ATURAN ISLAM MENJAMIN PENGADAAN PAPAN


Oleh: Titin Surtini
Muslimah Peduli Umat

Dari tahun ke tahun harga rumah di Indonesia terus mengalami kenaikan. Kenaikan harga rumah itu memunculkan istilah Millennial Generation Homeless. Istilah yang merujuk pada fenomena anak muda tak mampu membeli rumah gara-gara harganya yang kelewat selangit.

Tren kenaikan harga rumah di Indonesia terekam dalam Survei Harga Properti Residensi (SHPR) Triwulan II 2023 yang dilakukan Bank Indonesia. Dalam survei itu, BI menyebut bahwa harga hunian residensial di pasar primer secara tahunan melanjutkan tren peningkatan pada triwulan II 2023. Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan II 2023 tercatat naik sebesar 1,92% year on year, lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 1,79% .

Selayaknya hal ini mendapatkan perhatian khusus, mengingat hunian (papan) merupakan kebutuhan pokok manusia. Harga rumah sepertinya tidak akan pernah turun, bahkan bisa jadi harganya akan makin membumbung tinggi. Karena naiknya biaya pembangunan rumah, mulai dari bahan bangunan, seperti pasir, besi, semen, dan sebagainya.

Dan juga ketersediaan lahan sebagai tempat hunian pun berkurang, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Sempitnya lahan perkotaan akibat pembangunan kantor-kantor, mal, rumah mewah, hingga pabrik, menyebabkan harga tanah makin melonjak.

Sementara itu, jumlah penduduk bertambah banyak, kebutuhan perumahan meningkat, khususnya di wilayah perkotaan akibat tingkat kelahiran dan urbanisasi.

Sayangnya, pertambahan penduduk yang pesat itu tidak sebanding dengan kemampuan mereka untuk membeli rumah. Rata-rata orang Indonesia kalau ingin membeli rumah harus menyiapkan budget Rp1-2 miliar, bahkan bisa sampai Rp5 miliar.

Diperkirakan setidaknya ada 81 juta milenial tidak mampu membeli rumah. Ketakmampuan ini lebih disebabkan oleh kurangnya gaji yang didapatkan 'yang hanya cukup untuk membiayai kebutuhan primer (pangan dan sandang)' sehingga mereka tidak dapat menyisihkan uang untuk membeli rumah. Artinya, generasi milenial yang homeless tadi terjadi bukan karena mereka malas bekerja atau malas beli rumah, melainkan akibat sistem yang diterapkan.

Kita tahu perumahan atau tempat tinggal lain seperti apartemen atau rusun, tidak disediakan sendiri oleh pemerintah. Mereka menggandeng pihak luar (developer) untuk mengerjakan proyek itu. Bagi developer, ini adalah ajang bisnis yang menjanjikan dan proyek strategis yang bisa mendatangkan banyak keuntungan.

Tentang bisnisnya, para pengusaha tentu tidak mau rugi. Mereka akan menaikkan harga beberapa kali lipat. Ditambah jumlah lahan yang makin lama makin sempit, tentu menyebabkan harga tawar turut naik.

Inilah prinsip kapitalisasi di bidang papan. Orang memanfaatkan kebutuhan dasar manusia untuk mendapatkan keuntungan besar. Mereka tidak peduli rakyat mau tidur di mana, kalau hujan berteduh di mana. Mereka hanya memikirkan uang /materi saja.

Di sisi lain, program pemerintah, seperti kerja sama dengan pengembang, KPR, hingga bantuan bedah rumah, hanya terlihat sebagai solusi tambal sulam. Pemerintah ingin menjadi penyelamat dengan program KPR, tetapi nyatanya program itu justru mencekik rakyat. Rakyat dipaksa terjebak pada riba bertahun-tahun lamanya, merasakan tidak tenang karena dihantui cicilan utang tiap bulannya.

Dengan segala kesulitan ini, dapat kita lihat bahwa negara tampak berlepas tangan. Sikap pemerintah terlihat sebagai penyedia regulasi, menghubungkan rakyat dengan para korporasi.


Perhatian Islam perihal pengadaan papan

Papan atau tempat tinggal dipandang sebagai kebutuhan dasar manusia yang wajib dipenuhi. Saat ini, pembangunan terjadi karena berorientasi pada kapitalistik, sedangkan Islam membangun dengan orientasi mengurusi kebutuhan rakyat.

Islam sebagai agama yang sempurna memiliki panduan khusus untuk mengatasi masalah tempat tinggal. Beberapa hal yang akan dilakukan antara lain,

Pertama, Islam mewajibkan setiap laki-laki bekerja. Negara akan menyediakan lapangan pekerjaan, baik dengan membuka lapangan pekerjaan baru, memberikan lahan untuk diolah, atau memberikan modal usaha. Dengan begitu masyarakat bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Kedua, apabila ada rakyat yang tidak mampu bekerja karena alasan syar’i, sudah menjadi kewajiban keluarganya dengan membantu memberikan tempat tinggal, pakaian, hingga makanan.

Ketiga, jika tahap sebelumnya tidak dapat dilaksanakan, hal itu akan menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakan. Tempat tinggal itu bisa dibangun dari uang negara atau harta milik umum, dan kebijakan pemberiannya sesuai dengan ijtihad yang ada. Rumah tersebut pun dapat dijual dengan harga terjangkau, disewakan, bahkan diberikan cuma-cuma.

Dan Islam juga membuat kebijakan yang akan mendukung rakyat memiliki rumah. Antaranya adalah:
  • Larangan menelantarkan tanah;
  • Mengatur sebab-sebab kepemilikan tanah;
  • Mengelola tanah ash-shawafi (tanah yang tidak ada pemiliknya atau yang lain) untuk dijual, dikelola, atau diberikan kepada yang membutuhkan;
  • Mengelola harta milik umum;
  • Hingga melakukan transaksi dengan halal dan tidak ribet.

Semua itu tentu saja hanya bisa terwujud dalam negara yang menerapkan aturan Islam secara Kaffah dibawah naungan Daulah Islamiyyah.

Waalahu a'lam bissowab.

Posting Komentar

0 Komentar