"TRAGEDI KOTA BITUNG" NETRALITAS PENGUASA DIPERTANYAKAN


Oleh: Nasrudin Joha
Pengamat Politik dan Perubahan

Pada hari Sabtu tanggal 25 November 2023 telah terjadi kerusuhan di Kota Bitung, Sulawesi utara (Sulut) yang melibatkan massa aksi bela Palestina oleh Barisan Solidaritas Muslim (BSM) dan organisasi masyarakat (Ormas) Manguni Makasiouw. Bentrokan tersebut cukup parah hingga pihak kepolisian memperketat pengamanan dan meningkatkan status keamanan menjadi siaga satu.

Kronologi bentrokan yang dikutip dari republika menerangkan bahwa, laporan resmi Kesbangpol Provinsi Sulut yang diterima wartawan, insiden dua kelompok yang terjadi di Kota Bitung pada Sabtu kemarin adalah antara Ormas Manguni dengan kelompok masyarakat muslim BSM.

Sebelumnya, Masyarakat Islam melakukan aksi damai Bela Palestina dan sholat Ghaib untuk masyarakat Muslim korban peperangan di Jalur Gaza. Sementara Masyarakat Adat Makatana-Minahasa bersama Laskar Kristen Manguni Makasiouw, pada hari dan jam yang sama melakukan Parade Budaya HUT ke-12 Ormas tersebut.

Dalam laporan, sebetulnya dua kegiatan masing-masing kelompok itu digelar terpisah. Lokasi aksi damai Bela Palestina di gelar di Masjid Ribaathul Quluub. Sedangkan Parade Budaya Laskar Manguni longmarch dari Kantor Polres Kota Bitung menuju Gedung Kantor DPRD Kota Bitung.

Melihat dari peta, titik kumpul akhir dari kegiatan dua kelompok tersebut memang saling berselisihan. Dari sejumlah dokumentasi di media sosial (Medsos) sebagian para peserta Laskar Manguni mengenakan pakaian adat perang, lengkap dengan senjata tajam parang, samurai, dan kayu.

Para peserta longmarch budaya itu juga mengenakan seragam hitam serta mengibar-ngibarkan bendera Zionis Israel. Sementara para peserta shalat Ghaib untuk Palestina hanya didominasi para ibu-ibu, perempuan, dan para remaja Islam yang tidak terlihat membawa senjata tajam.

Sedangkan para peserta aksi damai solidaritas Palestina tersebut membawa bendara Indonesia dan juga Palestina. Dari laporan itu dikatakan, kerusuhan mulai terjadi sekitar pukul 16.17 WITA.

Disebutkan Ormas Manguni yang berkumpul di Taman Kesatuan Bangsa Bitung mendesak aparat keamanan untuk melanjutkan konvoi ke arah pusat kota, yang kemudian mereka melintas di kawasan Masjid Ribaathul Quulub.

Jarak dua lokasi tersebut jika mengacu peta, hanya sekitar 450 meter dari Jalan Ir Soekarno. "Masa dari Masyarakat Adat Makatana Minahasa bersama Pasukan Kristen Manguni Makasiou berusaha memasuki pusat kota menuju posisi kegiatan Barisan Solidaritas Muslim. Namun dihalang-halangi dan disekat oleh aparat keamanan kepolisian," menurut laporan.

Disebutkan, pada pukul 16.54 WITA, terjadi pengejaran yang dilakukan oleh Ormas Manguni terhadap seseorang peserta Aksi Bela Palestina. Bahkan, dalam video yang beredar di Medsos, mereka menyerang dan menganiaya peserta Aksi Bela Palestina.

"Pengejaran itu diduga karena adanya peserta yang meneriakkan kalimat takbir (Allahu Akbar). Kemudian ormas adat melakukan pengejaran sampai ke Pasar Kanopi," dari laporan tersebut.

Ketika peristiwa itu terjadi, Ormas Manguni masuk ke pusat kota. "Masa tersebut berpapasan dengan ambulans yang menggunakan atribut bendera bertuliskan tauhid. Kemudian ormas adat tersebut melakukan pengrusakan terhadap kendaraan ambulans tersebut," demikian kronologi dari laporan tersebut.

