Oleh: Nasrudin Joha
Sastrawan Politik
Banyak sekali pertanyaan masyarakat terkait Khilafah, diantara banyaknya pertanyaan itu mungkin juga ada pertanyaan yang memiliki motif atau niat untuk melemahkan para pejuang Khilafah.
Namun, tidak dapat dipungkiri ada juga penanya yang ingin tahu atau untuk memantapkan niatnya ikut berjuang dalam penegakkan Khilafah. Pertanyaan-pertanyaan yang sering ditanyakan biasanya:
- Jika Khilafah tegak siapa Khalifahnya?
- Lalu seperti apa cara menegakkan Khilafah?
Pada kesempatan kali ini penulis akan berusaha menjawab pertanyaan tersebut secara sederhana satu demi satu dan membaginya menjadi beberapa poin yang dapat di implementasikan secara praktis, berikut ini adalah beberapa poinnya:
Pertama, Khalifah bukanlah sekedar pemimpin atau penguasa, namun juga menjadi wakil ummat yang dipilih melalui jalur bai'at dan tugasnya adalah untuk melaksanakan hukum Al-Qur'an dan As-Sunnah (Syariat Islam).
Khalifah juga memiliki kewajiban untuk menyebarkan Islam ke seluruh Dunia dengan cara Dakwah dan Jihad. Atas dasar itulah seorang Khalifah tidak bisa di emban oleh sembarang orang dan setiap calon pemimpin (Khalifah) harus memenuhi kualifikasi.
Kualifikasi seorang Khalifah diantaranya:
- Muslim;
- Laki-laki;
- Baligh;
- Berakal;
- Merdeka;
- Adil;
- Memiliki Kemampuan untuk menjadi Khalifah.
Dari kualifikasi diatas maka dapat disimpulkan bahwa siapapun dapat menjadi Khalifah selama memenuhi persyaratan tersebut tampa dibatasi darimana asal bangsanya, rasnya dan sukunya.
Kedua, untuk menjawab pertanyaan 'jika Khilafah tegak siapa Khalifahnya?' maka siapapun bisa mencalonkan diri selama memiliki kelayakan, seperti Habib Rizieq Shihab layak, Ustadz Abdul Shomad layak, Ustadz Adi Hidayat layak.
Tapi jika pertanyaannya 'siapakah Capres yang layak menjadi Khalifah?' maka jawabannya, semua bakal Capres seperti Ganjar Pranowo tak layak, Prabowo tak layak, Anies Baswedan tak layak, Sandiaga Uno tak layak, Airlangga Hartarto tak layak, apalagi Puan Maharani lebih tak layak karena bukan laki-laki.
Lantas apa sebabnya nama-nama tersebut tidak layak menjadi Khalifah? Sederhana saja, karena semua nama itu tak paham syariat. Bagaimana mungkin Khalifah yang tugasnya menjalankan syariat, sementara calonnya tidak paham syariat?
Apalagi Ganjar Pranowo, bukan hanya tak paham. Bahkan, dalam kondisi maksiat pun Ganjar masih bertanya, dimana salahnya nonton video porno?
Nama-nama yang layak menjadi calon Khilafah pun masih memiliki pertanyaan lainnya. Apakah nama-nama tersebut berkenan atau mau dicalonkan sebagai Khalifah?
Nah, penulis belum tahu jawabannya. Apakah beliau-beliau itu berkenan dan bersedia dicalonkan menjadi Khalifah. Karena, menjadi Khalifah tidak boleh dipaksa, harus atas kesadaran dan pilihan dirinya sendiri.
Kalau pertanyaan itu diajukan kepada penulis, apakah penulis bersedia dicalonkan sebagai Khalifah? Tentu saja jawaban penulis tegas: Bersedia dan Siap. Hanya saja menurut penulis ada tokoh lain yang lebih layak dan secara khusus penulis merekomendasikan syekh Ato' Abu Rusytoh sebagai calon Khalifah.
Namun pada akhirnya keputusan itu ada ditangan ummat. Apakah ummat lebih ridho penulis menjadi Khalifahnya? Atau lebih ridho kalau Khalifahnya Habib Rizieq Shihab? Atau bahkan menyetujui rekomendasi penulis untuk menjadikan Syaikh Ato' Abu Rusytoh, Amir Hizbut Tahrir sebagai Khalifahya.
Sejatinya akad Khalifah itu berdasarkan ridho dan pilihan. Maksudnya, seseorang tidak bisa dipaksa untuk menjadi Khalifah. Ummat pun tidak boleh dipaksa untuk memberikan ba'iat.
Selanjutnya mari menjawab pertanyaan 'seperti apa cara menegakkan Khilafah?' Khilafah akan tegak jika ummat Muslim telah selesai melakukan bai'at, dalam proses bai'at sendiri memiliki dua kondisi, yaitu:
Pertama, Khilafah telah tegak, namun Khalifah telah meninggal dunia, maka kaum muslimin wajib membaiat Khalifah penggantinya. Pada kondisi ini tata cara bai'atnya dapat mengikuti masa Khalifah Abu Bakar RA ketika Rasulullah ï·º wafat, pembaiatan Khalifah Umar RA pasca meninggalnya Abu Bakar RA, pembaiatan Khalifah Utsman RA, pembaiatan Khalifah Ali RA dan seterusnya.
Kedua, ketika Khilafah belum berdiri. Seperti yang telah diketahui, Khilafah Islamiyah telah berhasil diruntuhkan Mustafa Kemal Atatürk Laknatullah pada 3 Maret 1924 sehingga saat ini ummat Islam tidak memiliki Khilafah.
Oleh karena itu metode yang dapat diterapkan adalah metode ketika Rasulullah ï·º berdakwah di Mekkah hingga akhirnya berhasil mendirikan Daulah Islam pertama di Madinah setelah dibai'at oleh suku Aus dan kazraj.
Pada keadaan kedua ini, cara menegakkan Khilafah dan membaiat Khalifah sebagai berikut:
- Harus ada kelompok politik seperti kelompok Rasulullah ï·º dan para sahabat yang berjuang untuk menegakkan Daulah Islam (Khilafah).
- Kelompok politik tersebut membina umat dan militer, agar kedua simpul kekuasaan ini memahami syariat, yakin dengan syariat, rindu dengan syariat dan akhirnya menyerahkan kekuasaan kepada kelompok politik yang berjuang menegakkan Khilafah.
- Ummat memilih orang yang paling baik dari kelompok politik tersebut untuk dibai'at menjadi Khalifah dan demi hukum maka berdirilah Daulah Khilafah.
Hal tersebut tidak dapat terjadi tanpa dilaksanakan oleh seluruh kaum muslimin. Jika di suatu negeri sempurna membai'at Khalifah dan Khilafah berdiri, maka kaum muslimin di negeri lainnya haram menegakkan Khilafah yang kedua, karena semua kaum muslimin wajib memberikan ketaatan kepada Khalifah yang telah dibai'at dan Khilafah yang telah berdiri.
Untuk konteks Indonesia, jika ummat dan militer meyakini Khilafah, merindukan Khilafah dan akhirnya menyerahkan kekuasaan pada kelompok politik yang memperjuangkan Khilafah, serta membai'at orang terbaik untuk menjadi Khalifah, maka jadilah wilayah negeri Indonesia sebagai negara Khilafah.
Selanjutnya, Khilafah yang berpusat di Indonesia ini selain mengelola negeri ini dengan syariat, juga langsung memimpin ummat Islam untuk mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru alam dengan dakwah dan jihad.
Cuma begitu kok, Sederhana bukan?
0 Komentar