Oleh: Titin Surtini
Muslimah Peduli Umat
Nilai indeks hak asasi manusia (HAM) Indonesia tahun ini buruk. Berdasarkan data Setara Institute bersama International NGO Forum on Indonesia Development (INFID), skor indeks HAM Indonesia pada 2023 mengalami penurunan menjadi 3,2 dari tahun sebelumnya 3,3.
Setara Institute menjelaskan bahwa pada tahun ini variabel hak sipil dan politik berada pada angka 3 dengan indikator kebebasan berekspresi dan berpendapat memperoleh skor 1,3 sehingga menjadi yang terendah di antara indikator lainnya.
Setara mengungkapkan bahwa kinerja Jokowi merupakan yang terburuk dalam melindungi dan memenuhi hak warga atas tanah dan kebebasan berpendapat. Sejak 2019, Jokowi belum pernah mencapai skor indeks HAM di angka 4. Adapun capaian tertinggi adalah di angka 3,3.
Setara juga mengungkapkan, “Pemenuhan hak atas tanah dan jaminan kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah hak yang paling buruk selama kepemimpinan Jokowi yang hampir menuju satu dekade.” (CNN Indonesia, 10-12-2023).
Jebloknya skor indeks HAM Indonesia ini menjadi sebuah hal yang dikritisi karena berkaitan dengan peringatan Hari HAM sedunia pada 10 Desember. Miris, meski peringatan dilakukan setiap tahun, kasus kejahatan terhadap kemanusiaan dan penegak hukum masih jauh dari harapan.
Negara mestinya mengusut dan mengadili pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM. Namun, hal tersebut tidak pernah dilakukan.
Inilah paradoks penegakan HAM. Negara-negara Barat dan lembaga internasional terus mengaruskan isu HAM sebagai solusi berbagai masalah dunia. Hari HAM diperingati oleh seluruh negara. Skor indeks HAM setiap negara juga diukur dan dipantau setiap tahun. Negara didorong untuk terus meningkatkan skor indeks HAM.
Namun, realitasnya persoalan dunia tidak kunjung terselesaikan. Kasus-kasus pelanggaran HAM berat gagal diselesaikan. Jadi jelas bahwa ide HAM gagal menjadi solusi masalah-masalah umat.
Negara Barat seperti AS yang menyerukan HAM ternyata justru menjadi pelanggar HAM nomor satu didunia.
Standar Ganda
Sejatinya, ide HAM berdasarkan pada kebebasan (liberalisme) sehingga menyebabkan standar ganda dalam penerapannya. Jika yang melakukan kekerasan adalah AS dan sekutunya, tidak dianggap pelanggaran HAM. Sedangkan jika yang melakukan kekerasan adalah musuh AS, misalnya kelompok Islam, akan dituding sebagai pelanggaran HAM. Misalnya, fakta di Papua.
Ide HAM produk dari sekularisme yang mendewakan kebebasan berperilaku dan tentu saja hal ini bertentangan dengan aturan Islam Kaffah.
Oleh karenanya, bagi seorang muslim, HAM adalah prinsip yang salah karena menjadikan manusia bebas berbuat apapun tanpa aturan. Sementara itu, fitrah manusia adalah lemah, yakni tidak tahu hakikat benar dan salah sehingga tidak bisa membuat aturan yang sahih untuk mengatur interaksi manusia. Ketika manusia diberi kesempatan untuk membuat aturan, dia akan membuat aturan yang menguntungkan dirinya dan kelompoknya.
Dengan demikian, penerapan HAM dalam kehidupan akan bertabrakan dengan kepentingan orang lain. Masing-masing orang mengutamakan haknya. Akibatnya, persoalan tidak kunjung selesai.
HAM juga terbukti menjadi alat gebuk Barat terhadap negeri muslim yang dianggap berseberangan dengannya. Walhasil, HAM digunakan jika menguntungkan Barat dan diabaikan jika dianggap merugikan Barat. Selain itu, HAM jug terbukti memfasilitasi kemaksiatan, dengan dalih kebebasan.
Islam Mewujudkan Ketenteraman dalam Masyarakat
Islam menetapkan bahwa hukum asal semua perbuatan adalah terikat dengan hukum syarak. Dengan demikian, segala sesuatu standarnya sama, yaitu syariat. Begitu pun jika terjadi kekerasan, akan dilihat hukumnya berdasarkan syariat, bukan berdasarkan hawa nafsu manusia. Allah ï·» berfirman dalam surat Al -Maidah ayat 50 yang artinya:
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?”
Dengan penerapan Islam kaffah, hak dasar manusia akan terpenuhi, seperti hak hidup, mendapatkan makanan dan pakaian, menjalankan ibadah, keamanan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Dengan penerapan syariat kaffah, manusia akan dapat hidup tenteram, semua kebutuhannya terpenuhi.
Sejarah peradaban Islam telah membuktikan terwujudnya ketenteraman hidup dalam sistem Islam dibawah naungan Daulah Islamiyyah yang tentu saja dipimpin oleh seorang Khalifah panutan umat.
Wallahualam bissawab
0 Komentar