Dalam aksi pengrusakan, Ormas Kristen Manguni membakar semua atribut-atribut keislaman yang ada di ambulan itu. "Serta diketahui adanya penganiayaan terhadap salah seorang dari peserta shalat ghaib," begitu menurut laporan.

Melihat aksi parade budaya yang berujung teror terhadap peserta shalat Ghoib itu, masyarakat Islam dari BSM Kota Bitung dari Kampung Sari Kalapa melakukan aksi balasan dengan melempari peserta adat yang membawa senjata tajam. "Dan terjadi aksi baku lempar batu dan panah," dari laporan itu.

Aksi saling lempar batu itu berujung panjang ketika kelompok masyarakat Muslim Kota Bitung, turut membawa senjata tajam untuk membela diri. Sekitar pukul 18.00 WITA, kepolisian bersama-sama TNI melakukan pengamanan maksimal agar kedua kelompok tersebut tidak melanjutkan pertikaian.

Namun dari kerusuhan yang sudah terjadi telah menewaskan satu warga dan dua warga lainnya mengalami luka-luka akibat senjata tajam.


Siapa itu Maguni?

Dilansir dari wikipedia dengan perubahan terbaru tanggal 27 November 2023, pukul 14.43, Ormas Manguni memiliki nama lengkap Pasukan Manguni Makasiouw atau dikenal juga sebagai Brigade Manguni, mereka merupakan organisasi yang di klaim tertua yang ada di Sulut dan saat ini diketuai oleh Tonaas Wangko (pemimpin besar) yaitu Lendy Wangke.

Manguni sendiri dalam bahasa bugis memiliki arti burung hantu yang dianggap suci oleh mayoritas masyarakat Sulut dan dipercaya mampu menghubungkan orang-orang dari suku Minahasa dengan Opo Empung atau Sang Pengasal, Tuhan Yang Maha Esa.

Tujuan didirikannya organisasi ini adalah untuk melestarikan adat dan budaya Tonsawang. Brigade Manguni didirikan oleh para tokoh masyarakat Tonsawang pada tahun 2000 dan berkantor pusat di Kota Manado, Sulut.


Indikasi Adanya Pembiaran

Dalam video yang beredar di sosial media tampak seorang partisipan aksi bela palestina terpisah dari rombongan dan menjadi bulan-bulanan masa Ormas Manguni, selain itu mobil ambulans dengan atribut palestina juga tidak luput dari amukan masa Ormas Manguni dengan dilempar batu hingga kaca mobil pecah, mendorong mobil hingga terbalik dan pembakaaran bendera palestina yang ada di mobil ambulans itu.

Pada aksi teror tersebut tidak terlihat adanya petugas kepolisian yang melerai ataupun terekam ada di sekitar tempat kejadian, padahal dalam kesaksian kepolisian, aksi yang dilakukan ormas Manguni dikawal oleh kepolisian.

Kapolres Bitung AKBP Tommy Bambang Souissa menegaskan bahwa HUT ke-12 Manguni di wilayah GOR Dua Saudara, Bitung, Sabtu (25/11) sore telah memperoleh izin dari pihaknya sedangkan aksi yang dilakukan oleh BSM izinnya tidak di terbitkan lantaran kegiatannya dilakukan pada tanggal yang sama dengan ormas Manguni.

Meski demikian diketahui bahwa massa BSM tetap menggelar Aksi Bela Palestina pada hari itu tanpa mengantongi izin, padahal Ormas Manguni telah memberikan edaran pada pihak Kapolres untuk tidak mengizinkan Aksi Solidaritas Palestina.

Klarifikasi yang dilakukan Tommy Bambang ini sangat kental keberpihakannya pada ormas Manguni, dengan dalih tidak mengantongi izin solah Kapolres memaklumi tragedi yang terjadi dan menyudutkan BSM karena aksinya tidak berizin.

Walikota Bitung, Maurits Mantiri mengaku hingga kini suasana di Kota Bitung, Sulut sudah berada dalam kondisi aman dan kondusif, Maurits berharap seluruh lapisan masyarakat Kota Bitung bisa menjaga kondusifitas wilayah yang dipimpinnya agar tetap aman dan damai.

"Marilah kita bersama-sama mendukung upaya pemerintah di lapangan dengan tidak menyebarkan foto dan video yang dapat memprovokasi berbagai pihak," katanya.

