Oleh: Gopal
Jurnalis Lepas
Outline:
- Seluk beluk dan keadaan pertambangan di Indonesia
- Probematika pertambangan di Indonesia
- Solusi Islam dalam mengelolanya
Dinamika pertambangan Indonesia
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan sumber daya alam tersebut selayaknya dikelola dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya alam harus berorientasi kepada konservasi sumberdaya alam (natural resource oriented). Salah satu sektor terbesar dalam hal ini adalah sektor pertambangan.
Pertambangan di Indonesia pertama kali muncul di provinsi Papua, cadangan tembaga dan emas yang sangat besar tersembunyi di pegunungan terjal. Tambang Grasberg (1972), salah satu yang terbesar di dunia, menjadi lambang rumitnya pertambangan di Indonesia. Dimiliki oleh perusahaan pertambangan multinasional dan pemerintah Indonesia, tambang ini mencerminkan keseimbangan yang rapuh antara pembangunan ekonomi, kepedulian lingkungan, dan hak-hak komunitas adat.
Ketika operasi penambangan dimulai, masyarakat setempat mengungkapkan keprihatinan mereka tentang potensi dampak lingkungan terhadap tanah keramat mereka dan gangguan terhadap cara hidup mereka. Menyadari pentingnya keberlanjutan, perusahaan tambang bekerja sama dengan pemangku kepentingan lokal, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan pemerintah untuk menerapkan langkah-langkah perlindungan lingkungan, termasuk upaya penghijauan kembali hutan (reboisasi) dan praktik pengelolaan limbah. Ini menyoroti tumbuhnya kesadaran akan perlunya praktik penambangan yang bertanggung jawab dan hubungan yang harmonis dengan alam.
Lebih jauh ke barat, di pulau Sumatera, hutan lebat menyimpan cadangan batu bara dan mineral berharga yang sangat besar. Operasi pertambangan skala kecil muncul, didorong oleh masyarakat lokal yang mencari keuntungan dari sumber daya alam di sekitar mereka. Namun, praktik yang tidak diatur dan tidak berkelanjutan terkadang menyebabkan degradasi lingkungan dan sengketa tanah. Menyadari perlunya pengawasan dan regulasi, pemerintah memperkenalkan undang-undang pertambangan yang lebih ketat dan meningkatkan upaya untuk menegakkan praktik-praktik berkelanjutan.
Sedangkan di Provinsi Kalimantan, harta karun bumi berupa batu bara menjadi bahan bakar kebutuhan energi bangsa. Operasi penambangan skala besar berkembang pesat, mengubah lanskap dan menyediakan lapangan kerja. Namun, ekstraksi batu bara yang cepat menimbulkan kekhawatiran tentang penggundulan hutan (deforestasi), degradasi lahan, dan penggusuran masyarakat adat.
Dinamika pertambangan alam di Indonesia terus berkembang didorong oleh kesadaran yang lebih besar akan perlunya praktik berkelanjutan dan pelestarian alam. Negara, dengan beragam ekosistem dan sumber daya yang kaya, menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan dan keadilan sosial. Namun demikian, walaupun peraturan perundangan telah memberikan pedoman yang jelas mengenai pengelolaan sumber daya alam, dalam realitasnya masih terjadi ketimpangan dan pelanggaran di dalam eksploitasi kekayaan alam Indonesia.
Pertambangan tidak hanya berada di daratan (mainland) tetapi juga sudah menjalar ke wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, termasuk pembuangan limbah pemurnian logam (tailing) di wilayah pesisir dan laut Ekspansi pertambangan semakin meluas, konflik agraria makin marak, kriminalisasi masyarakat tiada henti, kerusakan lingkungan semakin tak terkendali. Status lingkungan hidup Indonesia (daya dukung dan daya tampung) semakin tidak jelas ditengah situasi bencana alam dan bencana ekologis yang setiap hari mengancam kehidupan rakyat. Penegakan hukum sektor pertambangan jalan di tempat, perusahaan tambang investasi asing semakin dilindungi melalui perundingan kembali (renegosiasi), dan masih banyak lagi.
