas Nelayan Lestari, Jakar, mengungkapkan keheranannya atas pengambilan sampel yang dilakukan tanpa konsultasi sebelumnya. "Saat pertemuan, perusahaan menyampaikan izin pengambilan sampel hanya tiga hari, tapi nelayan memantau pengerukan berlangsung selama 10 hari," ujar Jakar.

Akibat pengerukan pasir yang berlarut-larut, nelayan setempat mengalami kesulitan untuk melaut. Aktivitas tersebut dinilai mengganggu ekosistem laut yang selama ini menjadi sumber penghidupan nelayan.

Pemerintah, melalui Kementerian Perdagangan, telah membuka kembali keran ekspor pasir laut setelah 20 tahun larangan diberlakukan. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Budi Santoso, menjelaskan bahwa kebijakan ini dilandasi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi laut. Kebijakan ini juga berdasarkan usulan dari KKP.

Di sisi lain, Nardi, seorang pelaku usaha tambang pasir lokal di Kepulauan Riau, mengungkapkan bahwa tidak ada perusahaan lokal yang terlibat dalam proyek pengerukan pasir tersebut. "Kebanyakan perusahaan berasal dari Jakarta," kata Nardi. Menurutnya, pengusaha lokal kesulitan mendapatkan izin pemanfaatan sedimentasi laut karena KKP belum membuka akses bagi perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni, mengonfirmasi bahwa ekspor pasir laut telah resmi dibuka setelah Kementerian Perdagangan merevisi aturan larangan. Ia menambahkan, saat ini terdapat 66 perusahaan yang sedang mengantre untuk mendapatkan izin, namun ia enggan membeberkan nama dan asal perusahaan tersebut.

Sementara itu, ahli ekologi dari Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan, Romi Hermawan, menyatakan bahwa potensi keuntungan dari ekspor pasir laut sangat besar. Romi memperkirakan Singapura akan menjadi negara yang paling diuntungkan dari proyek ini, mengingat mereka tengah membangun mega proyek pelabuhan terbesar di Asia yang ditargetkan rampung pada 2040.

"Singapura kemungkinan akan memprioritaskan pasir laut dari Kepulauan Riau karena kualitas pasirnya yang tinggi dan lokasinya yang dekat," ujar Romi. Ia berharap pemerintah Indonesia bisa mengatur sistem jual beli yang adil agar mendapatkan harga terbaik dari Singapura.

Posting Komentar

0 Komentar