Pertanyaannya, apakah tindakan yang dilakukan Kapolres beserta Walikota Bitung dan jajarannya dalam menyikapi tragedi penyerangan ormas Manguni terhadap BSM adalah solusi kongkrit dalam menyelasaikan masalah tersebut? Ataukah justru merupakan langkah mengubur kejadian itu?


Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat

Adanya peristiwa Ormas Manguni pro Israel yang melakukan penyerangan dengan membawa senjata tajam dan bendera Israel, melakukan penganiayaan dan berusaha menghentikan aksi umat Islam yang ingin menyampaikan pendapat dimuka umum untuk membela Palestina, jelas tidak dapat dibenarkan secara hukum, karena telah melanggar konstitusi dan perundangan.

Selain itu, peristiwa ini mengkonfirmasi kegagalan Aparat Penegak Hukum untuk memberikan pelayanan & perlindungan kepada masyarakat yang menjalankan aktivitas menyampaikan pendapat, sebagaimana ditugaskan oleh Perkap No. 9 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

Padahal aksi Bela Palestina serupa sudah dilakukan di berbagai wilayah dan daerah di Indonesia yang berlangsung aman dan tertib, tapi hanya di Bitung hak umat Islam dilanggar dan kepolisian gagal melindungi serta mengamankannya. Kejadian ini menimbulkan dugaan bahwa Kapolres Bitung AKBP Tommy Bambang Souissa yang diketahui beragama Kristen memiliki kecendrungan membela sesama Kristen dan tidak bersikap netral, hal ini mengingatkan kita akan firman-Nya:

وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِى ٱلْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
Artinya: Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. (QS. Al-Anfal: 73)

Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madina
Setelah menetapkan kewajiban saling tolong-menolong antara orang-orang beriman, Allah menyampaikan bahwa orang-orang kafir juga saling tolong-menolong karena mereka sama-sama dalam kekafiran; mereka adalah satu golongan dalam melawan orang-orang beriman meskipun sesungguhnya mereka terpecah belah dan saling memusuhi.

Maka jika kalian tidak menjalankan kewajiban saling tolong menolong dalam menghadapi orang-orang kafir yang saling tolong menolong dalam memerangi kalian, serta menjalankan kewajiban untuk memenuhi perjanjian dengan orang-orang kafir sampai perjanjian itu selesai; maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi yang mengandung mudharat yang sangat besar bagi kalian akibat kelemahan kalian, yang mengakibatkan kekalahan dalam menghadapi musuh-musuh, dan hilangnya penegakan syariat yang hanya dapat ditegakkan dengan saling tolong-menolong.

Kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum yang dilakukan massa sholat Ghaib telah dijamin konstitusi, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UUD 1945. Bahkan, secara terperinci, masalah kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum ini diatur dalam ketentuan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.


Hukum Siapakah Yang Lebih Baik

Tindakan yang dilakukan laskar Manguni sangat jelas telah melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 dengan membawa senjata tajam (“sajam”) dengan bunyi:

1. Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

2. Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaan-pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan syah pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid).


Dan Pasal 351 KUHP mengenai penganiayaan. Pasal ini memiliki 5 ayat dan masih berkaitan dengan pasal lain di KUHP. Berikut bunyi Pasal 351 KUHP:

Pasal 351
1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah;

2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun;

3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun;

4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan;

5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.


Serta Pasal 18 UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum yang berbunyi:

1. Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.


Adapun respons umat Islam yang membela diri saat diserang dan tindakan pengamanan lanjutan untuk melindungi umat Islam dari potensi serangan Laskar Manguni adalah tindakan yang sah, legal dan konstitusional. Perlu ditegaskan, yang terjadi bukan bentrokan dimana ada dua kelompok yang berniat saling menyerang. Karena umat Islam, tidak pernah memiliki niat untuk menyerang Laskar Manguni. Justru yang menyerang adalah Laskar Manguni, umat Islam hanya membela diri dari serangan. Sedangkan niat umat Islam adalah aksi damai membela Saudara Muslim di Palestina.

Karena itu, ditengah seruan damai dan menjaga kondusifitas Kamtibmas, kita semua harus mendorong aparat kepolisian untuk melakukan tindakan penegakan hukum terhadap oknum laskar Manguni yang terlibat melakukan penyerangan, membawa senjata tajam, melakukan penganiayaan berat, dan menghalangi aktivitas kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum. Jangan sampai ada kesan, Umat Islam yang diserang dan jadi korban, umat Islam pula yang justru ditindak dan diproses hukum.

