Oleh: Shalsha Baharrizqi
Muslimah Peduli Umat
Penolakan demi penolakan terus terjadi. Sungguh miris rasanya ketika mendengar keadaan sesama Muslim tidak mendapatkan perlakuan baik. Muslim Rohingya yang kerap kali mendapatkan perlakuan buruk, tidak mendapatkan bantuan dan dukungan dari negara manapun yang mampu mengubah nasib mereka. Dan masih terlunta-lunta di lautan tanpa ada jaminan keselamatan bagi mereka.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyatakan bahwa respons sejumlah pihak yang menolak ratusan pengungsi Rohingya dan meminta pengembalian mereka ke negara asal, merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab. Dia menilai hal tersebut sebagai kemunduran keadaban bangsa ini.
Menurut catatan Amnesty, Selasa (14/11/2023) lalu, perahu berisi 194 pengungsi Rohingya berlabuh di Pidie, Aceh. Menyusul kedatangan tersebut, keesokan harinya datang perahu berisi 147 pengungsi lagi ke Pidie. Perahu lain yang berisi sekitar 247 pengungsi Rohingya, Kamis (16/11/2023) mencoba turun di Bireun, Aceh.
Informasi dari sumber kredibel Amnesty menyebut bahwa "Penduduk setempat memperbaiki kapal yang ditumpangi itu dan menyediakan makanan bagi penumpangnya. Kendati demikian, mereka ditolak dan mencoba masuk kembali ke perairan Aceh Utara pada sore hari, namun kembali menghadapi penolakan."
Hingga kemarin, Sabtu (18/11/2023), perahu pengungsi Rohingya tersebut masih terombang-ambing di perairan Aceh.
Azharul meminta agar pemerintah memberikan pertolongan kepada pengungsi Rohingya sehingga tak terombang-ambing di atas kapal. Dia berharap Kementerian Luar Negeri dapat bekerjasama dengan PBB mengentaskan isu imigran Rohingya.
Dan menanggapi hal itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Muhammad Iqbal, menyampaikan bahwa "Indonesia tak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi Rohingya. Hal itu berdasarkan pada aturan Konvensi 1951 dan Indonesia tidak ikut meratifikasi. Karena itu Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi, apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut," kata Iqbal.
Dirinya menyindir negara lain yang meratifikasi konvensi tersebut, namun abai kepada urusan kemanusiaan Rohingya. Indonesia memberikan bantuan semata karena urusan kemanusiaan.
Abainya Negara
Beginilah sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, yang mana orientasi mereka terfokus hanya pada materi. Ketika tidak mendatangkan keuntungan maka tidak akan dilakukan. Begitupun yang terjadi pada muslim Rohingya, apabila mereka tidak mendatangkan manfaat untuk apa mereka harus diterima.
Keberadaan negara sudah tidak lagi hadir untuk mengurusi umat yang membutuhkan, bahkan demi kemanusiaan pun negara abai untuk membantu mempertahankan kelangsungan hidup muslim Rohingya yang telah dijajah oleh pemerintah Myanmar selama berpuluh-puluh tahun. Mereka mengalami genosida, baik oleh Junta Militer maupun pemerintahan pro demokrasi.
Wajar saja jika saat ini muslim Rohingya melarikan diri ke Indonesia, negeri yang mayoritas penduduknya muslim dan menjadi harapan bagi muslim Rohingya untuk bisa memberi tempat hidup yang layak untuk mereka. Namun yang terjadi justru rezim penguasa terbelenggu oleh adanya nasionalisme, hingga negara mengabaikan para pengungsi dan melakukan penolakan.
Negara yang sampai saat ini masih perhitungan akan ekonomi, masih terus mempertimbangkan untuk membantu muslim Rohingya hingga mendapatkan kehidupan layak. Pada saat yang sama pun, perlakuan rezim ini terhadap rakyatnya sendiri saja sudah banyak abai dari tanggung jawab dan tidak mengurusi urusan umat dengan benar.
Sesungguhnya kaum Muslim adalah satu tubuh, sudah seharusnya permasalahan yang terjadi pada muslim Rohingya menjadi masalah bagi muslim di dunia. Namun adanya batas negara membuat muslim dibelahan bumi lain kesulitan untuk membantu saudaranya sendiri.
Negara-negara muslim yang seharusnya menyuarakan ketidak adilan nyatanya diam seribu bahasa. Ada apa dengan mereka? Kemana hati nurani mereka? Bagaimana kelak pertanggung jawaban di hadapan Allah?
Solusi Hakiki
Maka dari itu, muslim Rohingya sangat membutuhkan pelindung dan perisai hakiki yaitu junnah yang mampu menjaga dari terjadinya perlakuan diskriminasi, penindasan, penganiayaan dan meninggal dalam keadaan tersakiti.
Islam memandang bahwa umat Islam itu bersaudara dan bagaikan satu tubuh yang tidak dapat terpisahkan. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan kaum mukmin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi, dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR Bukhari no. 6011, Muslim no. 2586, dan Ahmad IV/270).
Dan sungguh, muslim Rohingya sangat membutuhkan sosok pemimpin dan membutuhkan tempat tinggal yang mampu menjamin kelangsungan hidup mereka dan menjaga nyawa serta kehormatan mereka. Dengan ikatan akidah, tentu akan mampu menjadi solusi bagi masalah Rohingya. Karena ikatan akidah dan ukhuwah islamiyah mampu menjadikan umat untuk bersatu tanpa memandang lagi suku, ras, bahasa, budaya dan sekat-sekat bangsa.
Solusi ini hanya akan teratasi dengan tegaknya khilafah Islamiyah. Karena negara akan meriayah umat dengan mencukupi sandang, papan, dan pangan mereka, serta memberikan pekerjaan bagi para laki-laki sehingga mereka bisa menafkahi diri dan keluarganya serta menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan agar dapat hidup dengan layak.
Selain itu, Khilafah akan melakukan pendekatan politik maupun militer (jihad fi sabilillah) terhadap rezim-rezim yang terbukti telah melakukan genosida terhadap muslim Rohingya. Khilafah akan membebaskan muslim Rohingya yang masih tersisa di Myanmar dan membebaskan wilayah Rakhine yang selama berabad-abad sudah menjadi tempat tinggal mereka.
Dan oleh karena itu, umat Islam hari ini memiliki tanggung jawab di pundaknya untuk berjuang mewujudkan Khilafah dan membantu memberi pertolongan atas sesama muslim yang membutuhkan.
Wallahu A'lam Bishawab
0 Komentar