KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN GENDER BUKAN AKAR MASALAH MARAKNYA PEKERJA MIGRAN PEREMPUAN


Oleh: Muhar
Jurnalis Lepas

Aktivis Muslimah Ustadzah Wiwing Noraeni dari Lingkar Studi Tsaqafah menyatakan, kemiskinan dan ketimpangan gender bukanlah akar masalah maraknya pekerja migran perempuan.

"Kalau kita cermati lebih mendalam, ternyata kemiskinan dan ketimpangan gender itu bukan akar masalah," ujarnya dalam tausyiah program Kuntum Khairu Ummah: Marak Pekerja Migran Perempuan, Bagaimana Islam Menyejahterakan Perempuan, di kanal YouTube Media Muslimah Center (MMC), Jum'at (14/7/2023).

Ia menegaskan bahwa kemiskinan sesungguhnya bukanlah akar masalah, tapi buah dari masalah diterapkannya sistem kapitalisme.

"Pasalnya, di dalam sistem kapitalisme ini, sistem ekonomi kapitalistik yang diterapkan itu telah membuat orang yang miskin itu bertambah miskin," tegasnya.

Kenapa? Karena menurutnya sistem ini tidak memberikan akses kepada orang-orang yang tidak punya modal untuk mendapatkan kekayaan.

Ditambah lagi, lanjutnya dalam sistem ini negara itu berlepas tangan terhadap pengurusan rakyatnya.

"Sehingga masalah kesejahteraan itu harus dicari sendiri oleh rakyatnya," ucapnya.

Ia membeberkan, sistem kapitalisme telah menjadikan negara mandul dalam mengurusi rakyatnya. Sehingga, kesejahteraan rakyat bukan menjadi tugas utama negara, tapi itu menjadi tugas masing-masing dari rakyat untuk mencarinya.

"Kita bisa lihat ya! Bagaimana sumber daya alam berlimpah yang seharusnya dikelola oleh negara yang kemudian hasilnya diberikan kepada rakyat untuk kesejahteraan seluruh rakyat, nyatanya yang mengelola itu adalah orang-orang yang punya modal saja, sementara rakyat hanya mendapatkan remah-remahnya saja gitu ya!" bebernya.

Ia pun menjelaskan, mengenai anggapan tentang adanya ketimpangan gender dalam bangunan sosial masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai makhluk domestik yang menjadikan perempuan terdiskriminasi atau termarginalkan, menurutnya ini juga sebenarnya bukan merupakan akar masalah persoalan.

"Karena justru, ketika laki-laki ini menjadi pemimpin bagi kaum perempuan maka ini adalah jaminan perlindungan bagi kaum perempuan," jelasnya.

Ia lantas menyinggung, banyaknya informasi pekerja perempuan migran yang mengalami banyak kekerasan fisik dan kekerasan seksual itu justru terjadi karena para pekerja migran perempuan ini tidak didampingi oleh suaminya sebagai pelindung.


Akar Masalah?

Ustadzah Wiwing kemudian menerangkan bahwa akar masalah maraknya pekerja migran yang sebenarnya adalah karena penerapan kapitalisme.

Ia mengungkap, sistem kapitalisme ini telah memaksa perempuan-perempuan untuk bekerja keluar rumah.

"Bahkan hingga sampai ke luar negeri," ungkapnya prihatin.

Dalam sistem kapitalisme, menurutnya perempuan telah di eksploitasi untuk turut memutar roda perekonomian, baik perempuan ini sebagai penghasil uang maupun sebagai pasar.

"Sehingga, sebenarnya perempuan ini sangat-sangat menderita dalam sistem kapitalisme. Karena apa? Karena dia diberikan beban yang seharusnya tidak menjadi bebannya, yaitu bekerja mencari nafkah," terangnya.

Ia juga menuturkan, di dalam sistem kapitalisme, tumbuh subur ide-ide atau pemikiran-pemikiran yang meracuni benak perempuan. Salah satunya adalah pemikiran tentang kesetaraan gender yang diusung oleh kaum feminis.

"Ide ini telah merusak kaum perempuan, sehingga kemudian mereka terdorong untuk berlomba-lomba bersaing dengan kaum laki-laki untuk bekerja," tuturnya.

Ia pun menyesalkan bahwa sistem kapitalisme ini telah mencabut peran ibu dari rumah-rumah mereka.

"Sehingga anak-anak mereka kemudian terabaikan. Kadang harus diasuh pembantunya, baby sitter atau mungkin oleh kakek neneknya yang tentu usianya sudah nggak muda lagi. Nah sehingga sebenarnya, sistem kapitalisme inilah (akar masalah) yang membuat perempuan menderita," sesalnya memungkasi.

Posting Komentar

0 Komentar