Allah ﷻ sudah memperingatkan dalam Al-Qur'an Surat Al-Ma’idah Ayat 50 yang berbunyi:

أَفَحُكْمَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Artinya: Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?

Dan dalam Surat Al-Baqarah Ayat 120:

وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ ٱلْيَهُودُ وَلَا ٱلنَّصَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى ٱللَّهِ هُوَ ٱلْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ ٱتَّبَعْتَ أَهْوَآءَهُم بَعْدَ ٱلَّذِى جَآءَكَ مِنَ ٱلْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِىٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Artinya: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.

Telah tampak ketimpangan hukum di pertontonkan oleh pemerintah saat ini yang menganakemaskan Ormas Manguni, hingga saat artikel ini di publish masih belum ada tanda Ormas tersebut akan dibubarkan, meskipun desakan dari umat Islam telah santer di suarakan. Hal ini sangat berbada sekali dengan perlakukan penguasa terhadap Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dengan paksa telah mencabut SK Badan Hukum Perkumpulan (BHP) padahal sekalipun HTI tidak pernah memiliki catatan melanggar hukum atau pernah melakukan anarkisme seperti Ormas Manguni. Begitupun dengan Ormas Front Pembela Islam (FPI) yang secara sepihak di anggap bubar oleh pemerintah secara de jure pada tanggal 21 Juni 2019.

Kedua Ormas Islam tersebut dengan seenaknya dibubarkan pemerintah dengan mudahnya meskipun tanpa desakan massa seperti saat Ormas Manguni yang di desak masyarakat saat ini. Bahkan lebih sadis lagi, sudahlah Ormasnya dibubarkan secara tidak adil, jajaran dari pemerintah ada juga yang berusaha menebar narasi hoax dengan menggiring opini agar masyarakat menganggap Ormas HTI yang dibubarkan tersebut merupakan Organisasi terlarang. Padahal hasil putusan sidang tidak ada satupun narasi yang menyebutkan bahwa Ormas HTI sebagai Organisasi terlarang, tidak seperti Partai Komunis Indonesia (PKI) yang jelas-jelas terlarang.


Syariat Islam Solusi Ketimpangan Hukum

Dari tragedi ini kita dipertontonkan ‘drama ketidakadilan’ yang sangat memuakkan dalam sistem demokrasi sekular yang menerapkan hukum-hukum buatan manusia, keadilan menjadi semacam barang mewah. Sulit dinikmati oleh rakyat kecil dan lemah. Keadilan seolah hanya milik para penguasa, orang kaya, maupun rakyat berpengaruh di suatu wilayah tertentu.

Tindak kekerasan yang melibatkan umat Islam sering dijadikan alasan untuk menstigma kaum Muslim sebagai entitas yang paling tidak bisa toleran dengan penganut keyakinan lain oleh kelompok liberal. Stigma ini sejatinya untuk membenarkan pandangan sesat kaum liberal yang menyatakan bahwa munculnya kekerasan di dunia Islam disebabkan adanya “truth claim” dan “fanatisme”.

Menurut mereka, selama umat Islam masih berpegang teguh pada truth claim dan sikap fanatik terhadap agamanya, maka budaya kekerasan akan terus melekat pada diri kaum Muslim. Untuk itu, agar umat Islam bisa bersikap toleran terhadap penganut keyakinan lain, truth claim dan fanatisme harus dihapuskan dengan cara “menyakini kebenaran agama lain” dan menghilangkan istilah-istilah keagamaan yang berpotensi melahirkan radikalisme dalam Islam seperti: kafir, jihad, taghut, serta amar makruf nahi mungkar dengan makna baru yang lebih toleran (sejalan dengan pluralisme-liberalisme).

Dengan ditangkapnya orang yang diduga pelaku dari pihak Manguni juga dari pihak BSM yang hanya melakukan pembelaan diri dan merupakan reaksi dari tindakan anarkis yang dilakukan ormas Manguni terhadap mereka, juga narasi-narasi yang di lontarkan pemerintah Kota Bitung semakin menegaskan stigma diatas melekat pada kebijakan mereka, dan ini berbanding terbalik jika dibandingkan dengan kepemimpinan Islam.

