Oleh: Shalsha Baharrizqi
Muslimah Peduli Umat
HAM tentu bukanlah istilah yang asing ditelinga masyarakat, terutama masyarakat muslim. Perbincangan perihal persoalan banyak terjadi, baik dalam kehidupan ditengah masyarakat sosial maupun media, yang selalu di benturkan dengan HAM ini.
Baru-baru ini, hari HAM sedunia dinilai masih lemah dalam penegakannya. Majelis Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 1948 menetapkan 10 Desember sebagai peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM). Saat itu PBB mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights/UDHR). Seluruh negara memperingati hari penting tersebut, termasuk Indonesia. Meskipun peringatan dilakukan setiap tahun, kasus kejahatan terhadap kemanusiaan dan penegak hukum dinilai masih jauh panggang dari api.
Peneliti di Ruang Arsip dan Sejarah (RUAS), Ita Fatia Nadia, dalam diskusi di Jakarta, Jumat (8/12) menekankan setelah reformasi, negara mestinya mengusut dan mengadili pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat di masa lalu, yang menurutnya tidak pernah dilakukan.
"Ketika negara tidak memenuhi kewajibannya, negara telah melakukan impunitas. Impunitas adalah kegagalan negara melakukan penuntutan kepada pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu yang dianggap sebagai pelaku kejahatn serius menurut hukum internasional dan itu tidak pernah dilakukan," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengungkapkan peringatan Hari HAM Sedunia Ke-75 dapat menjadi momentum untuk merefleksikan prinsip-prinsip HAM.
Peringatan hari HAM kali ini memilih tema Harmoni dalam Keberagaman yang dipandang relevan dan penting. Pasalnya, kata Yasonna, harmoni dalam keberagaman menjadi pengingat akan pentingnya mengakui, menghormati, dan merayakan beragaman Indonesia yang berlimpah.
Namun, Setara Institute bersama International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) mengungkap skor indeks Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia 2023 mengalami penurunan menjadi 3,2 dari sebelumnya 3,3. Pemberian Skor ini dilakukan berdasarkan pemenuhan hak-hak yang mengacu pada 6 indikator pada variabel hak sipil dan politik serta 5 indikator pada variabel hak ekonomi, sosial, budaya yang diturunkan ke dalam 50 sub-indikator. Dan mengungkap bahwa Presiden Joko Widodo memiliki kinerja paling buruk dalam melindungi dan memenuhi hak warga atas tanah dan kebebasan berpendapat.
"Pemenuhan hak atas tanah dan jaminan kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah hak yang paling buruk selama kepemimpinan Jokowi yang hampir menuju satu dekade," ujar Setara.
Apakah HAM Standar Penyelesaian Persoalan?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Hak Asasi manusia (HAM) diartikan dengan hak dasar atau hak pokok seperti hak hidup dan mendapatkan perlindungan atau juga diartikan dengan hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya. Istilah HAM ini muncul dari dunia Barat yang memang sangat menjunjung tinggi hak-hak manusia hingga di atas segalanya.
Konsep HAM ini jelas-jelas merupakan kreasi Barat dan memang lahir di jantung peradaban Barat. Ia lahir di rahim modernitas Barat, di saat rasionalisme dan empirisme mencapai puncaknya. Dalam konsepsi Barat modern, manusia tidak lagi dipandang sebagai objek sejarah melainkan sebagai subjek sejarah, roh yang menggerakkan sejarah itu sendiri. Dunia kini telah menjadikan HAM sebagai standar dalam penyelesaian persoalan dunia. Apabila dilihat, penerapan HAM ini tentu akan berbenturan dengan kepenting-kepentingan manusia yang beragam, sehingga akan melahirkan persoalan yang tak kunjung usai, karena menjadikan manusia menjadi bebas tanpa terikat dengan aturan.
Kesadaran tentang hak-hak asasi manusia di kalangan masyarakat luas pun masih termasuk persoalan yang cukup serius. Di Indonesia sendiri mudah kita jumpai berbagai permasalahan yang terkait dengan isu Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) terjadi hampir setiap saat dengan para pelakunya yang beragam. Mulai dari masyarakat yang tinggal di pedesaan sampai yang berada di Ibu Kota. Mulai dari yang berpendidikan sekolah dasar sampai mereka yang lulus sekolah sarjana. Sampai-sampai Komnas HAM menerima aduan yang terus menggunung terkait pelanggaran HAM yang terjadi. Dari kenyataan tersebut dapat dikatakan bahwa persoalan HAM masih menjadi persoalan terbesar kita di abad ini.
Bahkan HAM pun bungkam atas kejahatan genosida yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama dengan banyak menghilangkan nyawa manusia. Inilah bukti nyata bahwa Hak Asasi Manusia hanya dimiliki oleh segelintir orang saja, tidak menyeluruh.
HAM Dalam Islam
HAM dalam Islam dibangun di atas prinsip kesejajaran semua manusia di hadapan Allah, kecuali ketakwaannya. Islam hadir sebagai agama rahmatan lil alamin yang melindungi siapapun makhluk yang bernyawa hingga yang tak bernyawa sekalipun.
Semua perbuatan manusia haruslah terikat dengan hukum syara dan setiap individu manusia harus senantiasa melaksanakan kewajiban, hak-hak, dan menyeleksi antara yang bermanfaat dan mudharat bagi dirinya, tanpa membahayakan orang lain.
Penghormatan dan perlindungan terhadap manusia merupakan tuntunan ajaran Islam yang wajib untuk dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa terkecuali. Bahkan hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanen, kekal, dan abadi, tidak boleh diubah atau dimodifikasi oleh manusia. Sumber HAM di dalam Islam adalah Allah ï·», yang menciptakan dan memuliakan manusia dengan memerintahkan semua malaikat bersujud kepadanya. Hal itu menunjukkan bahwa martabat kemanusiaan melekat pada diri manusia dan menjadi hak dasar yang dikaruniakan kepada seluruh umat manusia.
Negara berkewajiban mendistribusikan secara pasti hak-hak dasar rakyat secara sempurna serta menjaganya dengan menjadikan setiap individu benar-benar menikmati kebebasannya sebagai hak dasar supaya hidup dengan tentram dan damai, serta merasakan kemulian dan kehormatan sebagai manusia di bawah naungan negara, yang mana dalam sebuah negara tersebut senantiasa menerapkan sistem Islam yang secara menyeluruh. Karena setiap manusia memiliki hak hidup dalam konsepsi arti yang luas, yaitu hidup yang tenang tanpa intimidasi baik secara fisik maupun psikologis. Sebagaimana yang disabdakan Nabi ï·º, dalam sebuah hadits, “Barangsiapa di antara kalian aman hatinya, sehat jasadnya, cukup pangannya, maka baginya seakan dihamparkan dunia baginya” (Tirmidzi, No. 2346).
Wallahu A'lam Bishawab
0 Komentar