Oleh: Muhar
Jurnalis Lepas
Narator Muslimah Media Center mengemukakan, sistem PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) zonasi diwarnai berbagai kecurangan.
"Pada tahun ini, PPDB di berbagai daerah mulai dari Bogor, Bekasi hingga Kepulauan Riau atau Kepri diwarnai dengan berbagai kecurangan," ujarnya dalam program Serba-serbi: Pendidikan Merata dan Berkualitas Hanya Ditemukan dalam Sistem Islam, di kanal YouTube MMC, Rabu (19/7/2023).
Ia meneruskan informasi yang beredar bahwa berbagai modus dilakukan agar calon siswa dapat diterima di sekolah favorit melalui jalur zonasi.
"Berdasarkan catatan tempo, praktik curang tersebut terangkum menjadi beberapa modus," ucapnya.
Pertama, terjadi praktik jual beli kursi di Karawang dan Bengkulu.
"Untuk jalur ini, seorang warga Kecamatan Karawang Timur mengaku harus mengeluarkan uang sekitar 3 juta rupiah agar anaknya dapat diterima di SMP Negeri di wilayah Karawang Barat," ungkapnya.
Kedua, pungutan liar di Karawang. Salah satu SMP Negeri di Karawang Timur diduga menarik sejumlah uang kepada seluruh orang tua siswa dengan nominal 1 juta rupiah.
Ketiga, domisili yang tidak sesuai KK (Kartu Keluarga) di Bogor.
Keempat, terjadi manipulasi dan pemalsuan KK di Bogor, Bekasi dan Pekanbaru.
Ia membeberkan, praktik ini ditemukan setelah sejumlah nama calon siswa yang beralamat dikontrakkan atau kos-kosan kosong atau kosan yang dihuni oleh para pekerja.
"Selain itu, ada juga dugaan menitipkan identitas di KK terdekat zonasi dengan membuat KK palsu," bebernya.
Kelima, pejabat menitipkan calon siswa ke SMA tertentu di Kepulauan Riau.
Narator mengatakan, efek domino keculasan dari sistem PPDB zonasi menjadi bukti tidak tepatnya kebijakan yang ditetapkan adalah masalah fundamental.
"Sistem PPDB saat ini ialah paradigma tentang sekolah sistem kehidupan sekulerisme kapitalisme yang menjadikan standar keberhasilan sekolah diukur dari materi, bahwa sukses adalah mereka yang pintar dan kaya," kata dia.
Ia melanjutkan, cara pandang inilah yang memunculkan pengelompokan sekolah favorit atau unggulan dan sekolah pinggiran.
"Ditambah, negara kapitalisme memang setengah hati membangun negeri hingga terjadi diskriminasi infrastruktur penunjang pendidikan. Buktinya, ada sekolah yang begitu bagus dari segi fasilitas namun tidak sedikit ada sekolah yang hanya ala kadarnya," lanjutnya.
Perbedaan fasilitas ini menurutnya, membuat sebagian orang tua yang kaya rela menghalalkan segala cara agar anaknya dapat masuk ke sekolah yang fasilitasnya sudah bagus dan dikenal sebagai sekolah unggulan atau berprestasi.
"Sedangkan untuk orang tua dari golongan ekonomi menengah ke bawah tidak bisa berbuat banyak," ucapnya.
Ia mencontohkan, salah satu buktinya adalah Yati, Ibu dari Anastasia siswa SMP di Kelurahan Pondok Kelapa Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur. Anaknya tidak lolos jalur zonasi lantaran kalah dengan siswa lain yang usianya lebih tua, padahal secara nilai sudah memenuhi. Meski berat karena sang suami hanya pekerja ojol (ojek online), Ibu Yati terpaksa menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta yang berbiaya mahal.
"Inilah kegagalan sistem pendidikan sekulerisme kapitalisme. Sistem ini sampai mendorong masyarakat berbuat curang demi bisa masuk sekolah yang dikehendaki," sesalnya.
Sistem Islam
Narator membandingkan, hal ini sangat berbeda dengan PPDB dalam sistem Islam (Khilafah).
Menurutnya, dalam pandangan Islam sekolah adalah hak bagi setiap anak, baik mereka yang berasal dari keluarga miskin atau kaya, muslim atau non muslim. Sekolah yang merupakan sarana pendidikan akan dijamin oleh Khilafah secara langsung.
"Sebab pendidikan termasuk salah satu kebutuhan dasar publik. Dalilnya adalah perbuatan Rasulullah ï·º yang menetapkan kebijakan bahwa untuk sebagian tawanan yang tidak sanggup menebus pembebasannya, diharuskan mengajari baca tulis kepada 10 anak-anak Madinah sebagai ganti tebusannya," ungkapnya.
Ia menjelaskan, kebijakan ini muncul ketika Rasulullah ï·º menjadi pemimpin negara (Islam) di Madinah.
Ia pun menerangkan, jaminan pendidikan secara langsung oleh Khilafah akan membuat sekolah-sekolah di dalam Khilafah memiliki kualitas yang sama. Khilafah akan membangun infrastruktur dan fasilitas penunjang untuk kegiatan belajar dan mengajar di sekolah seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, teknologi yang mendukung KBM dan sebagainya.
Ia melanjutkan, Khilafah juga akan menjamin tenaga pengajar dan administratif sekolah yang amanah, kompeten dan ahli di bidangnya. Sehingga atmosfer sekolah akan benar-benar khidmat sebagai tempat mencari ilmu.
"Bahkan sekolah-sekolah disediakan gratis kepada seluruh warga Khilafah tanpa memandang kelas sosial. Dari konsep ini saja dapat membuat stereotipe sekolah unggulan dan biasa sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme saat ini. Dan tidak perlu ada sistem zonasi, semua sekolah diunggulkan dan para siswa mau bersekolah di mana saja karena fasilitasnya yang merata," terangnya.
Selain itu, ia menuturkan, kurikulum sekolah dalam Khilafah menjadikan akidah Islam sebagai asasnya. Dengan demikian, dalam setiap proses pembelajaran anak didik senantiasa diingatkan akan keberadaannya sebagai hamba Allah ï·».
"Hal inilah yang akan menjamin kualitas hasil pendidikan," tuturnya.
Dengan demikian, Narator MMC mengatakan, tidak ada sekolah unggulan atau biasa dalam Khilafah.
"Semua sekolah memiliki kualitas yang sama dan gratis untuk semua kalangan dan golongan selama mereka warga Khilafah," pungkasnya.
0 Komentar