Problematika Tambang di Indonesia
Pernyataan Mahfud MD yang mengutip Samad terkait maraknya mafia tambang menggelitik pikiran kita. Katanya, jika tidak ada mafia dan korupsi bidang tambang, Indonesia bukan hanya bebas utang, bahkan setiap kepala rakyat bisa mendapat sekitar Rp 20 juta tiap bulan.
Bagaimana tidak menggelitik pikiran kita, pernyataan itu sudah lama, sekitar 10 tahun yang lalu, sementara anggaran pemberantasan korupsi juga makin besar, namun justru data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2022, dengan garis kemiskinan Rp 504.469 per kapita per bulan, adalah 26,16 juta jiwa. Riset ADB juga mengungkap data bahwa 22 juta penduduk Indonesia masih menderita kelaparan kronis selama periode 2016–2018.
Benar, sebagaimana kata mantan Menteri Kelautan, Susi Pudjiastuti, Indonesia adalah negara kaya, memiliki batubara 5 besar di dunia, nikel terbesar di dunia, CPO nomor 2 di dunia, emas terkaya dari 5 negara di dunia, dan pantai terpanjang nomor 2 di dunia. Namun jika sistem pengaturannya tidak tepat, tak peduli seberapa kaya sumber daya alam suatu negeri, tetaplah tidak akan pernah mampu menyejahterakan rakyat negeri tersebut.
Jika dicermati, sebenarnya problem pengaturan sumber daya alam (SDA) berakar pada sistem politik yang diberlakukan di negeri ini; mulai dari filosofi kepemilikan, pemilihan pemimpin, hingga perumusan undang-undang/hukum yang dipakai. Jika problem dasar ini tidak terselesaikan, berganti orangpun tidak akan menyelesaikan masalah.
Terkait kepemilikan, tambang-tambang di Indonesia sebagian besarnya bukanlah dimiliki oleh cukong-cukong lokal “ilegal”, namun justru dikuasi oleh pihak asing secara legal, bahkan mereka datang seolah-olah sebagai tamu undangan yang terhormat. Eva kusuma Sundari, saat menjadi anggota DPR, pernah menyatakan bahwa asing mengintervensi 76 undang-undang. Disamping itu, tercatat 1800 perda dihapus untuk memuluskan dominasi penjajah dengan mengatasnamakan investasi. Tak aneh jika mantan Presiden BJ. Habibie menyebut penguasaan ini sebagai penjajahan dalam bentuk baru, neo-colonialism, atau VOC dengan baju baru.
Jangankan menyelesaikan “cukong-cukong” internasional, dengan sistem yang ada, “cukong lokal” pun akan sulit diatasi. Bagaimana mau mengatasinya jika mereka menempel erat dengan calon-calon penguasa, menyatu dan membentuk “simbiosis mutualisme” antar mereka? Nurul Ghufron, Wakil Ketua KPK memaparkan hasil kajian KPK terhadap penyelenggaraan pilkada. Menurutnya ada sekitar 82 persen pilkada itu, calon-calon kepala daerahnya didanai oleh sponsor cukong-cukong inilah yang kemudian banyak memonopoli SDA milik rakyat.
Solusi Islam
Jika tidak memakai syari’ah Islam, sistem undang-undang apapun tentu sangat dipengaruhi oleh kepentingan pembuatnya, baik kepentingan lokal maupun asing. Adapun jika memakai syari’ah Allah Ta’ala, maka Dia tidak memiliki kepentingan apapun dari makhluk. Dan kalaupun manusia yang menggali hukumnya memiliki kepentingan, mereka tetaplah akan dibatasi oleh hukum-hukum yang sifatnya qath’iy.
