
Oleh: Muhar
Jurnalis Lepas
Muslimah Media Center menyatakan bahwa kekeringan bukan semata-mata karena faktor alam, tapi juga diakibatkan faktor manusia.
"Bukan semata-mata karena faktor alam, banyak studi melaporkan bahwa kekeringan diakibatkan faktor manusia," ujar Narator dalam program Serba-serbi: Hadapi Ancaman Kemarau Ekstrim, Cukupkah dengan Himbau Menghemat Air? Di kanal YouTube MMC, Minggu (23/7/2023).
Narator menjelaskan, faktor manusia tersebut diantaranya adalah deforestasi (penggundulan hutan).
Ia mengungkapkan, misalnya deforestasi hutan tropis Gunung Slamet.
"Dalam kurun waktu 10 tahun, yakni Tahun 2001 hingga 2011 mengakibatkan hilangnya 1321 sumber mata air sehingga terjadi kekeringan," ungkapnya.
Selain itu, ia juga mengungkap, ada faktor eksploitasi sumber mata air oleh pebisnis air minum dalam kemasan (AMDK).
"Eksploitasi ini disinyalir kuat bertanggung jawab terhadap darurat kekeringan dan krisis air bersih hari ini," ucapnya.
Ia mencontohkan, penduduk Desa Caringin, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi yang pernah mengalami kekeringan, padahal mereka berada di kaki Gunung Salak yang memiliki 6 sungai dengan air yang melimpah.
"Menurut penelitian yang dilakukan pada Tahun 2009, industrialisasi air minum dalam kemasan pada lahan seluas 5,5 hektar oleh 5 perusahaan air minum dalam kemasan telah menghilangkan wilayah tangkapan air atau catchment area di wilayah tersebut," tuturnya.
Ia pun memungkasi, tidak hanya deforestasi dan eksploitasi sumber mata air, liberalisasi air bersih perpipaan pun menjadi faktor penyebab terjadinya kekeringan dan sulitnya masyarakat mendapatkan air bersih.
"Seperti inilah pengelolaan sumber air dalam sistem yang hanya mengedepankan keuntungan materi, yakni sistem kapitalisme," pungkasnya.
0 Komentar