Oleh: Ummu Aidzul
Tenaga Pendidik
Dalam kontestasi pemilu, setiap Paslon memiliki simpatisan dan pendukung yang membantunya dalam memperoleh suara masyarakat. Seperti contohnya pasangan Anies Baswedan dan Cak Imin (Muhaimin Iskandar). Simpatisan di daerah Bandung memiliki nama sendiri yakni Forum @nies Bandung Raya (FBR). Komunitas berbasis di kawasan Bale Endah, Kab. Bandung berdiri bersamaan dengan deklarasi. (Fajar.co.id, 11 /11/2023)
Pelaksanaan pesta demokrasi kian dekat, tiap Paslon bersama partai pengusungnya melakukan berbagai strategi untuk mendulang suara. Salah satunya dengan merekrut banyak relawan. Para relawan ini pun dengan sukarela mengkampanyekan calon presiden yang diusung hingga mempromosikan visi dan misi kepada masyarakat. Peran mereka dinilai sangat besar dalam memperkenalkan capres dan cawapres secara langsung kepada khalayak luas. Hal ini dilakukan karena keyakinan dan harapan kepada Paslon pilihan mereka, yakni berharap akan ada perubahan yang lebih baik setelah Paslon ini terpilih dan dilantik menjadi pejabat.
Padahal, setelah Paslon yang terpilih itu dilantik menjadi pemimpin negara, yang terjadi selanjutnya mudah ditebak. Semua janji yang diucapkan saat kampanye ternyata tidak terwujud. Aspirasi rakyat yang telah memilih mereka justru tidak didengar. Pun janji menyejahterakan rakyat hanya omong kosong belaka. Rakyat justru makin menderita dengan aturan yang dibuat oleh mereka yang mengaku wakil rakyat demi kepentingan pribadi, partai dan oligarki. Tidak sedikit rakyat yang dirampas hak-haknya atas nama proyek-proyek investasi seperti yang terjadi di Majalengka dan Rempang.
Pada akhirnya, suara relawan dan suara rakyat yang mengusungnya tidak lagi didengar tatkala mereka telah duduk di tampuk kekuasaan. Suara rakyat hanya berlaku dan dibutuhkan saat pemilihan, bukan setelahnya. Mereka hanya akan memenuhi ambisi kekuasaan beserta sekelompok oligarki yang membiayai kampanye Paslon tersebut. Hal ini dikarenakan besarnya biaya kampanye dalam sistem demokrasi. Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Fahri Hamzah menyebut bahwa untuk menjadi seorang presiden dibutuhkan modal sebesar Rp5 triliun. (CNBC Indonesia, 01/06/2023)
Maka tak heran dengan modal sebesar itu, seorang calon presiden membutuhkan banyak sponsor untuk membantunya melenggang ke kontestasi pemilu. Akhirnya setelah terpilih menjadi pemimpin, dia harus membayar kembali semua biaya tersebut melalui berbagai peraturan dan juga proyek pemerintahan.
Dengan adanya fakta di atas, mimpi indah para relawan untuk menjadikan negara menjadi lebih baik dalam sistem demokrasi ini tidak mungkin terwujud. Karena sistem yang diterapkan saat ini adalah sistem kufur yang dibuat oleh akal dan ilmu manusia yang terbatas. Begitu juga pemimpin yang dihasilkan oleh sistem ini adalah pemimpin yang pro kepada oligarki dan kepentingan mereka bukan rakyat. Meskipun terdapat seseorang dengan potensi keilmuan yang tinggi, perilaku yang baik tidak mampu menjamin kelak akan mengayomi dan mensejahterakan rakyat. Karena sistem demokrasi yang memang rusak sejak dilahirkannya.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang sahih yang bersumber dari Al-Quran dan hadis. Aturannya sangat komprehensif termasuk di dalamnya terkait sistem pemerintahan dan pemilihan pemimpin. Tata cara pemilihan pemimpin dalam sistem Islam bisa melalui pemilihan umum, dengan proses yang singkat, dan tidak berbiaya mahal. Dalam Kitab Nizhamul Islam pada Bab Undang-Undang Dasar karangan Syekh Taqiyuddin An-Nabhani menyebutkan bahwa rakyat bisa memilih beberapa nama untuk menjadi pemimpin negara yang telah memenuhi beberapa persyaratan. Setelah itu dipilih dua nama dengan suara terbanyak untuk kembali dilakukan pemilihan. Setelah terdapat satu nama dengan suara terbanyak, maka rakyat pun mengangkatnya melalui baiat. Selain itu, pemimpin dalam sistem Islam akan melakukan segala tugas dan kewajibannya dengan sungguh-sungguh karena memahami pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Sebagaimana sabda Rasulullah ï·º.
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya". (HR Bukhari Muslim)
Maka sayang sekali jika para relawan dalam sistem demokrasi hanya akan mewujudkan kepemimpinan yang haus akan kekuasaan dan korup. Sedangkan pemimpin dalam sistem Islam memiliki kompetensi yang shahih dan berkualitas akan melaksanakan amanah dengan penuh tanggung jawab tanpa perlu relawan ataupun buzzer.
Pemimpin dalam sistem Islam yang disebut Khalifah memiliki 3 peran yakni:
- Mempersatukan kaum muslimin;
- Melaksanakan hukum-hukum syariah yang mengatur urusan kaum muslimin;
- Penjagaan terhadap agama Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Seperti itulah pemimpin yang layak didukung dan diperjuangkan jika pun ada relawan yang ingin mengkampanyekan/mempromosikan calon pemimpin.
Wallahualam bissawab.
0 Komentar