MESKI ANWAR USMAN DICOPOT DARI KETUA MK, PUTUSAN BATASAN USIA MINIMAL CAPRES-CAWAPRES TIDAK BERUBAH?


Oleh: Nasrudin Joha
Jurnalis Lepas

Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memberhentikan Anwar Usman sebagai ketua MK bukan selaku hakim konstitus, karena telah melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik serta perilaku hakim.

Hal tersebut imbas dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang dikabulkan oleh MK pada Senin (16/10).

Dalam putusan tersebut menyebutkan, capres-cawapres yang pernah terpilih melalui pemilu, baik sebagai DPR/DPD, Gubernur, atau Walikota dapat mencalonkan diri meskipun belum berusia 40 tahun sebagai calon Presiden ataupun calon Wakil Presiden.

Meskipun Anwar Usman diberhentikan dari Ketua MK, putusan batasan usia minimal capres cawapres tidak berubah. Hal itu disebabkan MKMK tidak berwenang mengubah putusan batas usia minimal capres dan cawapres karena MKMK hanya mengadili pelanggaran etik.

Ahmad Khozinudin (AK) selaku sastrawan politik menduga jika proses etik terhadap hakim MK yang meloloskan Gibran maju Pilpres 2024, hanyalah upaya untuk mengurangi kemarahan rakyat kepada MK.

"Jadi, sejak awal penulis sudah tegaskan bahwa sidang etik MKMK hanya mengadili perilaku (kelakuan) hakim, bukan mengadili putusan hakim," ujarnya.

AK juga sudah mengingatkan dan mengkritik Jimly Asshiddiqie yang terlalu banyak mengumbar kata dan membuat ekspektasi publik melambung dengan pernyataan bahwa putusan MK yang meloloskan Gibran dibatalkan.

"Hari ini, semua mata dan telinga rakyat menyaksikan. Untuk kesekian kalinya, dagelan konstitusi dipertontonkan di negeri ini. Mahkamah Kehormatan MK telah mengeluarkan putusan lelucon, putusan yang bikin rakyat sejagat NKRI merasa Wkwk," ungkapnya.

Menurut AK, Jimly punya andil besar dalam merusak lembaga MK dengan memainkan peran tidak memecat Anwar Usman yang meloloskan ponakannya maju Pilpres 2024 dan seluruh rakyat Indonesia tidak akan melupakan skandal ini!

"Kalau Jimly berdalih, tak bisa membatalkan putusan No. 90 yang memberikan fasilitas kepada Gibran untuk maju Pilpres 2024, rakyat masih bisa maklum karena Jimly tak punya kewenangan untuk itu. Tapi kenapa Jimly tidak memecat Anwar Usman dari hakim MK? Bukankah, sanksi tertinggi pelanggaran etik hakim adalah pemecatan hakim? Bukan sekedar lokir atau geser dari posisi ketua MK!" pungkasnya.

Posting Komentar

0 Komentar