Oleh: Elis Sa'adah
Muslimah Peduli Umat
Kasus kekerasan yang menimpa perempuan dalam rumah tangga, masih terus terjadi. Bahkan, tindak kekerasannya makin sadis sebagaimana yang terjadi di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan (28/11/23). Seorang suami nekat membakar istrinya hidup-hidup lantaran terbakar api cemburu hingga korban alami luka bakar 70%, luka bakar yang ada di tubuh korban menyebar di beberapa titik. Ada pula seorang suami di Jagakarsa, Jakarta Selatan, yang membunuh keempat anaknya setelah melakukan kekerasan terhadap istrinya hingga dirawat di rumah sakit.
Karenanya, wajar, beberapa kalangan hingga instansi terkait memberi komentar tentang hal ini. Sebagaimana Eni Widiyanti selaku Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kemen PPPA. Ia mengatakan bahwa akar permasalahan KDRT adalah karena masih kuatnya budaya patriarki di masyarakat yang menganggap perempuan berkedudukan lebih rendah daripada laki-laki (subordinasi). Seolah-olah membenarkan bahwa maraknya KDRT adalah akibat superioritasnya laki-laki terhadap perempuan atau kuatnya budaya patriarki di masyarakat negeri ini.
Jika dicermati, pendapat ini sangat kental dengan aroma feminisme. Kalangan feminis menganggap bahwa KDRT dapat terjadi karena adanya diskriminasi terhadap perempuan dan posisi subordinat perempuan yang telah berlangsung lama. mereka memandang bahwa kekerasan terhadap perempuan terjadi karena pandangan sosial budaya selama ini bersifat diskriminatif terhadap perempuan. Inilah sebab mereka menganggap budaya patriarki sebagai akar masalah munculnya kekerasan terhadap perempuan di dalam rumah tangga.
Patriarki sendiri adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial, dan penguasaan properti. Sistem patriarki membuat laki-laki memiliki hak istimewa terhadap perempuan. Dominasi para laki-laki tidak hanya mencakup ranah personal, melainkan juga ranah yang lebih luas lagi, seperti pendidikan, ekonomi, partisipasi politik, sosial, hukum, dan lainnya.
Setelah kita mendalami faktanya dan memahami maksud dari budaya patriarki, kita bisa menyimpulkan bahwa klaim tentang budaya patriarki adalah akar masalah terjadinya kekerasan terhadap perempuan, sesungguhnya hanyalah asumsi. Ini karena faktanya tidaklah demikian. Kasus kekerasan yang terjadi tidak melulu menimpa ibu rumah tangga biasa yang tidak berpenghasilan, melainkan juga dialami istri yang bekerja.
Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) juga melaporkan bahwa sebagian besar pelaku kekerasan adalah suami (56,3%), diakibatkan karena perselingkuhan, suami cemburu, suami mabuk, masalah pekerjaan, impitan pekerjaan yang dialami suami atau istri, juga pemicu lainnya. Fakta-fakta ini makin menguatkan bahwa akar masalah KDRT bukanlah budaya patriarki.
Jika dilihat dari kasus-kasus yang terjadi, kita bisa mengetahui bahwa kekerasan yang terjadi pada perempuan, baik di rumah tangga, tempat kerja, atau di mana pun, sebenarnya muncul karena tidak adanya perlindungan terhadap perempuan, baik oleh negara, masyarakat, maupun keluarga. Hal ini muncul karena tidak adanya pemahaman yang jelas tentang hak-hak dan kewajiban negara, masyarakat, ataupun anggota keluarga.
Terlebih sistem sekuler kapitalisme di tengah umat mengakibatkan kaum muslim kehilangan gambaran nyata tentang kehidupan Islam yang sesungguhnya. Akhirnya, posisi Islam yang seharusnya menjadi acuan atau landasan berpikir dan bertingkah laku, digantikan oleh pemikiran kapitalisme hingga Islam pun dituding sebagai agama yang mengekang dan tidak memihak perempuan, serta menempatkan perempuan pada posisi nomor dua.
Maka jelas, bahwa maraknya kekerasan terhadap perempuan justru merupakan cerminan dari gagalnya bangunan sosial politik yang didasari ideologi sekuler kapitalisme, serta rapuhnya tatanan moral masyarakat yang ada akibat tidak adanya standar baku yang mengatur tingkah laku manusia.
Ada pun Islam, sebagai agama yang sempurna, sangat melindungi umatnya. Hal ini tercermin di dalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadist-hadist Rasul yang dirumuskan oleh para ulama sebagai perlindungan atas agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta. Hal ini akan terwujud tatkala syariat Islam diterapkan secara sempurna.
Syariat Islam sangat menjaga kehormatan perempuan yang tampak dari beberapa aturannya, seperti, kewajiban menutup aurat dengan kaffah agar perempuan lebih terjaga, dan aturan lainnya yang memiliki kebaikan tersendiri bagi perempuan.
Selain itu, telah jelas, Islam menetapkan bahwa “terjaganya kehormatan perempuan” bukan hanya tanggung jawab individu dan keluarganya, melainkan juga masyarakat dan negara memiliki andil besar. Penyelesaian terhadap masalah kekerasan terhadap perempuan hanya akan bisa terwujud dengan tiga pilar, yaitu:
Pilar pertama, membentuk individu muslim yang takwa, berkepribadian Islam yang unggul, serta iman, pemikiran, dan jiwa Islamnya kuat. Hal ini hanya akan terwujud apabila kita membina individu-individu muslim tersebut dengan akidah dan pemikiran Islam secara intensif dan berkesinambungan. Akidah Islam menjadi landasan berpikir maupun bertingkah lakunya, halal dan haram menjadi standar hidupnya.
Pilar kedua, kontrol masyarakat, dimana negara akan menggencarkan opini tentang keharaman tindak kekerasan terhadap orang lain, baik itu menghilangkan nyawa orang lain, pelecehan seksual, pemerkosaan dan sebagainya, serta bahaya yang ditimbulkannya dan azab pedih yang akan ditimpakan oleh Allah kepada kita jika kita melanggar aturan-Nya.
Pilar ketiga, penerapan hukum Islam oleh negara. Dengan peran ini, negara bertanggung jawab menerapkan aturan Islam secara sempurna dan menerapkan sanksi terhadap siapa saja yang melanggarnya tanpa pandang bulu hingga masyarakat merasa tenteram dan sejahtera dengan penerapan Islam di tengah mereka. Selain itu, jelas, Islam memandang bahwa tindakan kekerasan terhadap siapa pun, baik kepada laki-laki, perempuan, anak-anak atau orang dewasa, itu termasuk tindak kriminal (jarimah) dan pelakunya harus diberi sanksi sesuai kejahatan yang dilakukannya.
Oleh sebab itu, tidak ada jalan lain untuk membebaskan diri dari tindak kekerasan yang dilakukan siapa pun, serta untuk meningkatkan derajat kita di hadapan Allah dan mendapatkan kemuliaan kita sebagai manusia, kecuali dengan memperjuangkan Islam agar tegak di muka bumi ini. Hanya Islam yang mampu membawa kita kepada kemuliaan. Wallahualam bissawab.
0 Komentar