Oleh: Titin Surtini
Muslimah Peduli Umat
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri manufaktur kembali terjadi di Indonesia. PHK oleh PT Hung-A Indonesia bakal menelan korban sekitar 1.500 pekerja.
PHK dilakukan karena pabrik akan menutup operasional mulai Februari 2024. Pabrik ban asal Korea Selatan itu berencana pindah dari Indonesia dan beralih ke Vietnam yang akan jadi lokasi baru untuk membangun pabriknya.
PHK juga, terjadi pada tahun 2023 lalu, dengan alasan yang beragam baik karena perusahaannya tutup total, pindah atau relokasi, maupun efisiensi biaya.
Jika ditotal selama 2020—2023, jumlah PHK di perusahaan-perusahaan tempat anggota Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) sudah mencapai 56.976 orang. Ini dari 36 perusahaan yang tersebar di Semarang, Pekalongan, Sukoharjo, Magelang, Demak, Karanganyar, serta provinsi Jawa Barat dan Banten. Diketahui, sebanyak 14 dari 36 perusahaan tersebut tutup. PHK itu sendiri terjadi di perusahaan tekstil, garmen, ekspedisi, kulit, mebel, ritel, sepatu, dan spare part. (CNBC Indonesia, 28-12-2023).
Di antara penyebab tumbangnya perusahaan/pabrik hingga menimbulkan PHK, antara lain:
Pertama,
Untuk industri yang berorientasi pasar domestik sangat tertekan akibat serbuan produk impor, baik yang legal apalagi ilegal. Sedangkan untuk yang berorientasi ekspor sebagaimana sektor garmen, tutupnya perusahaan dimungkinkan karena masih terdampak perang Rusia-Ukraina yang telah menciptakan krisis di Amerika dan Eropa sehingga menimbulkan permasalahan bagi pabrik-pabrik di dalam negeri. Juga permasalahan yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19.
Kedua,
Adanya perlambatan ekonomi di negara-negara tujuan utama pasar ekspor Indonesia, seperti Eropa dan AS. Hal itu jelas menurunkan kinerja industri di dalam negeri kita. Akibatnya, terjadi penumpukan stok dan berujung pada PHK.
Ketiga,
Adanya modernisasi mesin-mesin pabrik, yang bertujuan demi efisiensi biaya produksi. Tenaga buruh/karyawan diganti dengan tenaga mesin atau robot.
Empat,
Pemerintah lambat dalam menanggulangi gelombang PHK ini. Padahal gejala PHK sudah terjadi sejak 2023.
Pemerintah hanya fokus, pada perusahaan-perusahaan yang berorientasi pasar lokal, pemerintah tidak tegas menghentikan arus impor, juga di seputar pembatasan perjanjian dagang. Kemudian tidak adanya langkah antisipasi terhadap modernisasi mesin di sejumlah perusahaan.
Juga untuk perusahaan-perusahaan berorientasi ekspor. Nyatanya, perusahaan yang bergerak di bidang ekspor itu pun tidak sedikit yang milik asing,
Derasnya arus ekspor dan impor dalam perdagangan produk saat ini adalah hasil dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Kita tahu bahwa Indonesia terikat dengan sejumlah perjanjian perdagangan global. Dengan begitu, adanya ekspor-impor adalah wujud pelaksanaan pasar bebas sekaligus salah satu model liberalisasi ekonomi.
Sistem ekonomi kapitalisme yang selalu berfokus pada aktivitas produksi. Tingkat produksi yang setinggi-tingginya dan harus dijaga untuk mendistribusikan barang dan jasa kepada masyarakat. Keberadaan pegawai/pekerja pun menjadi salah satu faktor dan juga penentu biaya produksi. Tidak heran, jika pada kondisi tertentu produsen hendak menurunkan biaya produksi, maka terjadilah PHK .
Semua itu jelas bukti gagalnya sistem kapitalisme menjamin kesejahteraan ekonomi masyarakat, karena pemerintah hanya menjamin biaya hidup individu rakyat yang menjadi pegawai pemerintah alias ASN. Mereka juga mendapatkan jaminan kesehatan sebagai salah satu fasilitas publik, juga dana pensiun setelah tidak lagi bekerja.
Sedangkan, rakyat non-ASN, tidak mendapatkan jaminan-jaminan tersebut, padahal sebagai sesama rakyat negeri ini. Ini adalah sikap yang menunjukkan kebijakan diskriminatif yang diberlakukan oleh penguasa kepada rakyatnya.
Aturan Islam solusinya
Didalam Islam, fungsi penguasa/Khalifah adalah untuk riayatusy syuunil ummah (memelihara urusan umat), sebagaimana sabda Rasulullah ï·º, “Imam/Khalifah itu laksana gembala (raa’in), dan dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Bekerja adalah salah satu cara yang dibolehkan Islam. Namun aktivitas bekerja ini harus yang dianjurkan oleh syariat Islam, baik dari sisi jenis pekerjaan maupun barang/jasa yang dihasilkan.
Untuk memenuhi kebutuhan primer tiap individu harus dipenuhi oleh penguasa selaku pemimpin dan penanggung jawabnya, yaitu sandang, pangan, dan papan. Tentu sebuah kezaliman jika penguasa mengabaikan perannya ini.
Negara Islam (Khilafah) berusaha keras untuk menyediakan berbagai lapangan kerja yang merata bagi rakyatnya dan berusaha menghindari adanya PHK.
Pada saat yang sama, Khilafah selalu menjamin jalur perolehan harta bagi setiap individu rakyat selain dari hasil bekerja, misalnya berupa pemberian harta/tanah dari negara kepada rakyatnya. Khilafah juga menutup berbagai celah pengelolaan harta yang diharamkan syarak, seperti judi online, pinjol, juga muamalah berbasis riba dan aktivitas lain yang menjurus kepada kemaksiatan.
Seorang kepala negara atau Khalifah akan betul-betul memperhatikan dan berusaha untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya. Karena itu adalah merupakan tanggung jawab yang besar sebagai seorang pemimpin negara.
Wallahu 'alam bissowab.
0 Komentar