Keberpihakan hukum saat ini sarat akan kepentingan dan kekuatan yang telah menjadi rahasia umum rakyatnya, sangat jauh berbeda jika dibandingkan zaman Nabi Muhammad ﷺ, penegakan hukum sungguh-sungguh tegas sehingga setiap Muslimin sangat berhati-hati dalam menjalankan amanah. Sebagai contoh, ketika Mu'adz bin Jabal diberi tugas oleh Rasulullah ﷺ untuk menjadi amir atau dai di daerah yang cukup jauh dari Madinah.

Seperti diceritakan Syamsul Anwar dalam artikelnya, "Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam" (2008), Mu'adz menuturkan, "Ketika saya baru akan berangkat, beliau (Nabi ﷺ) mengirimkan seseorang untuk memanggil saya kembali."

Maka saya pun kembali. Beliau kemudian bertanya, "Apakah engkau tahu mengapa saya mengirimkan orang untuk menyuruhmu kembali?"

"Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui," jawabku.

Beliau bersabda, "Janganlah engkau mengambil sesuatu apa pun tanpa seizinku, karena hal itu adalah ghulul. Dan barangsiapa yang melakukan ghulul, maka dia akan membawa barang yang di-ghulul itu pada Hari Kiamat. Untuk itulah saya memanggilmu. Sekarang, berangkatlah untuk menunaikan tugasmu."

Pada momen yang lain ketika Umar mendapat laporan bahwa putra Gubernur Mesir telah menempeleng seorang warga negara tanpa tanpa sebab. Seketika, Umar segera memanggil sang Gubernur yang tak lain adalah Amr bin Ash untuk menghadapkan putranya dan mempertanggungjawabkan perbuatannya yang dinilai sewenang-wenang itu.

Dalam kejadian itu, Khalifah Umar memperlihatkan ketegasan dengan kata-kata yang hingga kini termasyhur menjadi sebuah doktrin. Umar berkata: Ilaa mataa ista’badtum an naasa wa qod waladathum ummahatuhum ahroron? (Sampai kapan kalian memperbudak manusia, padahal mereka dilahirkan oleh ibu-ibu mereka dalam keadaan merdeka?)

Ketegasan Khalifah Umar kepada Amr bin Ash bukan kali itu saja. Amr bin Ash pernah berencana membangun masjid besar di tempat gubuk reot seorang Yahudi. Lalu dipanggillah si Yahudi itu untuk diajak diskusi agar gubuk tersebut dibeli dan dibayar dua kali lipat. Akan tetapi si Yahudi tersebut bersikeras tidak mau pindah karena dia tidak punya tempat lain selain di situ. Karena sama-sama bersikeras, akhirnya turun perintah dari Gubernur Amr bin Ash untuk tetap menggusur gubuk itu.

Kemudian Yahudi tersebut pergi untuk menemui Khalifah, dan akhirnya menemuinya. Sayiddina Umar bertanya, kamu dari mana dan apa keperluanmu? Yahudi itu cerita panjang lebar tentang kelakuan Gubernur Amr bin Ash yang akan menggusur gubuk reotnya di Mesir sana. Setelah mendengar ceritanya panjang lebar, Sayyidina Umar menyuruh Yahudi tersebut mengambil sepotong tulang unta dari tempat sampah di dekat situ untuk membuat sebuah teguran kepada Amr bin Ash sehingga penggusuran itu dibatalkan.

Demikianlah kehati-hatian penguasa pada masa kekuasaan Islam dalam menjalani tugas dan fungsinya agar selalu amanah yang berbanding terbalik dengan saat ini, dimana kekuasaan justru dimanfaatkan untuk kepentingan sang penguasa maupun keluarganya.

Sesungguhnya keadilan hanya akan dapat terwujud jika Syariat Islam diterapkan secara kaffah seperti dahulu saat keadilan terjamin bagi seluruh warga negara, Muslim maupun non-Muslim. Hal tersebut tidak dapat terwujud tanpa hadirnya Khilafah sebagai negara yang mengayoni ummat dan menjadi pelaksana syariat.

Walahuallam.

Posting Komentar

0 Komentar