Oleh: Diaz
Penulis Lepas
Keanekaragaman kelompok dan organisasi Islam begitu mewarnai bangsa ini membersamai kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Keragaman kelompok dan organisasi Islam yang ada di Indonesia adalah kekayaan dan keindahan bangsa Indonesia. Untuk itu keberagaman tersebut menjadi suatu kekuatan untuk bisa mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional menuju Indonesia yang lebih baik.
Namun memang tak mampu kita pungkiri bahwa dibalik kekuatan ragam kelompok dan organisasi umat Islam saat ini juga menjadi potensi terjadinya perpecahan dan ketidakselarasan antara kaum muslimin. Apalagi di tahun pemilu, perpecahan tidak hanya terjadi antara kelompok dan organisasi Islam namun juga terjadi perpecahan pada partai dan individu akibat beda pilihan politik. Fakta ini sangat memilukan, padahal Allah ﷻ sudah menyeru umat-Nya untuk bersatu:
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۗوَمَنْ يَّكْفُرْ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ فَاِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ
“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Ali Imran: 19)
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖوَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ
“Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran: 103)
وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْبَيِّنٰتُ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ۙ
“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat,” (QS. Ali Imran: 105)
وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ اِلَّا تَفْعَلُوْهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الْاَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرٌۗ
“Dan orang-orang yang kafir, sebagian mereka melindungi sebagian yang lain. Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah (saling melindungi), niscaya akan terjadi kekacauan di bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al-Anfal: 73)
فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,” (QS. Ar-Rum: 30)
۞ مُنِيْبِيْنَ اِلَيْهِ وَاتَّقُوْهُ وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَلَا تَكُوْنُوْا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَۙ
“dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta laksanakanlah salat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,” (QS. Ar-Rum: 31)
مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا ۗ كُلُّ حِزْبٍۢ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ
“yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar-Rum: 32)
Para surat ar-Rum ayat 32 di atas menjelaskan tentang kebanggaan golongan. Ashabiyah adalah fanatisme golongan, disebut dengan istilah syariat dengan العَصَبِيَّةُ (‘ashabiyah) dan التَّعَصُّبُ (ta’ashshub). Artinya mereka memihak sikap fanatik terhadap suatu golongan dengan mengajak orang lain agar membela golongannya dan bergabung bersamanya dalam rangka memusuhi lawannya, baik dalam kondisi terzalimi atau menzalimi.
Fanatisme golongan ini harus disikapi secara bijak antara kelompok dan organisasi Islam dengan pihak lainnya karena perbuatan ashabiyah amatlah tercela. Senang pada kelompok sah-sah saja, namun jangan sampai rasa senang tersebut membuat kita memandang bahwa diluar kelompok kita adalah salah atau bahkan sesat. Islam itu menyatukan bukan memecah belah sebagaimana yang telah Rasulullah ﷺ sebutkan dalam hadistnya:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Orang-Orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuhnya ikut merasakan tidak bisa tidur dan panas (turut merasakan sakitnya)” (Shahih Muslim 4685)
Sudah saatnya kaum muslimin kembali bersama meski berbeda mamun tetap satu menjaga kerukunan tidak hanya antar umat beragama namun juga antara kelompok dan organisasi Islam, karena persatuan adalah salah satu kunci dari kebangkitan Islam.
Dalam menyikapi perbedaan pandangan dalam memahami hukum Islam telah di contohkan Rasulullah ﷺ ketika terjadi perbedaan di antara para sahabatnya. Dalam hadits riwayat Bukhari nomor 3810 menyebutkan:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَسْمَاءَ حَدَّثَنَا جُوَيْرِيَةُ بْنُ أَسْمَاءَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْأَحْزَابِ لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ فَأَدْرَكَ بَعْضُهُمْ الْعَصْرَ فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ نُصَلِّي لَمْ يُرِدْ مِنَّا ذَلِكَ فَذُكِرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ
“Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Muhammad bin Asma'] telah menceritakan kepada kami [Juwairiyah bin Asma'] dari [Nafi'] dari [Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma], ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda ketika perang al-Ahzab: "Janganlah seseorang melaksanakan shalat 'Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah." Setelah berangkat, sebagian dari pasukan melaksanakan shalat 'Ashar di perjalanan sementara sebagian yang lain berkata; "Kami tidak akan shalat kecuali setelah sampai di perkampungan itu." Sebagian yang lain beralasan; "Justru kita harus shalat, karena maksud beliau bukan seperti itu." Setelah kejadian ini diberitahukan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau tidak menyalahkan satu pihakpun.”
Rasulullah ﷺ telah menegaskan bahwa perbedaan pendapat dalam memahami hukum Islam merupakan keniscayaan. Dua pemahaman hukum yang berbeda tersebut diterima oleh Rasulullah ﷺ dan dianggap sebagai sebuah penegasan dari Rasulullah atas bolehnya berijtihad. Para sahabat mengikuti metode Rasulullah ﷺ, maka ketika terjadi perbedaan pendapat diantara mereka, tidak sama sekali merusak persaudaraan diantara mereka.
Eratnya persaudaraan kaum muslimin kala itu tidak terpisahkan dengan perbedaan-perbedaan yang hadir di tengah-tengah mereka. Pada saat ini persaudaraan antar umat muslim harus kembali di pupuk dan di suburkan agar Islam kembali menampakan keindahannya dan Islam rahmatan lil alamin dapat terwujud.
Wallahualam bishawab.
0 Komentar