Dari Ibnu al-Mutawakkil bin ‘Abd al-Madaan, dari Abyad bin Hamal ra, bahwasanya ia berkata:
أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ قَالَ ابْنُ الْمُتَوَكِّلِ الَّذِي بِمَأْرِبَ فَقَطَعَهُ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِي مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ قَالَ فَانْتَزَعَ مِنْهُ
“bahwa dia pernah datang menemui Rasulullah ﷺ dan meminta diberi tambang garam—Ibnu al-Mutawakkil berkata—yang ada di Ma’rib. Lalu Rasul ﷺ memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh pergi, salah seorang laki-laki dari majelis berkata, 'Apakah Anda tahu apa yang Anda berikan kepada dia? Tidak lain Anda memberi dia air yang terus mengalir.' Dia (Ibnu al-Mutawakkil) berkata: Lalu beliau menarik kembali tambang itu dari dia (Abyadh bin Hamal)”
Secara umum, menarik pemberian adalah haram, kecuali misalnya pemberian ayah kepada anaknya. “Dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas ra, bahwasanya ia berkata, 'Rasulullah ﷺ bersabda,
لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ الَّذِي يَعُودُ فِي هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَرْجِعُ فِي قَيْئِهِ
“Tidak ada bagi kami perumpamaan yang lebih buruk bagi orang yang menarik kembali hadiahnya, seperti anjing yang menjilat muntahannya kembali”.[HR.Al-Bukhari]
Karena inilah, Syaikh Abdurrahman Al-Maliki menyatakan: “hadis ini adalah dalil bahwasanya tambang (yang depositnya besar) adalah kepemilikan umum, dan tidak boleh menjadi milik pribadi (swasta)…” (as-Siyasah al-Iqtishodiyyah al-Mutsla, hal. 65)
Tidak hanya filosofi kepemilikan ini yang diselesaikan oleh Islam, Islam juga memiliki seperangkat aturan terkait pengelolaan dan pemanfaatannya, seperangkat hukum-hukum yang menjamin pendistribusian kekayaan kepada setiap individu rakyat, juga seperangkat sistem yang mendidik manusia pelaksananya agar amanah, dan seperangkat aturan sanksi yang mudah dan memberi efek jera serta berpeluang menjadi kaffarat (penghapus dosa) bagi siapa saja yang khianat dan melanggar amanah.
Salah satu solusi nyata terkait pertambangan pernah disampaikan oleh Direktur Forum Kebijakan Energi (Forkei) Agus Kiswantono yang berpendapat bahwa pengelolaan tambang yang ideal, semua harus dikelola oleh negara. Karena tambang ini milik negara dan bukan milik swasta, maka semestinya dikelola negara dan tidak diserahkan swasta. “Sungguh aneh, kalau kita mengandalkan pendapatan 10 persen atau pendapatan negara yang bukan pajak kepada swasta. Target tahun 2020 kemarin terjadi kontraksi karena kondisinya pandemi. Kontraksinya itu 33 persen dari target sehingga hanya dapat 50 triliun,” ujarnya.
Negara seharusnya punya kewenangan untuk mengambil kembali tambang yang dikuasai individu maupun swasta. Tambang dalam pandangan Islam adalah kepemilikan umum dan pengelolaanya diserahkan kepada negara. Jadi, jika penambangan oleh rakyat tidak memiliki izin ataupun jika ada izin, namun negara punya kepentingan langsung, bisa diambil oleh negara. Begitu juga tambang yang dikelola swasta. Jadi tidak semestinya negara lemah dan tunduk pada kepentingan-kepentingan yang itu bukan kepentingan negara seperti kepentingan swasta atau investor. Allahu A’lam.
Sumber:
- https://bhrinstitute.id/dampak-industri-pertambangan-terhadap-lingkungan-dan-hak-asasi-manusia/
- https://katadata.co.id/jeany/info/63eaf8afac6da/implementasi-prinsip-berkelanjutan-di-sektor-pertambangan/
- https://mediaumat.id/direktur-forkei-idealnya-tambang-dikelola-negara/
- https://mediaumat.id/mafia-tambang-kesejahteraan-dan-sistem-politik/
- Noviayanti, M. J. D. 2018. Pengelolaan Pertambangan yang Berdampak Lingkungan di Indonesia. Universitas Bangka Belitung. DOI: 10.33019/PROMINE.V1I1.64
- Tarigan, Abetnego. 2015.Dampak Pertambangan Terhadap Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Bagi Masyarakat Sekitar Tambang. Workshop Jurnalis EITI.
0 Komentar