TINGGINYA BEBAN HIDUP MEMATIKAN FITRAH KEIBUAN


Oleh: Irma Nurlelasari
Pemerhati Umat.

Rohwana alias Wana (38 tahun), seorang ibu di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung, ditangkap polisi karena terlibat pembunuhan. Perempuan yang kesehariannya bekerja sebagai buruh itu membunuh bayinya sendiri dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air setelah dilahirkan.

Bayi itu kemudian dibuang ke semak-semak dalam kebun milik warga sekitar.

Pelaku mengaku lahiran di toilet kemudian bayi itu diceburkan ke bak (ember) mandi sampai meninggal. Setelah yakin sudah meninggal, baru diambil dan dibungkus kain.

Kepada polisi, Rohwana mengaku tega membunuh bayinya itu karena tidak menginginkan kelahirannya. Alasannya, karena tidak cukup biaya untuk membesarkan. Rohana memiliki suami yang bekerja sebagai buruh.

"Ibu ini ada dua anaknya, semua sudah besar. Dan anak ketiga ini (korban) dibunuh karena alasannya faktor ekonomi. Dia tidak kehendaki anak itu," ungkap Kasat Reskrim Polres Belitung, AKP Deki Marizaldi.

Berbicara tentang fitrah Wanita khususnya seorang Ibu di dalam Islam, Wanita merupakan makhluk yang dikodratkan oleh Sang Khalik sebagai perantara lahirnya manusia di bumi ini. Wanita diberi kelebihan untuk bisa mengandung, melahirkan, memelihara calon manusia dan mendidiknya.

Tugas kaum ibu, sungguh suatu tugas yang tidak ringan. Allah ï·» telah menentukan kodrat wanita yang berat itu, namun kadangkala kaum Adam kurang mau memahami. Secara fisik dan rohani memang wanita dipersiapkan memiliki kesanggupan. Bahkan di dalam Islam ibu begitu sangat dimuliakan, sehingga Rasul pun menyebutkan 3 kali didalam sabdanya.

Dalam sebuah Hadist riwayat Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah bahwa seseorang datang kepada Rasulullah dan bertanya, “Ya Rasulullah, kepada siapakah aku berbakti yang utama?” maka Rasulullah menjawab, “Ibumu” dan orang itu bertanya kembali, “kemudian siapa lagi?” Rasulpun menjawab, “Ibumu” dan orang itu bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi?” Rasulpun menjawab, “Ibumu,” orang itupun bertanya kembali dan Rasulpun menjawab, “Kemudian ayahmu”.

Artinya, setiap manusia yang lahir ke dunia ini adalah karena kuasa Allah yang di amanahkan kepada seorang ibu, sosok perempuan dengan segenap fitrah kelembutan dan kasih sayangnya.

Oleh karena itu, berbahagialah wahai kaum wanita, karena kepadamulah telah dipercayakan tugas mulia oleh Sang Maha Pencipta, bahwa dari rahimmu yang subur akan lahir putra-putri generasi penerus.

Namun, sangat di sayangkan sosok ibu di dalam berita di atas sangat jauh dengan fitrah yang seharusnya. Peran strategisnya tidak didukung oleh peradaban yang baik, penerapan ideologi sekuler kapitalis bukan mendukung terlakasananya tugas keibuan dengan baik, sebaliknya, menggerus fitrah mulianya. Sungguh sangat miris. Jika ditelaah, maraknya kasus pembuangan bayi erat kaitannya dengan kehamilan yang tidak diinginkan disebabkan imbas dari maraknya perzinaan dan beragam faktor pemicu lainnya, termasuk ekonomi.

Ibu yang seharusnya menjadi pembuat ketenangan dan ketentraman keluarga, penjaga anak-anak dan pengurus rumah tangga, akhirnya dibebani tanggung jawab ‘menyelamatkan’ kondisi ekonomi keluarga. Sifat kasih sayang yang telah Allah lekatkan kepada para ibu terkikis seiring interaksi yang terus berkurang akibat mereka meninggalkan rumah. Bahkan tak jarang dalam hitungan jam mereka tidak bertemu dengan anak-anaknya karena bekerja di luar rumah.

Akibatnya banyak Ibu yang merasa tidak akan mampu untuk membesarkan anak-anaknya dan menganggap anak adalah beban bagi mereka, memiliki banyak anak bertambah berat pula beban yang akan di pikul.

Lalu bagaimana solusinya dalam Islam supaya hal-hal tersebut tidak terjadi lagi?

Pertama, yakni kembali kepada aturan Sang Khaliq, Menjalani kehidupan yang sesuai dengan fitrah manusia yakni Islam. Maka satu persatu persoalan yang kita hadapi akan terurai, tiada lain adalah dengan mengembalikan Ibu kepada fitrahnya sesuai aturan dan arahan Islam.

Fitrah strategis seorang Ibu yaitu sebagai ummu madrasatul ‘ula dan ummu warrabatul bayt, berperan membina, mengatur dan menyelesaikan urusan rumah tangganya. Peran yang istimewa bukan hanya bahagia didunia, keberhasilan peran tersebut menghantarkan bahagia diakhirat. Sungguh mulia peran utama perempuan.

Dan yang kedua, dukungan dari lingkungan sekitar juga sangat berpengaruh terutama sosok Ayah. Peran ayah dalam keluarga sangatlah penting. Bukan sekedar sebagai seorang pemimpin keluarga dan memenuhi nafkah.

Di rumah, Ibu sebagai guru maka Ayah adalah kepala sekolahnya berperan sebagai seorang konseptor yang merancang kurikulum.

Ketiga, Peran Negara. Apabila negara mampu menjamin kesejahteraan warganya, menyediakan mata pencaharian yang layak bagi setiap kepala keluarga, serta memastikan ketakwaan pada lingkungannya terjaga, niscaya beban para ibu akan serta merta hilang dari pundaknya.

Dengan penerapan syariat Islam secara kaffah, kaum ibu akan sehat jiwa dan raganya sehingga menyayangi anak-anak, mengarahkan dan mendidiknya dengan baik. Inilah bekal untuk mewujudkan generasi Islam yang cemerlang.

Wallahu'allam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar