Oleh: Aan anisa
Muslimah peduli umat
Memasuki musim hujan pada akhir-akhir ini beberapa daerah di Indonesia sering dilanda banjir dan menjadi rutinitas setiap musim hujan tiba. Banjir bukanlah bencana baru yang menimpa sebagian masyarakat indonesia, yang mana permasalan ini sampai sekarang belum bisa diselesaikan.
Persolan banjir bukan sekedar efek curah hujan yang tinggi saja, lebih dari itu bencana ini akibat dari ulah tangan-tangan manusia itu sendiri, seperti menebang pohon sembarangan, yang mana pohon tersebut berguna untuk menyerap air ketika hujan datang, membuang sampah sembarangan sehingga aliran sungai terbendung dengan sampah-sampah.
Juga pembangunan proyek besar dilakukan tanpa melihat situasi dan kondisi lingkungan. Tanpa berpikir ulang apakah akan merugikan orang lain dari pembangunan tersebut, yang ada hanyalah kepentingan dan kemaslahatan bagi mereka saja yaitu para pemilik modal besar.
Seperti dilansir dari beritasatu.com menyebutkan bahwa, banjir telah merendam ribuan rumah warga Kampung Bojongasih, Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, pada Minggu (14/1/2024)
Jakarta, CNN Indonesia - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau mencatat ada sedikitnya 6.000 orang dari sejumlah daerah di provinsi tersebut harus mengungsi akibat pemukiman, lahan dan tempat usaha mereka terdampak banjir sejak beberapa pekan terakhir ini.
Jika kita perhatikan, berulangnya bencana banjir yang melanda tanah air erat kaitannya dengan pembangunan wilayah yang tidak direncanakan secara komprehensif dan mendalam. Di Kota Bandung, wilayah bagian utara yang seharusnya menjadi daerah yang berfungsi sebagai serapan, kini sudah dipenuhi pemukiman. Pembangunan properti telah mengubah bentang alam di daerah hulu sehingga terjadi degradasi atau deforestasi kawasan hutan. Begitu juga dengan pembangunan fasilitas umum, seperti jalan, sekolah, dan rumah sakit.
Pesatnya pembangunan wisata di Bandung Selatan juga menyebabkan alih fungsi kawasan yang memiliki fungsi konservasi. Sementara itu, di Jambi, Tim Geographic Information System Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi telah mencatat sebesar 73% hutan alam di Jambi kini sudah beralih fungsi sehingga menyebabkan bencana banjir.
Berbagai pembangunan tersebut dilakukan tanpa memperhatikan bagaimana daya dukung lingkungan. Inilah model pembangunan ala kapitalisme yang hanya mengutamakan keuntungan pribadi atau segelintir pihak saja. Namun fatalnya justru abai akan dampak buruk dari aktivitasnya terhadap lingkungan dan tata kelola secara keseluruhan. Akibatnya, rakyat yang kembali menjadi korban. Terjadi korban jiwa, rumah warga terendam, penduduk harus mengungsi. Setelah banjir, marak terjadi diare.
Inilah salah satu kerusakan akibat pembangunan kapitalistik dalam tata kelola lingkungan yang sekedar mementingkan manfaat dan memperturutkan hawa nafsu manusia untuk memperoleh keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Namun menghasilkan kerusakan entah bagi alam ataupun manusia.
Bahkan dampak Kerusakan tata kelola alam ini telah di peringatkan Allah Subhana Wa Ta'ala dalam Al-Qur’an yang artinya, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum: 41).
Sungguh jauh berbeda dengan pembangunan dalam Islam. Pembangunan dalam Islam tidak hanya sekedar mengedepankan kemajuan ekonomi saja, akan tetapi senantiasa memperhatikan penjagaan terhadap lingkungan sehingga alam tetap harmonis. Maka meskipun tujuan pembangunan seolah menguntungkan, seperti pembangunan kawasan industri, permukiman, atau kawasan wisata, jika ternyata merusak alam dan merugikan masyarakat, akan dilarang.
Pembangunan dalam sistem Islam dilaksanakan untuk kepentingan umat agar memudahkan kehidupan mereka. Ujung tombak pembangunan adalah penguasa. Oleh karenanya, penguasa sebagai pengurus (raa’in) rakyat harus menjalankan kebijakan pembangunan berdasarkan aturan Allah dan Rasul-Nya, bukan berdasarkan kemauan para investor.
Pembangunan fasilitas publik, seperti sekolah, rumah sakit, jalan, pasar, masjid dan sebagainya akan diatur dengan memperhatikan lokasi permukiman sehingga warga mudah mengakses fasilitas publik tersebut. Adapun industri dan pertambangan akan dijauhkan dari permukiman sehingga tidak membahayakan warga.
Cara penambangan juga harus memperhatikan analisis dampak lingkungan sehingga tidak menghasilkan kerusakan dan limbah yang mengganggu kesehatan rakyat. Pembangunan dalam Islam yang berdasarkan syariat dan berorientasi pada kemaslahatan rakyat ini telah di terapkan selama berabad-abad oleh Khilafah. Tidak hanya tertata dengan baik hingga menghasilkan kenyamanan bagi warga, tata kelolanya bahkan menjadi simbol peradaban Islam.
Begitulah solusinya Islam atasi banjir dan kebijakan Khilafah Islamiyyah ini tidak hanya di dasarkan pada pertimbangan rasional tetapi juga nash-nash syara.
0 Komentar