Oleh: Sifi Nurul Islam
Muslimah Peduli Umat
Kematian empat anak di Jagakarsa, Jakarta Selatan, pekan lalu, menambah panjang daftar kasus kekerasan di ranah domestik di Tanah Air. Hal ini merupakan fenomena gunung es persoalan kekerasan dalam rumah tangga yang terus terjadi di berbagai daerah, bahkan hingga merenggut nyawa korban.
Polisi telah menetapkan sang ayah sebagai tersangka pembunuhan empat anak berusia 6 tahun, 4 tahun, 3 tahun, dan 1 tahun itu. Sebelum kejadian, ibu korban diduga juga dianiaya hingga luka parah dan dirawat di rumah sakit setelah bertengkar yang diduga dipicu oleh faktor ekonomi.
Dari alat bukti, pelaku merekam pembunuhan keempat anaknya. Pelaku dikenai Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 340 KUHP dan Undang-Undang Perlindungan anak dengan ancaman sanksi maksimal hukuman seumur hidup atau hukuman mati (Kompas, 10/12/2023).
Ada Apa di Balik Tingginya Kasus KDRT?
Eni Widiyanti selaku Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Kemen PPPA berkata bahwa maraknya kasus KDRT adalah karena masih kentalnya budaya patriarki. Budaya patriarki yang dimaksud adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dalam hal apa pun, termasuk dalam masalah ‘perempuan seharusnya di rumah dan tidak bekerja’. Dari sinilah lahir superioritas dari ego kebanyakan laki-laki. Menurut Eni, hal ini akhirnya memberikan peluang pada perempuan sehingga mendapat kekerasan yang lebih besar.
Namun, sebenarnya asumsi itu tidaklah sepenuhnya tepat. Buktinya, ternyata banyak juga KDRT yang disebabkan oleh kasus perselingkuhan istri, suami cemburu, suami tidak mencari nafkah, dan lain sebagainya. Seperti kasus suami yang membunuh istrinya karena tidak terima digugat cerai di Kota Singkawang, Kalimantan Barat. (Kompas.com)
Yang perlu diketahui ialah bahwa semua isu-isu di atas merupakan hasil dari kehidupan yang bebas. Kehidupan liberal ini tidak muncul dengan sendirinya, melainkan karena didukung oleh sistem yang diemban oleh sebuah negara yakni sekularisme kapitalisme, termasuk di Indonesia. Sekularisme ialah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Walaupun sistem ini mengakui eksistensi Tuhan, namun keberadaan Tuhan (tepatnya agama) dilarang untuk mencampuri urusan negara (kehidupan). Alhasil, manusia bisa membuat aturan sesuai kehendak mereka sendiri.
Hal inilah yang menyebabkan seluruh aspek kehidupan menjadi berantakan, karena manusia sibuk memenuhi ego dan kebutuhannya masing-masing. Sedangkan setiap kebutuhan manusia tidak ada yang sama. Maka akhirnya tatanan negara rusak, mindset dan fisik manusianya pun ikut rusak. Tak heran jika kemudian banyak kasus perselingkuhan selama didasari atas pernyataan ‘suka sama suka’. Suami yang menyuruh istrinya untuk bekerja, sedangkan dirinya berleha-leha di rumah tanpa merasa bersalah. Asas kebebasan yang lahir dari sistem sekularisme kapitalisme lah yang mendasari semua tingkah laku atau kerusakan-kerusakan tersebut. Belum lagi adanya UU KDRT pasal 26 ayat (1) yang menambah pelik persoalan KDRT di Indonesia. Demikianlah sebab KDRT terus meningkat dan seolah tak terselesaikan.
Solusi Islam
Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya, “Dan tidaklah patut bagi mukmin dan tidak (pula) bagi mukminah, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, kemudian mereka mempunyai pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka sungguh lah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (TQS. Al-Ahzab: 36)
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa yang berhak membuat aturan hanyalah Allah ï·», Sang Pencipta manusia, alam semesta dan seisinya. Tidak ada yang dapat memberikan landasan yang jelas terhadap sistem kehidupan selain Penciptanya langsung. Lalu bagaimana solusi Islam dalam persoalan KDRT?
Allah ï·» telah menempatkan pria dan wanita pada kedudukannya masing-masing sesuai dengan kodratnya. Masing-masing dari keduanya memang berbeda dari pembentukan fisik, postur tubuh dan susunan tubuh. Maka dari itu, Allah memberikan aturan yang ditetapkan untuk keduanya sesuai porsi yang tepat, tanpa sedikit pun merendahkan salah satu dari ciptaan-Nya. Sebagaimana firman-Nya, “Dan janganlah kamu iri terhadap apa yang dikaruniakan Allah…” (QS. An-Nisa : 32)
Contohnya bahwa syariat Islam mewajibkan suami yang mencari nafkah dan istri yang mengurus anak-anaknya di rumah, hal ini sudah sangat ideal karena fisik laki-laki diberikan lebih oleh Allah dan fisik perempuan sudah dianugerahi untuk hamil dan melahirkan generasi yang terdidik. Lalu jika dibalik, misalnya istri yang bekerja namun juga harus merangkap sebagai orang yang hamil dan melahirkan, maka tidak akan seimbang tatanan dan keharmonisan keluarganya. Anak-anaknya akan kehilangan figur ibu karena sibuk bekerja di luar.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang salehah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. An-Nisa : 34)
Islam juga menjaga kehormatan perempuan melalui aturan berpakaian, safar (bepergian jauh), batasan perempuan dan laki-laki dalam bergaul dan lain sebagainya. Syariat-syariat inilah yang menjaga wanita dari kekerasan dan ketidakadilan, baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Allah adalah pengatur hidup yang sempurna, maka tidak mungkin tidak ada hikmah dari seluruh aturan yang dibuat oleh-Nya.
Jelaslah bahwa Islam memiliki aturan yang lengkap atas segala hal, termasuk perihal KDRT. Seorang suami dilarang semena-mena memukul istrinya kecuali pada kondisi yang dibenarkan syara’, yaitu tatkala istri membangkang terhadap suaminya. Itupun tahap ketiga dengan pukulan ringan dan tidak membekas sebagai ta’dib bagi istrinya. Jika sudah sedemikian rupa ketaatan dibentuk dan masih didapati kasus KDRT, maka sistem Islam memiliki sistem sanksi yang akan menimbulkan efek jera.
Imam An-Nawawi dalam karyanya Al-Adzkar li An-Nawawi menyebutkan, ada beberapa kondisi seseorang diperbolehkan membuka aib orang lain, termasuk pasangan. Di antaranya ketika melaporkan sebuah kezaliman dan dalam rangka untuk menghentikan kezaliman itu (amar makruf nahi mungkar). Jadi, dalam Islam seseorang yang dizalimi bisa melaporkannya kepada penguasa, polisi, atau hakim. Terlebih jika kezaliman itu membahayakan istri atau bahkan telah mengancam jiwa. Pelaku tidak akan dibiarkan, ia akan mendapat had qishash, jinayat atau ta’zir sesuai dengan tindakan KDRT yang dilakukannya.
Maka dari itu, karena akar masalahnya ada pada sistem, sudah seharusnya kita mengganti sistem sekularisme kapitalisme yang menjadi penopang negeri ini diganti dengan aturan dari Sang Pencipta, Allah ï·» yakni sistem Islam yang dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh makhluk hidup dan juga alam semesta. Sistem Islam hanya bisa diterapkan secara kaffah melalui institusi khilafah.
Wallahu ‘alam.
0 Komentar