Oleh: Lia Herasusanti
Sahabat Surga Cinta Qur'an
Sedih sih lihat kasus pengungsi Rohingya. Opini yang berkembang, ya ga usah ditolong, balikin lagi aja ke kapal, biar terlunta-lunta di laut. Dan opini ini seolah-olah disetujui banyak pihak dengan banyak sebab yang diangkat ke permukaan. Ada yang menyebutkan mereka ga tau diri, jorok, ga tau terima kasih, hingga berani melakukan tindakan pelecehan pada warga.
Dengan tak menutup mata dari sebab-sebab yang bikin kita marah, kesal dan lain sebagainya, namun ada sisi lain yang harus kita kedepankan. Yaitu tentang bagaimana seharusnya kita bersikap pada sesama muslim yang membutuhkan pertolongan. Jikapun ada yang mengatakan mereka bukan muslim karena tak bisa membaca Qur'an bahkan bersyahadat, apakah semuanya begitu? Apakah muslim Indonesia juga semua bisa baca Qur'an dan bisa bersyahadat?
Intinya, kita tak bisa menggeneralisir satu masalah dan disamaratakan pada semuanya. Betapa kasihannya muslim yang baik diantara pengungsi Rohingya itu, jika semua diperlakukan sama, diusir dan terlunta-lunta ditengah laut. Bukankah tidak seperti itu seharusnya sikap kita pada sesama muslim, bahkan pada sesama manusia sekalipun.
Rasanya aneh, jika ada yang mengaitkan mengambil pelajaran dari Palestina perihal pengungsi Rohingya yang disamakan dengan Zionis, tapi kita tak mengambil pelajaran dari Palestina, dari sikap mereka yang tetap lemah lembut pada tawanan, bahkan saat akan menyerang kota Tel Aviv pun mereka mengumumkan agar warga sipil menghindari lokasi yang akan diserang. Bukankah seharusnya hal itu yang kita ambil sebagai pelajaran. Bagaimana seharusnya kita bersikap pada orang yang membutuhkan pertolongan. Apalagi jika mereka adalah sesama muslim.
Hati-hati dengan ungkapan bahwa mereka bukan pribumi. Bukan warga negara Indonesia. Buat apa kita tolong, sementara banyak rakyat Indonesia juga masih kekurangan. Jika itu alasannya, lalu mengapa selama ini kita sibuk memperhatikan kondisi saudara kita di Palestina, sibuk memboikot produk Yahudi dan ikut berdonasi, bukankah kita peduli karena mereka sesama muslim dengan melepas sekat nasionalime. Lalu mengapa ada standar ganda terhadap kasus Rohingya?
Jika alasannya karena sikap pengungsi Rohingya yang tak beradab dan sebagainya, bukankah itu bisa ditindak individu per individu? Jangan menyamakan semua pengungsi seperti itu, karena sama saja kita berbuat zalim pada yang tidak berulah.
Jikapun ada dugaan perdagangan manusia dalam kasus ini, maka tindakan cepat harus dilakukan. Agar masalah ini bisa cepat tertangani dan tidak menjadi masalah dikemudian hari.
Memang betul, kasus ini tak bisa diserahkan penanganannya hanya pada penduduk Aceh. Karena ini wewenang negara. Negaralah yang harus mengambil alih penanganannya. Dengan dasar pemahaman bahwa mereka adalah saudara sesama muslim yang harus ditolong. Lakukan tindakan optimal untuk membantu mereka.
Ranah kebijakan negara lah yang bisa melakukannya. Bukan dengan mengembalikan mereka ke laut, dan dibiarkan terlunta-lunta, mati akibat dehidrasi dan kelaparan. Pikiran seperti itu mungkin ada dalam kepala rakyat biasa saking geramnya, namun aneh jika ada di kepala para penguasa.
Ga segampang itu ngatur masalah yang terkait dengan negara lain, mungkin akan ada lontaran seperti ini. Ya memang beginilah jika kita terikat dengan sistem nasionalisme, namun jika ada itikad menolong sesama muslim/manusia, insya Allah akan dimudahkan.
Dan akan lebih mudah lagi, jika sistem yang ditetapkan adalah sistem khilafah yang tak mengenal sekat-sekat imajiner, dan aturan yang diterapkannya Islam kaffah. Namun sekali lagi, walaupun sistem khilafah belum tegak, selama penguasa muslimnya mau menjalankan tuntunan syariat, insya Allah dimudahkan.
Dalam Al-Qur'an surat Ibrahim ayat 23 menerangkan:
وَأُدْخِلَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ ۖ تَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ
Dan dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal saleh ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dengan seizin Tuhan mereka. Ucapan penghormatan mereka dalam surga itu ialah "salaam"
Dalam Sahih al-Bukhari nomor 2262 menyebutkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Dari Abdullah ibn Umar ra: Bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya disakiti. Barang siapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Barang siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutupi (aibnya) pada hari kiamat".
Semoga para penguasa negeri yang mayoritas muslim ini masih mau terikat pada aturan Allah ﷻ. Mau menjalankan wewenangnya sesuai tuntunan syariat, karena posisi mereka sebagai penguasa akan dimintai pertanggungjawaban.
0 Komentar