Oleh: Lathifa Rohmani
Muslimah Peduli Umat
Sangat memilukan, keselamatan transportasi publik di negeri ini nyaris nihil. Tidak ada jaminan yang pasti dari pemerintah ketika warganya sedang menggunakan transportasi. Kecelakaan yang kerap terjadi setiap harinya seolah dianggap hal biasa, seakan-akan nyawa manusia tidak memiliki nilai. Hal ini mencerminkan bahwa jaminan keselamatan transportasi di negeri ini hanya sebatas ilusi belaka.
Berita yang masih hangat melaporkan bahwa Kereta Fender Whoosh menabrak sebuah minibus yang membawa 6 orang di wilayah Kabupaten Bandung Barat. Kejadian ini terjadi karena ketiadaan palang pintu pembatas saat kereta melintas. Akibat kecelakaan ini, 4 orang tewas dan 2 lainnya mengalami luka-luka. Perjalanan kereta cepat ini juga mengalami penundaan akibat insiden tersebut. (CNN Indonesia, 15/12/2023)
Kecelakaan juga terjadi di kawasan tol Cipali, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, yang melibatkan bus PO Handoyo. Kepolisian setempat menyatakan bahwa kecelakaan ini terjadi akibat kurangnya antisipasi dari pengemudi terhadap kendaraan yang oleng, sehingga menabrak guardrail. Insiden ini mengakibatkan 12 orang meninggal dunia, sementara 8 orang lainnya masih dirawat karena luka-lukanya. (Liputan6.com, 16/12/2023)
Dua insiden tersebut hanya sebagian kecil dari banyak kecelakaan transportasi yang terjadi di negeri ini. Sayangnya, kecelakaan yang terus berulang ini belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Padahal, sering kali kecelakaan ini merenggut nyawa manusia yang sangat berharga.
Beberapa penyebab kecelakaan transportasi yang sering dilaporkan adalah human error, over load penumpang, atau fasilitas transportasi yang rusak. Namun, apabila ditelusuri lebih dalam lagi, perlu diakui bahwa penyebab-penyebab tersebut hanyalah akibat dari penerapan tata kelola transportasi laut yang berlandaskan pada sistem kapitalisme.
Sistem kapitalisme yang rusak ini telah menjadikan negara kehilangan visi dan misi dalam menjaga serta melayani kepentingan rakyat. Tata kelola yang disarankan oleh kapitalisme mengikuti konsep good governance, di mana negara melepaskan tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan kepada rakyat, termasuk jaminan keselamatan transportasi publik. Konsep ini menghendaki negara hanya sebagai regulator pelayan korporasi, bukan melayani publik.
Negara yang melepas fungsi pelayanan publik kepada korporasi dapat dianggap negara yang mal fungsi. Konsep ini memungkinkan tata kelola transportasi publik diserahkan kepada korporasi yang hanya berorientasi pada keuntungan materi semata. Keselamatan publik dalam bertransportasi bukanlah prioritas utama bagi korporasi, sehingga keselamatan penumpang terabaikan. Selama korporasi dibiarkan mengelola transportasi publik, jaminan keselamatan dalam bertransportasi pun hanyalah sebuah ilusi.
Tentunya, untuk menjamin keselamatan transportasi publik memerlukan biaya yang sangat besar. Sarana dan prasarana transportasi harus dalam kondisi optimal, pengemudi dan awak moda lainnya harus terampil, serta alat-alat keselamatan dan navigasi pada transportasi pun harus memadai. Namun, korporasi biasanya meminta kompensasi atas pembiayaan tersebut dari publik. Inilah penyebab dari mahalnya tarif transportasi yang harus dibayar publik.
Perhitungan untung rugi merupakan karakteristik kapitalisme, bahkan dalam konteks jaminan keselamatan transportasi publik. Operator melakukan evaluasi untung rugi pada setiap layanan publik, dan beban ini pun dialihkan kepada publik. Sementara negara hanya berperan sebagai regulator yang melepaskan tanggung jawabnya. Dengan kondisi ini, sistem kapitalisme tidak bisa diharapkan lagi untuk menjamin keselamatan masyarakat dalam bertransportasi.
Dalam sistem pemerintahan Islam, tata kelola transportasi publik akan terlaksana sesuai syariat Islam. Peran negara dalam hal ini memiliki wewenang penuh untuk memenuhi kepentingan publik. Pemerintah wajib mengurusi dan bertanggung atas setiap urusan rakyatnya, khususnya pemenuhan jaminan keselamatan dalam transportasi publik.
Keselamatan transportasi merupakan tanggung jawab mutlak negara, yang berkewajiban memastikan ketersediaan transportasi publik yang memadai. Negara menjalankan tanggung jawab ini dengan prinsip pelayanan, bertindak sebagai penanggung jawab dan pelindung (raa’in dan junnah). Dengan pendekatan ini, negara berkomitmen menyediakan moda transportasi terkini dengan tingkat keselamatan tinggi, serta awak yang terdidik dan terampil.
Penyediaan moda transportasi dan kelengkapannya tidak dibiarkan pada operator yang hanya fokus pada untung rugi. Sarana penting dalam transportasi darat, laut, dan udara harus dikelola langsung oleh negara. Pembiayaan untuk semua ini diperoleh melalui pengelolaan berbagai kekayaan yang dimiliki oleh negara sesuai dengan syariat Islam sehingga negara memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawab krusialnya.
Biaya perawatan moda transportasi dan pembelian komponen seperti elevator pesawat dan sebaianya, harus disediakan oleh negara untuk mencegah kecelakaan dan memastikan keselamatan publik pengguna transportasi. Dengan demikian, yang berperan aktif dalam menyediakan layanan transportasi yang aman, efisien, dan berkualitas adalah negara, bukan korporasi.
Oleh karena itu, masyarakat akan memperoleh hak yang nyata dalam bentuk jaminan keselamatan dalam transportasi jika berada di bawah pemerintahan Islam. Sistem pemerintahan ini akan menempatkan keselamatan publik sebagai prioritas utama. Dengan demikian, pemenuhan hak-hak publik tersebut menjadi jaminan untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan masyarakat dalam setiap perjalanan transportasi publik mereka.
Wallahu 'alam bish-shawwab.
0 Komentar